PAKET AGUNG – Penyuluh Bahasa Bali di Kabupaten Buleleng, mengidentifikasi belasan lontar milik keluarga dalang yang tinggal di Kelurahan Paket Agung.
Selama ini lontar-lontar itu hanya disimpan keluarga tanpa pernah diketahui isinya. Lantaran minim perawatan, kini lontar mengalami kerusakan.
Proses identifikasi itu dilakukan di Pura Kawitan Pasek Celagi, Kelurahan Paket Agung. Total ada 15 cakep lontar yang berhasil diidentifikasi oleh tim konservasi penyuluh.
Belasan lontar itu banyak berisi tentang kekawin dan penolak bala.
Belasan lontar itu disimpan oleh Ketut Pasek Manis, 50, warga Lingkungan Paketan Kelurahan Paket Agung. Lontar-lontar itu diwariskan dari leluhurnya yang bernama Jro Dalang Ketut Pasek.
Selama ini belasan cakep lontar itu hanya disimpan begitu saja di rumah. Perawatan yang minim menyebabkan lontar mengalami kerusakan di beberapa bagian.
Dulunya lontar itu disimpan dalam wadah sokasi. Saat atap rumah yang dihuni Pasek Manis bocor, wadah itu pun sempat terkena rembesan air. Hal itu makin memperparah kerusakan lontar.
“Saya menikah 30 tahun lalu, dan seingat saya lontar-lontar ini sudah ada waktu itu. Beberapa ada yang disimpan dalam wadah sokasi, ditaruh di atas.
Beberapa ada yang disimpan dalam peti, diletakkan di bawah,” kata Nyoman Sutermi, istri dari Ketut Pasek Manis.
Sutermi menuturkan, saat bertemu dengan salah seorang penyuluh Bahasa Bali, ia menyampaikan keinginan agar lontar warisan keluarga bisa dipelihara dengan baik. S
elain itu agar keluarga juga mengetahui fungsi lontar-lontar tersebut. “Ini kan warisan keluarga. Inginnya biar tetap terjaga. Kalau boleh tahu isinya, biar keluarga sekadar tahu itu lontar apa sih. Kalau mau belajar, rasanya jauh sekali,” imbuhnya.
Ketua Tim Konservasi Lontar, Ida Bagus Ari Wijaya mengatakan, lontar yang ditemukan di Kelurahan Paket Agung kondisinya memang memprihatinkan.
Debu halus sudah menutupi permukaan naskah, sehingga membutuhkan proses pembersihan yang ekstra.
Sejumlah lontar yang ditemukan, adalah lontar yang berkaitan dengan kekawin, wariga atau hari baik, serta tetulak agung yang biasanya berisi tata cara menolak ilmu hitam.
Bila merunut sejarah leluhur dari pemilik lontar, Ari meyakini ada kaitan lontar-lontar itu dengan profesi yang dulu dijalini pemilik lontar.
“Dalang itu kan harus mahir kakawin. Mereka juga harus paham hari baik. Termasuk harus bisa memproteksi diri saat mementaskan wayang kulit. Jadi ada benang merahnya,” kata Ari.
Hingga kini tim konservasi telah melakukan identifikasi lontar milik masyarakat di 15 titik. Mencakup Kecamatan Kubutambahan, Sawan, Sukasada, Buleleng, Banjar, dan Seririt.
Diperkirakan ada sekitar 3.000 cakep lontar yang disimpan oleh masyarakat.