28.4 C
Jakarta
30 April 2024, 6:19 AM WIB

15,6 Juta Warga Berhenti Jadi Petani, Ini Curhat Dekan Pertanian Unud…

DENPASAR – Indonesia sebagai negara agraris tentu memiliki potensi yang besar dalam sektor pertanian. Potensi yang besar ini tentu memiliki tantangan yang juga begitu besar.

Dekan Fakultas Pertanian Udayana Prof Dr Ir I Nyoman Rai memaparkan persoalan dan tantangan tersebut dalam acara Jambore Petani Muda 3 PT. Petrokimia Gresik di Kampus Udayana, Denpasar, Jumat (27/9).

“Permasalahannya sangat kompleks. Dari persoalan persepsi, kebijakan hingga teknis operasional,” ujar Prof Nyoman Rai.

Dijelaskannya, dalam persoalan persepsi, masih banyak masyarakat dan pemerintah belum memberikan apresiasi yang baik dibidang pertanian di Indonesia. 

Akibatnya, tidak ada ketertarikan bagi generasi muda untuk menjadi petani. Kebijakan anggaran baik dari APBD Pemprov Bali dan APBD kabupaten/kota se-Bali pun masih minim.

“APBD untuk sektor pertanian malah dibawah 1 persen di Bali. Bagaimana mau memajukan pertanian?” singgungnya.

Begitu juga terkait teknis operasional. Disebutkan, banyak penelitian yang dilakukan oleh peneliti di Indonesia, namun yang bisa digunakan oleh petani kurang.

“Mereka lebih senang menggunakan tamatan luar negeri dalam kerja-kerja teknis operasional,” herannya.
Persoalan lainnya yang tak kalah penting adalah soal alih fungsi lahan. “Bangsa ini memiliki potensi yang besar. Negara kaya raya dengan geografinya.

Iklim variasi dan kesuburan tanah yang luar biasa. Semestinya bangsa ini dapat dibangun dari industri pertanian. Yang terjadi justru tidak bisa begitu. Padahal, kita ini negara agraris,” ujarnya.

Prof Nyoman Rai berharap, untuk di Bali kedepan, dengan potensi dunia pariwisata yang dimiliki, dapat diintegrasikan nantinya antara pertanian dengan pariwisata.

“Ini pasti akan menjadi luar biasa,” ujarnya. Masih berkaitan dengan sektor pertanian, Direktur Produksi PT Petrokimia Gresik I Ketut Rusnaya juga mamaparkan tantangan memang tidak ringan kedepannya.

“Yang berat adalah menghadapi penurunan jumlah petani,” ujarnya. Berdasar sensus pertanian yang disampaikan BPS (data 2013), dalam 10 tahun terakhir jumlah Rumah Tangga Petani turun 20 persen atau hilang sebesar 15,6 juta.

Sementara itu, setiap tahun jumlah pertumbuhan penduduk Indonesia akan terus meningkat  yang akan berdampak pada kebutuhan pangan nasional.

Di Bali, rata-rata produksi beras di Bali per tahun mencapai 525 ribu ton, melebih kebutuhan rata-rata yang hanya 450 ribu ton.

“Sekian juta ton dibutuhkan dan itu yang harus di garap,” ujarnya. “Semoga kedepan banyak petani muda yang kreatif dan menjadikan dunia pertanian lebih menarik,” tutupnya. 

DENPASAR – Indonesia sebagai negara agraris tentu memiliki potensi yang besar dalam sektor pertanian. Potensi yang besar ini tentu memiliki tantangan yang juga begitu besar.

Dekan Fakultas Pertanian Udayana Prof Dr Ir I Nyoman Rai memaparkan persoalan dan tantangan tersebut dalam acara Jambore Petani Muda 3 PT. Petrokimia Gresik di Kampus Udayana, Denpasar, Jumat (27/9).

“Permasalahannya sangat kompleks. Dari persoalan persepsi, kebijakan hingga teknis operasional,” ujar Prof Nyoman Rai.

Dijelaskannya, dalam persoalan persepsi, masih banyak masyarakat dan pemerintah belum memberikan apresiasi yang baik dibidang pertanian di Indonesia. 

Akibatnya, tidak ada ketertarikan bagi generasi muda untuk menjadi petani. Kebijakan anggaran baik dari APBD Pemprov Bali dan APBD kabupaten/kota se-Bali pun masih minim.

“APBD untuk sektor pertanian malah dibawah 1 persen di Bali. Bagaimana mau memajukan pertanian?” singgungnya.

Begitu juga terkait teknis operasional. Disebutkan, banyak penelitian yang dilakukan oleh peneliti di Indonesia, namun yang bisa digunakan oleh petani kurang.

“Mereka lebih senang menggunakan tamatan luar negeri dalam kerja-kerja teknis operasional,” herannya.
Persoalan lainnya yang tak kalah penting adalah soal alih fungsi lahan. “Bangsa ini memiliki potensi yang besar. Negara kaya raya dengan geografinya.

Iklim variasi dan kesuburan tanah yang luar biasa. Semestinya bangsa ini dapat dibangun dari industri pertanian. Yang terjadi justru tidak bisa begitu. Padahal, kita ini negara agraris,” ujarnya.

Prof Nyoman Rai berharap, untuk di Bali kedepan, dengan potensi dunia pariwisata yang dimiliki, dapat diintegrasikan nantinya antara pertanian dengan pariwisata.

“Ini pasti akan menjadi luar biasa,” ujarnya. Masih berkaitan dengan sektor pertanian, Direktur Produksi PT Petrokimia Gresik I Ketut Rusnaya juga mamaparkan tantangan memang tidak ringan kedepannya.

“Yang berat adalah menghadapi penurunan jumlah petani,” ujarnya. Berdasar sensus pertanian yang disampaikan BPS (data 2013), dalam 10 tahun terakhir jumlah Rumah Tangga Petani turun 20 persen atau hilang sebesar 15,6 juta.

Sementara itu, setiap tahun jumlah pertumbuhan penduduk Indonesia akan terus meningkat  yang akan berdampak pada kebutuhan pangan nasional.

Di Bali, rata-rata produksi beras di Bali per tahun mencapai 525 ribu ton, melebih kebutuhan rata-rata yang hanya 450 ribu ton.

“Sekian juta ton dibutuhkan dan itu yang harus di garap,” ujarnya. “Semoga kedepan banyak petani muda yang kreatif dan menjadikan dunia pertanian lebih menarik,” tutupnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/