DENPASAR – Ada fakta penting di balik polemik warga negara asing (WNA) memiliki KTP hingga masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT) pemilu 2019.
Selama ini, dibandingkan provinsi lain di Indonesia, Bali ternyata paling banyak menerima pengajuan perubahan status kewarganegaraan dari WNA menjadi WNI.
Data yang didapat Jawa Pos Radar Bali, selama sepuluh tahun terakhir di Bali ada 119 orang WNA yang menjadi WNI.
Rinciannya, sebanyak 35 orang WNA menjadi WNI melalui proses naturalisasi, dan 84 orang lainnya menjadi WNI karena salah satu orang tuanya adalah orang Indonesia atau lazim disebut kawin campur.
Perubahan status WNI berdasar proses naturalisasi sesuai Pasal 8 UU Nomor 12/2006 tentang Kewarganegaraan.
Sedangkan berdasar perkawinan campuran diatur dalam Pasal 19 undang-undang yang sama. Alasan WNA menjadi WNI cukup beragam.
Menurut Kepala Divisi Pelayanan Hukum Kanwil Hukum dan HAM Bali Sutirah, pada umumnya mereka ingin menjadi WNI karena rata-rata sudah nyaman tinggal di Bali atau sudah punya istri/suami dari Bali.
Selain itu, ada juga yang ingin membuka lapangan pekerjaan karena sudah memiliki usaha di Bali. Sampai saat ini lebih banyak pengajuan hasil kawin campur daripada naturalisasi.
Setelah di sumpah menjadi WNI, mereka memiliki hak yang sama dengan orang Indonesia asli. Semua yang dimiliki di luar negeri administrasi kependudukan harus ditinggalkan.
Termasuk pemilu berhak mencoblos. Dari pengajuan yang ada, paling banyak datang dari WNA yang tinggal di Gianyar dan Badung.
Gianyar dan Badung merupakan pusat pariwisata di Bali. Saat ini juga sudah ada WNA yang dalam antrean mengambil sumpah menjadi WNI. Salah satunya WNA asal Italia.
“Sebelumnya saya bertugas di Jambi, belum pernah ada WNA mengajukan WNI. Tapi, selama dua tahun di Bali sudah banyak sekali yang mengajukan,” pungkasnya.