Masyarakat Bali dan Umat Hindu kembali berduka.
Sosok pelantun Puja Trisandya Ida Pedanda Gede Made Tembau dari Gria Kulon, Desa Aan, Kecamatan Banjarangkan Klungkung Selasa (28/5) sekitar pukul 19.00 berpulang.
Cerita mistis sekaligus menyentuh hati pun beredar pascawafatnya sosok yang dikenal dari lantunan puja Trisandya di seluruh stasiun televise dan radio.
DEWA AYU PITRI ARISANTI, Klungkung
Suasana duka sangat terasa terutamanya pada keluarga inti Ida Pedanda Gede Made Tembau. Sosok pendeta atau sulinggih yang juga pelantun mantra suci Puja Trisandya yang merdu dan selalu disiarkan di televise dan radio setiap pukul 06.00, 12.00, dan 18.00 kini telah tiada
Pedanda yang saat welaka bernama Ida Bagus Gede Diksa itu, telah lebar diusianya yang ke-74.
Ida Pedanda Gede Made Tembau wafat dalam perawatan di RS Bali Med Denpasar, Selasa (28/5) sekitar pukul 19.00.
Sang istri, Ida Pedanda Istri Oka, 68, yang ditemui di rumah duka tampak duduk di sisi timur gedong tempat Ida Pedanda disemayamkan dengan wajah yang murung.
Begitu juga dengan anak bungsu beliau, Ida Bagus Wibawa Adnyana yang saat berbicara terdengar suara khas orang yang habis menangis dengan mata yang sembab.
Hanya saja belum banyak warga yang tampak di Griya tersebut.
Persiapan membuat sarana upacara pun tidak terlihat di kediaman Ida Pedanda.
Sejumlah warga yang diketahui keluarga dekat itu hanya tampak duduk-duduk di sekitar gedong.
Pasalnya keluarga besar Ida Pedanda sedang berada di kediaman kerabat yang lainnya lantaran ada prosesi upacara tiga harian setelah menggelar pelebon atau kremasi.
Itu juga yang menyebabkan pihak keluarga pagi itu belum ke Griya Gede, Desa Aan untuk menanyakan kepada Ida Pedanda Gede Putra Tembau yang merupakan kakak kandung dan juga guru nabe almarhum terkait prosesi selanjutnya yang harus ditempuh setelah Ida Pedanda Made Tembau meninggal dunia.
“Karena beliau masih muput upacara tersebut,” terang Adnyana.
Meski masih tampak sangat berduka atas meninggalnya sang ayah, Adnyana menuturkan, Ida Pedande Gede Made Tembau dirawat di RS Bali Med selama tiga hari.
Beliau dilarikan ke RS tersebut lantaran mengeluh perut kembung sehingga langsung diambil tingkatan di ICU RS Bali Med.
Dua hari dalam perawatan di ICU, kondisi Ida Pedande mulai membaik.
Bahkan dengan kondisi Ida Pedanda saat itu, akhirnya beliau dipindahkan ke ruang perawatan sekitar pukul 17.00. “Hanya saja pukul 22.00, kondisi Ida kembali drop,” ungkapnya.
Atas kondisinya tersebut, ia dan anggota keluarga yang lainnya diminta ikut rapat oleh pihak dokter untuk membicarakan kondisi terakhir Ida Pedanda, Selasa (28/5). Adapun dalam rapat tersebut diungkapkan, kanker kandung kemih stadium IV yang diderita Ida Pedanda sudah menyebar.
Tidak hanya menyebar ke bagian usus dan hati, terakhir diketahui sudah menyebar di organ pernafasannya.
“Kata dokter, sudah tidak ada yang bisa dilakukan dengan kondisi Ida saat itu. Karena kondisinya sudah drop sekali. Kecuali ketika membaik, bisa dilakukan kemoterapi,” katanya.
Namun sekitar pukul 19.00, Ida Pedanda dinyatakan meninggal dunia. Ia yang pada saat itu sedang perjalanan pulang pun kembali berbalik menuju rumah sakit.
“Waktu itu saya sudah di Pantai Lepang dengan istri dan ibu. Kakak saya menelepon kalau jantung Ida tidak berdetak. Jadi saya langsung balik,” bebernya.
Adapun layon atau jenazah Ida Pedanda Gede Made Tembau tiba di Gria Kulon sekitar pukul 24.00.
Menurutnya tidak ada pesan-pesan terakhir yang diutarakan beliau kepada keluarga. Dalam masa-masa berjuang melawan kankernya tersebut, ia kerap mendengar Ida Pedanda melantunkan mantra-mantra puja. Hanya saja mantra yang diucapkannya sudah tidak terdengar jelas lantaran kondisi kesehatannya yang menurun.
“Mungkin beliau sudah mengikhlaskan diri. Hanya ada satu impian beliau yang belum terwujud, yakni mengajarkan anak-anak termasuk kami memperdalam ajaran agama,” terang Kepala Sub Bagian Tata Usaha UPTD Museum Semarajaya Klungkung itu.