AMLAPURA—Puncak Karya Agung Melaspas, Sri Gana, Nubung Daging dan Pedususan Alit di Pura Puseh Abiansoan, Banjar adat Abiansoan, Bungaya Kangin, Bebandem, Karangasem digelar Kamis (30/5) kemarin.
Pada puncak karya dilakukan prosesi utama dengan dipuput Sulinggih Siwa-Budha. Selama ini untuk karya besar di Bali, selaian Sarwa Sadaka, karya juga selalu dipuput sulinggih Siwa-Buda.
Puncak karya kemarin dipuput Ida Padanda Nyoman Jelantik dari Geria Dauh Pasar, Budekeling sebagai sulinggih Budha.
Sedangkan sulinggih Siwa dipuput Ida Padanda Nyoman Karang Manuaba dari Geria Kecicang, Bungaya, Bebandem.
Selaian itu karya ini juga dipuput Ida Pedanda Tamu dari Geria Kawan, Bungaya.
Karya ini sendiri baru bisa dilaksanakan tahun 2019 ini. Sebelumnya sempat ada namun sebagian besar warga Abiansoan sudah tidak ingat.
Diperkirakan karya sebelumnya dilaksanakan mendekati 100 tahun lalu.
Sementara itu kedepanya karya seperti ini kemungkinan baru bisa dilaksanakan 50 tahun mendatang. Karena itu karya ini merupakan kesempatan emas buat generasi muda banjar adat Abiansoan dan krama yang ada untuk ngayah kepada Ida Bathara. Karena momen dan kesempatan seperti ini jarang terjadi.
Karena itu hampir sejak sebulan persiapan sudah dilakukan. Semua kerama nampak antusias untuk ngaturang ayah. Setiap hari selalu saja ada kerama yang ngayah di Pura untuk persiapan upacara.
Sebelum puncak Karya juga dilakukan upacara Mepepada. Eedan Memepada ini juga sangat penting dalam kaitanya dengan karya kali ini.
Tujuan memepada sendiri adalah membersihkan semua hewan kurban yang akan dijadikan sarana upacara atau di korbankan saar puncak karya nanti.
Upacara Mepepada sendiri dilakukan Selasa lalu dengan dipuput Ida Pedanda Nyoman Karang dari Geria Kecicang.
“Ini merupakan karya besar yang langka dilakukan,” ujar Ketua Panpel Karya I Made Suardana.
Dirinya juga mengaku salut dengan kerama yang begitu antusias ngaturang ayah.
Sementara sarana upacara menggunakan korban berupa anjing anjing belang bungkem, angsa, itik, penyu,maupun sarana binatang lainya yang akan dipergunakan pada saat puncak karya.
Usai mepepada binatang atau hewan korban tersebut langsung dibawa ke balai banjar.
Selain untuk menyucikan hewan tersebut, juga untuk mendoakan agar hewan yang dipergunakan sebagai sarana korban tersebut bisa meningkat dalam kehidupan yang akan datang.
“Tidak lagi jadi binatang namun menjadi yang lebih baik seperti manusia,” ujar Suardana.
Upacara ini sendiri dilakukan secara gotong royong, baik pengerjaan maupun biayanya. Diantaranya setiap krama kena urunan.
Pura Puseh Abiansoan sendiri di empon 270 KK.