27.1 C
Jakarta
22 November 2024, 2:52 AM WIB

Terjerat Kredit Fiktif, Nasabah LPD Gerokgak Gerudug Kejaksaan

SINGARAJA – Puluhan nasabah di Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Gerokgak, kemarin (22/8) mendatangi Kejaksaan Negeri (Kejari) Buleleng.

Mereka sengaja mendatangi kejaksaan untuk memenuhi undangan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali terkait proses penyelidikan kasus dugaan korupsi yang terjadi di LPD Gerokgak.

Kemarin, tim dari Kejati Bali menggandeng auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Bali, untuk menghitung kerugian negara.

Total ada 15 orang yang dimintai klarifikasi. Mereka terdiri dari pengurus LPD, dan sejumlah nasabah yang diduga dicatut namanya untuk kredit fiktif.

Mereka diminta memberikan klarifikasi, terkait dugaan kerugian negara yang muncul dalam kasus tersebut.

Salah seorang nasabah, Gede Mangku mengaku menjadi korban dari kredit fiktif yang dilakukan oknum pengurus di LPD.

Gede Mangku menyebutkan sertifikat tanah seluas 1,19 hektare miliknya, digunakan oknum pengurus LPD untuk meminjam kredit di BPD Bali Cabang Seririt.

Sertifikat itu dijadikan agunan tanpa sepengetahuan dirinya. Nilai agunan disebut mencapai Rp 500 juta dalam dua tahap peminjaman.

“Pinjaman pertama itu katanya Rp 250 juta, pinjaman kedua lagi Rp 250 juta. Saya baru tahu tanah saya dijadikan agunan, setelah mau disita bank.

Akhirnya bunga bank saya yang bayar, biar tanah saya tidak disita. Sebulan saya bayar Rp 6 juta. Sekarang sudah enam tahun, hitung sendiri saya sudah bayar berapa,” keluhnya.

Mangku mengaku sempat mendatangi LPD untuk menanyakan masalah tersebut. Namun pihaknya tak pernah mendapat penjelasan yang memuaskan dari pengurus.

Ia pun berharap kasus tersebut ditangani dengan serius. Sebab perbuatan yang dilakukan oknum pengurus, membuat keluarganya nyaris kehilangan aset.

Sementara itu Kasi Penuntutan Kejati Bali Wayan Suardi mengatakan, kasus itu sudah ditangani sejka 2018 lalu.

Suardi menyatakan kejaksaan sudah melakukan kajian dan mengumpulkan bukti-bukti yang ada di lapangan.

Hingga kini, disebut sudah ada 20 orang saksi yang diperiksa terkait kasus dugaan korupsi itu.

Menurut Suardi, saat ini kejaksaan tengah menanti hasil penghitungan kerugian negara, sebelum menetapkan tersangka dalam kasus tersebut.

“Kami masih menunggu hasil audit dari BPKP. Ini mutlak kami butuhkan. Makanya hari ini kami undang 15 orang ini, untuk memberikan klarifikasi terkait itu (kerugian negara, Red),” kata Suardi.

Konon Kejati Bali sudah membidik calon tersangka dalam kasus tersebut. Disinggung soal calon tersangka, Suardi enggan menjawab secara gamblang hal itu.

“Masih perlu gelar perkara. Nanti setelah itu baru tahu. Setelah penyidikan selesai, nanti kan kami proses ke tahap penuntutan,” tukasnya.

Sekadar diketahui, nasabah LPD Gerokgak sempat melakukan penarikan besar-besaran alias rush sekitar tahun 2016 silam.

Saat penarikan dana itu, baru diketahui bahwa LPD tak memiliki dana segar. Akibatnya ratusan nasabah tak bisa menarik tabungan mereka.

Hal itu mengundang tanda tanya, mengingat pemeriksaan administrasi menyebut LPD dalam kondisi sehat.

Pihak desa pakraman akhirnya membentuk tim investigasi dan melakukan audit independen dengan menggandeng konsultan audit.

