31.4 C
Jakarta
26 April 2024, 10:25 AM WIB

Anggap Investor Mencla-Mencle, Mediasi Gagal, Warga Pilih Pulang

GIANYAR– Usai pembongkaran blockade oleh polisi berpakaian preman, Jumat (22/11) dua pihak yakni petani Banjar Selasih dan investor dari PT Ubud Resort Duta Development (URDD) dipertemukan.

 

Pertemuan pada Jumat (22/11) berlangsung di wantilan Selasih.

 

Dihadiri Kapolres Gianyar, Kepala Kesbanglinmas dan jajaran terkait. Sayang, pertemuan atau mediasi yang diharapkan bisa menemukan win-win solution itu justru berakhir buntu alias gagal, dan petani memilih membubarkan diri.

 

Dalam pertemuan, perwakilan petani Selasih, Wayan Kariasa, mempertanyakan sejumlah hal.

 

Pertama, bertanya jumlah Hak Guna Bangunan (HGB) yang berubah-ubah.

 

“Saat sosialisasi pertama di balai Banjar kami, katanya HGB dari PT ada 3. Tapi sekarang malah jadi 14. Kenapa begitu?,” ujar Kariasa.

 

Petani sempat mempertanyakan owner atau pemilik dari tanah. Namun jawaban dari PT tidak gamblang alias abu-abu. Sehingga tidak memuaskan petani. Petani pun menyoraki dan menepuk tangan mereka

 

Petani juga resah karena saat sosialisasi yang dihadiri 9 petani penggarap di Pura Hyang Api pernah disodori kertas kosong.

 

Saat sosialisasi dihadiri 9 petani penggarap. “Saat sosialisasi disodorkan kertas kosong, disuruh neken tandatangan hadir.

 

Beberapa harinya, tandatangan itu dipakai persetujuan pembebasan lahan, melalui tandatangan kertas kosong,” keluhnya.

 

Hal itu, kata Kariasa menimbulkan keresahan bagi petani.

 

“Kami hargai niat investor. Tapi luruskan dulu,” jelasnya. Selain itu, petani juga meminta alat berat yang masih menginap dipulangkan.

 

“Kalau (pertanyaan, red) tidak ada kejalasan, pulangkan alat berat bapak. Ini kawasan pura. Bapak polisi berjaga siang, sore, malam. Kasihan jaga besi di sini,” pintanya.

 

Warga pun tambah resah karena alat berat menginap. “Kami resah. Kalau alat bapak dibakar di sini oleh pihak ketiga, bisa saja kami yang dituduh. Disamping itu, area pura kotor. Tolong pertimbangkan,” terangnya.

 

Lantaran petani tidak mendapat jawaban memuaskan dari pihak investor, maka petani menutup sendiri sesi tanya jawab yang dikawal Kapolres.

 

Petani pun pulang ke rumah masing-masing. “Daripada pertanyaan kami tidak bisa dijawab. Lebih baik kami pulang. Terima kasih sudah berkunjung ke Selasih,” pungkas salah satu petani mengakhiri acara mediasi.

 

Sementara itu, dari pihak PT URDD, Muhamad Anwar, mengaku ada tahapan penerbitan hak guna bangunan (HGB). “Ada keputusan dari BPN ke PT URDD. Kami punya izin prinsip. Kami kembangkan jadi pendukung wisata,” jelasnya.

 

Mengenai dua alat excavator, belum ke arah pembangunan. “Untuk melanjutkan yang dulu pernah disosialisasikan ke warga. Dulu pernah potong pohon pisang. Namun bongkolnya tidak bisa. Maka perlu diangkat pakai alat. Excavator ini untuk membersihkan,” jelasnya.

 

Apabila resort berdiri, pihaknya menjanjikan tenaga kerja dari Banjar Selasih. “Itu untung bagi kami, supaya koordinasi dekat. Tapi belum ada pembangunan ke arah fisik,” jelasnya.

 

Mengenai owner, pihaknya menyebut PT URDD dimiliki banyak pemegang saham. “Jadi pemilik tanah ini adalah PT URDD,” tegasnya.

 

Untuk alat berat itu, pihak investor tetap tidak memindahkan. Dengan alasan karena hanya akan membersihkan lahan belasan hektar dari total lahan mencapai ratusan hektar. Itu pun hanya dikerjakan 13 hari saja.

 

Sedangkan, mediator, Kapolres Gianyar, AKBP Priyanto Priyo Hutomo, mengaku menjadi penengah.

 

“Tugas kami melindungi dan mengayomi. Kita ciptakan Bali yang aman. Bali daerah pariwisata. Ada pajak, tenaga kerja. Coba semua membuka diri. Kami hanya amankan dinamika. Posisi kami di tengah,” ujar Priyanto.

 

Mengenai permasalahan yang ada, Priyanto minta petani menggugat ke jalur hukum. “Kalau tidak menerima, silahkan sewa lawyer,” pintanya.

