NEGARA – Terdakwa I Wayan Sudana, 53, warga Desa Asahduren, Kecamatan Pekutatan, Jembrana, dituntut selama dua bulan penjara karena terbukti
bersalah melanggar pasal 40 ayat 4 dan pasal 21 ayat 5 UU RI Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Kasipidum Kejari Jembrana I Gede Gatot Hariawan mengatakan, berdasar fakta persidangan terdakwa terbukti melakukan tindak pidana memiliki satwa yang dilindungi tanpa izin dari pihak berwenang.
“Terdakwa juga sudah mengakui perbuatannya,” ujar Gatot Hariawan. Dalam sidang yang digelar secara daring kemarin, jaksa penutut umum Monica Dian Anggraini mempertimbangkan hal yang meringankan tuntutan terdakwa.
Di antaranya mengakui dan menyesali perbuatannya telah memelihara satwa dilindungi untuk diperjual belikan.
Selain pidana penjara selama dua bulan, terdakwa juga didenda sebesar Rp 250 ribu, subsider satu bulan kurungan.
Sedangkan barang bukti anak kijang yang saat ini di titipkan di BKSDA Bali diserahkan pada pihak berwenang untuk dilepasliarkan.
Seperti diketahui, I Wayan Sudana, ditangkap polisi karena memiliki seekor anak kijang. Satwa dilindungi dengan nama latin Muntiacus muntjak baru dibeli seharga Rp 400 ribu
dari seseorang yang tidak dikenal di jalan desa rumahnya, saat dalam perjalanan pulang dengan jalan kaki ke rumahnya di Desa Desa Asahduren.
Anak kijang tersebut rencananya akan dijual lagi sekitar Rp 1,3 juta. Namun bukan pembeli yang datang, justru anggota polisi yang datang untuk introgasi terdakwa.
Terdakwa mengakui sebagai pemilik dan tidak memiliki dokumen perijinan pemeliharaan satwa yang dilindungi tersebut, sehingga terdakwa diamankan beserta barang bukti.
Tuntutan terhadap terdakwa 10 bulan lebih ringan dari ancaman maksimal pidana penjara. Dalam pasal 40 ayat 4 dan pasal 21 ayat 5 UU RI Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan ancaman pidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp 50 juta. Selama proses penyelidikan hingga persidangan terdakwa juga tidak ditahan.