SAWAN – Tim peneliti dari Balai Arkeologi Bali dan Universitas Udayana, kembali melakukan proses identifikasi prasasti.
Setelah tuntas melakukan identifikasi prasasti di Pura Desa Pakraman Klandis, kemarin (28/3) tim peneliti melakukan identifikasi terhadap prasasti-prasasti yang ada di Desa Sawan, Kecamatan Sawan.
Prasasti tersebut disimpan di Pura Dadia Pasek Kamasan, yang terletak di Banjar Dinas Brahmana, Desa Sawan.
Prasasti itu merupakan warisan turun temurun dari para leluhur. Kini prasasti itu dijadikan semacam pusaka oleh keluarga besar.
Total ada 17 keping prasasti yang diidentifikasi. Belasan prasasti yang terbuat dari kepingan tembaga itu, dikelompokkan menjadi tiga bagian.
Masing-masing disebut Prasasti Sawan A, Prasasti Sawan B, dan Prasasti Sawan C. Seluruhnya ditulis dalam aksara Jawa Kuna.
Peneliti dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana, I Gusti Ngurah Tara Wiguna mengatakan, ketiga prasasti itu berasal dari masa yang berbeda.
Prasasti Sawan A berasal dari tahun 897 Caka dan Prasasti Sawan B berasal dari tahun 980 Caka. Kedua prasasti itu dikeluarkan oleh Raja Bali Dwi Mandala yakni Anak Wungsu.
Sementara Prasasti Sawan C, berasal dari tahun 1020 Caka yang dikeluarkan oleh Raja Sakalindu Kirana.
“Isi ketiganya itu sama. Permintaan pengurangan pajak dari masyarakat, yang disetujui oleh raja. Jadi ada yang dikurangi ada yang dibebaskan,” kata Tara Wiguna.
Uniknya dalam tiga prasasti tersebut, sama sekali tak disebutkan nama Desa Sawan. Sebaliknya dalam prasasti disebutkan nama Desa Harangan serta nama Desa Sukapura.
Kedua desa itu masih belum diketahui keberadaannya. Sementara itu Pemangku Dadia Kawitan Pasek Gelgel Kamasan, Putu Widiasa mengatakan, prasasti itu selama ini hanya disimpan begitu saja di Gedong Simpen.
Biasanya prasasti itu baru diturunkan pada Buda Umanis Perangbakat, saat piodalan di pura. Saat itu prasasti hanya dibersihkan dan diupacarai.
“Terus terang kami tidak tahu apa isinya. Hurufnya itu juga kami tidak paham. Sekarang ada tim dari arkeologi yang datang kemari, tentu kami sangat berharap bisa dijelaskan seperti apa isinya,” kata Widiasa.
Secara sepintas, jika disebutkan isinya berkaitan dengan pajak, ia menduga itu berkaitan dengan profesi para leluhurnya. Sebab di dadia tersebut sejumlah warga secara keturunan berprofesi sebagai petugas pujak.
“Mungkin jaman dulu leluhur saya begitu (jadi petugas pajak, Red) ya. Kakek saya dulu bertugas di sedahan agung, orang tua saya di pajak, saya juga sekarang tugas di bagian pajak,” imbuhnya.