GIANYAR– Usai pembongkaran blockade oleh polisi berpakaian preman, Jumat (22/11) dua pihak yakni petani Banjar Selasih dan investor dari PT Ubud Resort Duta Development (URDD) dipertemukan.

 

Pertemuan pada Jumat (22/11) berlangsung di wantilan Selasih.

 

Dihadiri Kapolres Gianyar, Kepala Kesbanglinmas dan jajaran terkait. Sayang, pertemuan atau mediasi yang diharapkan bisa menemukan win-win solution itu justru berakhir buntu alias gagal, dan petani memilih membubarkan diri.

 

Dalam pertemuan, perwakilan petani Selasih, Wayan Kariasa, mempertanyakan sejumlah hal.

 

Pertama, bertanya jumlah Hak Guna Bangunan (HGB) yang berubah-ubah.

 

“Saat sosialisasi pertama di balai Banjar kami, katanya HGB dari PT ada 3. Tapi sekarang malah jadi 14. Kenapa begitu?,” ujar Kariasa.

 

Petani sempat mempertanyakan owner atau pemilik dari tanah. Namun jawaban dari PT tidak gamblang alias abu-abu. Sehingga tidak memuaskan petani. Petani pun menyoraki dan menepuk tangan mereka

 

Petani juga resah karena saat sosialisasi yang dihadiri 9 petani penggarap di Pura Hyang Api pernah disodori kertas kosong.

 

Saat sosialisasi dihadiri 9 petani penggarap. “Saat sosialisasi disodorkan kertas kosong, disuruh neken tandatangan hadir.

 

Beberapa harinya, tandatangan itu dipakai persetujuan pembebasan lahan, melalui tandatangan kertas kosong,” keluhnya.

 

Hal itu, kata Kariasa menimbulkan keresahan bagi petani.

 

“Kami hargai niat investor. Tapi luruskan dulu,” jelasnya. Selain itu, petani juga meminta alat berat yang masih menginap dipulangkan.

 

“Kalau (pertanyaan, red) tidak ada kejalasan, pulangkan alat berat bapak. Ini kawasan pura. Bapak polisi berjaga siang, sore, malam. Kasihan jaga besi di sini,” pintanya.

 

Warga pun tambah resah karena alat berat menginap. “Kami resah. Kalau alat bapak dibakar di sini oleh pihak ketiga, bisa saja kami yang dituduh. Disamping itu, area pura kotor. Tolong pertimbangkan,” terangnya.

 

Lantaran petani tidak mendapat jawaban memuaskan dari pihak investor, maka petani menutup sendiri sesi tanya jawab yang dikawal Kapolres.

 

Petani pun pulang ke rumah masing-masing. “Daripada pertanyaan kami tidak bisa dijawab. Lebih baik kami pulang. Terima kasih sudah berkunjung ke Selasih,” pungkas salah satu petani mengakhiri acara mediasi.

 

Sementara itu, dari pihak PT URDD, Muhamad Anwar, mengaku ada tahapan penerbitan hak guna bangunan (HGB). “Ada keputusan dari BPN ke PT URDD. Kami punya izin prinsip. Kami kembangkan jadi pendukung wisata,” jelasnya.

 

Mengenai dua alat excavator, belum ke arah pembangunan. “Untuk melanjutkan yang dulu pernah disosialisasikan ke warga. Dulu pernah potong pohon pisang. Namun bongkolnya tidak bisa. Maka perlu diangkat pakai alat. Excavator ini untuk membersihkan,” jelasnya.

 

Apabila resort berdiri, pihaknya menjanjikan tenaga kerja dari Banjar Selasih. “Itu untung bagi kami, supaya koordinasi dekat. Tapi belum ada pembangunan ke arah fisik,” jelasnya.

 

Mengenai owner, pihaknya menyebut PT URDD dimiliki banyak pemegang saham. “Jadi pemilik tanah ini adalah PT URDD,” tegasnya.

 

Untuk alat berat itu, pihak investor tetap tidak memindahkan. Dengan alasan karena hanya akan membersihkan lahan belasan hektar dari total lahan mencapai ratusan hektar. Itu pun hanya dikerjakan 13 hari saja.

 

Sedangkan, mediator, Kapolres Gianyar, AKBP Priyanto Priyo Hutomo, mengaku menjadi penengah.

 

“Tugas kami melindungi dan mengayomi. Kita ciptakan Bali yang aman. Bali daerah pariwisata. Ada pajak, tenaga kerja. Coba semua membuka diri. Kami hanya amankan dinamika. Posisi kami di tengah,” ujar Priyanto.

 

Mengenai permasalahan yang ada, Priyanto minta petani menggugat ke jalur hukum. “Kalau tidak menerima, silahkan sewa lawyer,” pintanya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/