SINGARAJA – Tunggakan biaya pengobatan masyarakat di RSUD Buleleng melambung tajam. Pada tahun buku 2020 lalu, RSUD Buleleng mencatat ada piutang atau tunggakan biaya pengobatan masyarakat senilai Rp 2 miliar.
Tunggakan itu berasal dari pasien-pasien tidak mampu yang membutuhkan pengobatan di RSUD Buleleng.
Dirut RSUD Buleleng dr. Putu Arya Nugraha, Sp.PD mengatakan,tunggakan itu memang meningkat tajam hingga tiga kali lipat. Pada tahun 2019lalu, disebut mencapai sekitar Rp 600 juta.
Pada tahun-tahun sebelumnya, angka piutang itu tak pernah mencapai angka Rp 700 juta. Sementara pada tahun ini,angka piutang langsung melonjak menjadi Rp 2 miliar.
Arya menyebut salah satu faktor penyebabnya ialah pandemicovid-19. Banyak masyarakat yang diputus jaminan kesehatannya.
Satu-satunya cara, masyarakat harus mengajukan penangguhan pembayaran pada manajemen rumah sakit.
“Saat covid, banyak yang dirumahkan. Jaminan kesehatan tidak dilanjutkan perusahaannya. Melanjutkan secara mandiri, belum mampu.
Sementara mereka butuh perawatan bahkan operasi. Dalam kondisi begini kan kami tidak bisa memaksa mereka bayar. Konsekuensinya memang piutangnya membengkak jadi Rp 2 miliar untuk tahun lalu,” kata Arya.
Dengan nilai piutang yang cukup tinggi itu, Arya mengaku manajemen masih bisa menjalankan rumah sakit. Meski kini kondisi keuangan RSUD Buleleng sebenarnya tengah babak belur.
Rencananya dalam waktu dekat ini manajemen rumah sakit akan mengusulkan piutang itu untuk diputihkan. Sehingga masyarakat yang benar-benar tidak mampu, tak terbebani dengan biaya pengobatan.
“Kami di RSUD ini kan harus melihat unsur kemanusiaan juga, karena kami rumah sakit daerah milik pemerintah.
Informasi terakhir, rencananya akan digali potensi dari CSR untuk menutup piutang. Bagi kami ini solusi yang cukup bagus. Mudah-mudahan bisa terealisasi,” kata Arya.
Sementara itu, Ketua DPRD Buleleng Gede Supriatana mengatakan, sejak awal lembaga legislative sudah mendorong agar pemerintah daerah memang dana talangan di RSUD Buleleng.
Dana bisa digunakan untuk membantu masyarakat miskin, sekaligus mencegah jebolnya keuangan RSUD. Karena banyaknya masyarakat tidak mampu yang membutuhkan biaya pengobatan.
“Tapi eksekutif kan bilang belum bisa memasang, karena nomenklaturnya tidak ada. Kami sangat bersyukurmanajemen rumah sakit
masih mau melayani masyarakat yang kurang mampu. Mudah-mudahanpiutang itu bisa diputihkan, biar masyarakat tidak terbebani,” tukas Supriatna.