Dari hasil audit itu, diduga dana LPD senilai Rp 2,4 miliar ditilep oleh oknum pengurus dan karyawan LPD setempat. 

 

SINGARAJA – Puluhan nasabah di Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Gerokgak, kemarin (22/8) mendatangi Kejaksaan Negeri (Kejari) Buleleng.

Mereka sengaja mendatangi kejaksaan untuk memenuhi undangan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali terkait proses penyelidikan kasus dugaan korupsi yang terjadi di LPD Gerokgak.

Kemarin, tim dari Kejati Bali menggandeng auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Bali, untuk menghitung kerugian negara.

Total ada 15 orang yang dimintai klarifikasi. Mereka terdiri dari pengurus LPD, dan sejumlah nasabah yang diduga dicatut namanya untuk kredit fiktif.

Mereka diminta memberikan klarifikasi, terkait dugaan kerugian negara yang muncul dalam kasus tersebut.

Salah seorang nasabah, Gede Mangku mengaku menjadi korban dari kredit fiktif yang dilakukan oknum pengurus di LPD.

Gede Mangku menyebutkan sertifikat tanah seluas 1,19 hektare miliknya, digunakan oknum pengurus LPD untuk meminjam kredit di BPD Bali Cabang Seririt.

Sertifikat itu dijadikan agunan tanpa sepengetahuan dirinya. Nilai agunan disebut mencapai Rp 500 juta dalam dua tahap peminjaman.

“Pinjaman pertama itu katanya Rp 250 juta, pinjaman kedua lagi Rp 250 juta. Saya baru tahu tanah saya dijadikan agunan, setelah mau disita bank.

Akhirnya bunga bank saya yang bayar, biar tanah saya tidak disita. Sebulan saya bayar Rp 6 juta. Sekarang sudah enam tahun, hitung sendiri saya sudah bayar berapa,” keluhnya.

Mangku mengaku sempat mendatangi LPD untuk menanyakan masalah tersebut. Namun pihaknya tak pernah mendapat penjelasan yang memuaskan dari pengurus.

Ia pun berharap kasus tersebut ditangani dengan serius. Sebab perbuatan yang dilakukan oknum pengurus, membuat keluarganya nyaris kehilangan aset.

Sementara itu Kasi Penuntutan Kejati Bali Wayan Suardi mengatakan, kasus itu sudah ditangani sejka 2018 lalu.

Suardi menyatakan kejaksaan sudah melakukan kajian dan mengumpulkan bukti-bukti yang ada di lapangan.

Hingga kini, disebut sudah ada 20 orang saksi yang diperiksa terkait kasus dugaan korupsi itu.

Menurut Suardi, saat ini kejaksaan tengah menanti hasil penghitungan kerugian negara, sebelum menetapkan tersangka dalam kasus tersebut.

“Kami masih menunggu hasil audit dari BPKP. Ini mutlak kami butuhkan. Makanya hari ini kami undang 15 orang ini, untuk memberikan klarifikasi terkait itu (kerugian negara, Red),” kata Suardi.

Konon Kejati Bali sudah membidik calon tersangka dalam kasus tersebut. Disinggung soal calon tersangka, Suardi enggan menjawab secara gamblang hal itu.

“Masih perlu gelar perkara. Nanti setelah itu baru tahu. Setelah penyidikan selesai, nanti kan kami proses ke tahap penuntutan,” tukasnya.

Sekadar diketahui, nasabah LPD Gerokgak sempat melakukan penarikan besar-besaran alias rush sekitar tahun 2016 silam.

Saat penarikan dana itu, baru diketahui bahwa LPD tak memiliki dana segar. Akibatnya ratusan nasabah tak bisa menarik tabungan mereka.

Hal itu mengundang tanda tanya, mengingat pemeriksaan administrasi menyebut LPD dalam kondisi sehat.

Pihak desa pakraman akhirnya membentuk tim investigasi dan melakukan audit independen dengan menggandeng konsultan audit.

Dari hasil audit itu, diduga dana LPD senilai Rp 2,4 miliar ditilep oleh oknum pengurus dan karyawan LPD setempat. 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/