SINGARAJA – Desa Adat Kubutambahan akhirnya melangsungkan paruman desa, kemarin (27/2).
Paruman itu digelar sebagai buntut desakan Komite Penyelamat Aset Desa Adat (Kompada) Kubutambahan yang disampaikan pada DPRD Buleleng dan Majelis Desa Adat (MDA) Buleleng Desember lalu.
Paruman itu masih terkait dengan pengelolaan tanah duwen pura yang konon dikontrakkan hingga batas waktu yang tidak terbatas.
Paruman itu digelar di Pura Bale Agung Desa Adat Kubutambahan, Sabtu (27/2) pagi. Proses paruman itu mendapat pengawalan ketat dari Pecalang Desa Adat Kubutambahan.
Selain itu ada satu peleton personil Satuan Sabhara Polres Buleleng yang juga mengawal proses jalannya paruman.
Dalam proses paruman itu, hanya krama desa linggih saja yang diizinkan masuk ke areal jeroan pura, tempat berlangsungnya paruman.
Sebenarnya dalam paruman itu, desa adat juga mengundang para kelian dadia. Tiba-tiba undangan bagi para kelian dadia dibatalkan, dengan alasan penerapan protokol kesehatan.
Sayangnya pembatalan undangan itu tak disampaikan pada para kelian dadia. Akibatnya ada sejumlah perwakilan dadia yang balik kanan, karena tak diizinkan masuk ke areal paruman.
Salah satunya adalah Ketut Budiada, perwakilan dari Dadia Arya Kebon Tubuh Desa Adat Kubutambahan.
Ia mengaku dadia mendapat undangan pada Kamis (25/2) lalu. Sehingga pihak dadia mengutus dirinya menghadiri paruman.
Namun, saat Ketut Budiada datang ke Pura Bale Agung pagi kemarin, ia dilarang masuk oleh pecalang.
“Ya, jelas saya kecewa. Karena pembatalan itu tidak disampaikan. Karena kami diundang resmi lewat surat, makanya datang.
Kalau tidak, ya tidak mungkin hadir. Kalau saya sih tidak ada kepentingan apa pun. Hanya sebatas jadi pendengar saja,” ujar Budiada.
Awak media sendiri tidak bisa mendekat ke areal paruman. Hanya bisa menanti dari Wantilan Pura Bale Agung.