NEGARA – Setelah penahanan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Nengah Alit, langsung memberhentikan sementara dari jabatannya.
Sekretaris Dinas Anak Agung Ngurah Mahadikara Sadhaka ditunjuk sebagai pelaksana tugas (Plt) selama proses hukum berjalan hingga berkekuatan hukum tetap.
Bupati Jembrana I Nengah Tamba mengatakan, sudah mendapat laporan mengenai penetapan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Nengah Alit
sebagai tersangka dan menjalani penahanan, sehingga langsung menunjuk Plt untuk mengisi kekosongan jabatan kepala dinas.
“Sudah saya tandatangani penunjukan Plt,” ujar Bupati Tamba. Penunjukan Sekdis AA Ngurah Mahadikara Sadhaka sebagai Plt karena menilai sudah memahami tugas dari kepala dinas.
Sehingga, program kerja dari dinas tidak terhambat. Mengenai status Nengah Alit, bupati mengaku akan mengikuti aturan yang berlaku
mengenai aparatur sipil negara yang ditahan karena diduga melakukan korupsi. “Jabatan paling dekat sekretaris dinas,” ungkap Bupati Tamba.
Diberitakan sebelumnya, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jembrana Nengah Alit ditahan Kejari Jembrana, Rabu (23/6) lalu.
Alit ditahan karena diduga melakukan tindak pidana korupsi pengadaan rumbing atau hiasan kepala rumbing kerbau makepung tahun anggaran 2018 dengan nilai kerugian negara mencapai Rp 200 juta. Selain Alit, Kejari Jembrana juga menahan seorang wiraswasta yang diduga sebagai perantara kasus tersebut.
Dua tersangka diduga melakukan korupsi pengadaan rumbing anggaran dari dana alokasi umum (DAU) bantuan keuangan pajak hotel restoran (PHR) Kabupaten Badung tahun 2018.
Kedua tersangka memiliki peran berbeda dalam kasus korupsi ini. Tersangka Nengah Alit yang menjabat sebagai kepala dinas pariwisata dan kebudayaan yang melakukan pengadaan rumbing.
Sedangkan tersangka I Ketut Kurnia Artawan, pihak ketiga yang berperan sebagai perantara. Pengadaan tidak sesuai dengan kontrak kerja.
Pengadaan rumbing tersebut anggarannya sebesar Rp 300 juta, akan tetapi pengadaan tidak sesuai dengan kontrak kerja.
Anggaran tersebut semestinya digunakan untuk pengadaan barang, akan tetapi hanya melakukan perbaikan barang yang sudah ada.
Kerugian negara dari tindak pidana korupsi tersebut sebesar 200 juta lebih. Karena berdasar pemeriksaan keuangan dari badan pengawasan keuangan dan pembangunan (BPKP), perbaikan rumbing hanya menghabiskan Rp 12 juta.
Sedangkan dalam perjanjian kerja anggaran sebesar Rp 300 juta semestinya untuk pengadaan barang, bukan hanya perbaikan.
Dua orang tersangka diduga bersama sama melakukan tindak pidana korupsi sehingga dijerat dengan pasal 2 undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.