25.6 C
Jakarta
14 September 2024, 7:57 AM WIB

Saudagar Merajalela, Pengungsi Minta Dicarikan Pembeli Ternak

RadarBali.com – Bupati Karangasem IGA Mas Sumatri siang kemarin juga mengecek lokasi pengungsian yang ada di Kabupaten Buleleng, seperti di Desa Tembok dan Desa Les.

Bupati Mas melihat secara langsung kondisi warganya, terutama yang menempati tenda pengungsian.

Saat memasuki salah satu tenda pengungsian di Desa Les, Mas dibuat terkejut lantaran banyak bayi berusia kurang dari tiga bulan yang tinggal di dalam tenda.

Ia meminta agar keluarga bayi-bayi itu dicarikan tempat yang lebih layak. Mas juga berjanji akan mengatasi masalah logistik di pengungsian, termasuk yang ada di luar Kabupaten Karangasem.

“Pengungsi di luar kabupaten itu tanggungjawab bersama. Baik kami di Karangasem, maupun yang menerima pengungsi. Nanti kami akan drop logistiknya, provinsi akan drop, termasuk pusat juga,” ujarnya.

Gara-garanya tengkulak yang menyerbu Desa Ban dan Desa Dukuh, membeli ternak dengan harga tidak wajar. Bahkan di bawah harga bibit.

Salah seoran pengungsi asal Desa Ban, Nengah Matri, mengaku terpaksa menjual sapinya seharga Rp 7 juta per ekor. Padahal sapi yang ia pelihara bisa laku seharga Rp 12 juta.

“Saya punya sapi dua ekor, saya jual semuanya. Per ekor Rp 7 juta. Saya rugi besar. Harga bibit saja Rp 8 juta. Terpaksa saya jual, biar ada cucu-cucu saya pakai beli es di pengungsian,” katanya.

Hal serupa juga diungkapkan Wayan Meratih, pengungsi asal Desa Ban. Meratih mengaku memelihara 12 ekor kerbau. Ia terpaksa meninggalkan kerbaunya mengungsi ke Les.

Setiap pagi ia memilih kembali ke desa yang jaraknya satu jam perjalanan menggunakan sepeda motor. Sore harinya, usai menyabit dan memberi pakan kerbau, dia akan kembali ke pengungsian.

Meratih enggan menjual kerbaunya karena harganya terlampau murah. Tengkulak menawar kerbaunya seharga Rp 12 juta. Padahal, kerbaunya bisa laku seharga Rp 16 juta.

“Terpaksa saya tinggalkan. Setiap hari bolak-balik cari rumput. Kalau harganya segitu, saya tidak mau jual. Kalau bisa pemerintah bantu kami mencari pembeli, biar dibeli harga wajar,” pintanya.

Mendengar keluhan itu, Mas Sumatri mengaku telah meminta Dinas Pertanian Karangasem mendata ternak-ternak warga.

“Sudah kami pikirkan dan sudah kami rancang. Sekarang tinggal minta data ke masyarakat. Bila pemerintah bisa membeli, kenapa tidak? Sebab untuk masyarakat juga. Kalau tidak bisa, kami fasilitasi,” tandasnya.

Asal tahu saja, wilayah Kecamatan Tejakula menjadi lokasi pengungsian warga asal Kecamatan Kubu, Karangasem.

Warga dari Desa Ban dan Desa Dukuh, yang masuk dalam zona Kawasan Rawan Bencana (KRB) 3 Gunung Agung, telah diminta mengungsi. (eps/mus)

 

 

 

RadarBali.com – Bupati Karangasem IGA Mas Sumatri siang kemarin juga mengecek lokasi pengungsian yang ada di Kabupaten Buleleng, seperti di Desa Tembok dan Desa Les.

Bupati Mas melihat secara langsung kondisi warganya, terutama yang menempati tenda pengungsian.

Saat memasuki salah satu tenda pengungsian di Desa Les, Mas dibuat terkejut lantaran banyak bayi berusia kurang dari tiga bulan yang tinggal di dalam tenda.

Ia meminta agar keluarga bayi-bayi itu dicarikan tempat yang lebih layak. Mas juga berjanji akan mengatasi masalah logistik di pengungsian, termasuk yang ada di luar Kabupaten Karangasem.

“Pengungsi di luar kabupaten itu tanggungjawab bersama. Baik kami di Karangasem, maupun yang menerima pengungsi. Nanti kami akan drop logistiknya, provinsi akan drop, termasuk pusat juga,” ujarnya.

Gara-garanya tengkulak yang menyerbu Desa Ban dan Desa Dukuh, membeli ternak dengan harga tidak wajar. Bahkan di bawah harga bibit.

Salah seoran pengungsi asal Desa Ban, Nengah Matri, mengaku terpaksa menjual sapinya seharga Rp 7 juta per ekor. Padahal sapi yang ia pelihara bisa laku seharga Rp 12 juta.

“Saya punya sapi dua ekor, saya jual semuanya. Per ekor Rp 7 juta. Saya rugi besar. Harga bibit saja Rp 8 juta. Terpaksa saya jual, biar ada cucu-cucu saya pakai beli es di pengungsian,” katanya.

Hal serupa juga diungkapkan Wayan Meratih, pengungsi asal Desa Ban. Meratih mengaku memelihara 12 ekor kerbau. Ia terpaksa meninggalkan kerbaunya mengungsi ke Les.

Setiap pagi ia memilih kembali ke desa yang jaraknya satu jam perjalanan menggunakan sepeda motor. Sore harinya, usai menyabit dan memberi pakan kerbau, dia akan kembali ke pengungsian.

Meratih enggan menjual kerbaunya karena harganya terlampau murah. Tengkulak menawar kerbaunya seharga Rp 12 juta. Padahal, kerbaunya bisa laku seharga Rp 16 juta.

“Terpaksa saya tinggalkan. Setiap hari bolak-balik cari rumput. Kalau harganya segitu, saya tidak mau jual. Kalau bisa pemerintah bantu kami mencari pembeli, biar dibeli harga wajar,” pintanya.

Mendengar keluhan itu, Mas Sumatri mengaku telah meminta Dinas Pertanian Karangasem mendata ternak-ternak warga.

“Sudah kami pikirkan dan sudah kami rancang. Sekarang tinggal minta data ke masyarakat. Bila pemerintah bisa membeli, kenapa tidak? Sebab untuk masyarakat juga. Kalau tidak bisa, kami fasilitasi,” tandasnya.

Asal tahu saja, wilayah Kecamatan Tejakula menjadi lokasi pengungsian warga asal Kecamatan Kubu, Karangasem.

Warga dari Desa Ban dan Desa Dukuh, yang masuk dalam zona Kawasan Rawan Bencana (KRB) 3 Gunung Agung, telah diminta mengungsi. (eps/mus)

 

 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/