28.4 C
Jakarta
30 April 2024, 6:06 AM WIB

BMTA Bidik Potensi Wisata Medis

DENPASAR, Radar Bali –  Medical Tourism (MT) atau wisata medis menjadi salah satu bentuk diversifikasi pariwisata. Secara umum, MT diartikan sebagai perjalanan seseorang dari satu daerah ke daerah lain dalam satu negara atau dari satu negara ke negara lain. Tujuannya untuk mencari pengobatan saat berlibur, ataupun secara khusus datang untuk tujuan pengobatan.

MT menjadi penting karena memiliki potensi sangat besar. Kemudian medical tourists di negara maju juga cenderung mencari pengobatan ke luar negaranya. Salah satu alasannya, karena waktu tunggu yang lama untuk tindakan tertentu. Serta mahalnya biaya tindakan di negara asalnya. Hal ini, tentu membuka peluang bagi negara-negara berkembang termasuk Indonesia khususnya Bali untuk melayani kebutuhan pasar.

Hal itu disampaikan dr. Gede Wiryana Patra Jaya, M.Kes, Ketua Bali Medical Tourism Association (BMTA). Menurutnya, MT menjadi salah satu program yang direncanakan pemerintah dan diatur dalam Permenkes 76 tahun 2015. Bali dikenal sebagai destinasi wisata dengan pariwisata alam dan budaya. 

Sehingga dengan wisata medis ini, tidak saja untuk mencegah keluarnya devisa karena banyak masyarakat Indonesia berobat ke luar negeri. “Tetapi justru akan mendatangkan devisa bagi negara, dengan masuknya turis medis baik domestik maupun internasional,” ujarnya di Denpasar, Selasa 29 Juni 2021. 

Dr. Ida Ayu Oka Purnamawati, SS. MM sebagai Sekertaris BMTA mengamini hal ini. Lanjutnya, Bali  yang telah memiliki beberapa rumah sakit berstandar internasional. Peralatan medis yang mendukung, tenaga medis dan paramedis yang kompeten, serta layanan unggulan yang memang dicari sangat kompeten untuk wisata medis ini.

Di samping itu, banyak objek dan atraksi wisata yang bisa dinikmati turis medis selama atau setelah pengobatan. Sementara itu,  I Putu Deddy Suhartawan, B. Bus (Mktg&Mgt), CBM yang juga Sekretaris BMTA, mengatakan bahwa dibentuknya asosiasi ini adalah untuk menaungi rumah sakit-rumah sakit yang telah melayani pasien-pasien MT.

Asosiasi yang dibidani oleh PERSI Provinsi Bali ini, juga akan menjalin kerja sama di bidang pengembangan teknologi kesehatan, pengembangan skills dan kompetensi petugas medis, sehingga Bali mampu menjadi destinasi MT bagi wisatawan domestik maupun internasional. 

Dengan bergabungnya BMTA yang secara resmi menjadi bagian dari Bali Tourism Board (BTB). Diharapkan rumah sakit-rumah sakit di Bali, dapat bersama-sama mempromosikan Bali sebagai destinasi medical tourism. “Sehingga optimisme pariwisata Indonesia, melalui wisata medis, untuk program Bali bangkit dapat terwujud,” ungkap Ida Bagus Agung Partha Adnyana, Ketua Bali Tourism Board.

Anggota BMTA saat ini, berisi sekitar 17 rumah sakit negeri dan swasta di Bali. Di antaranya RSUP Sanglah, RSU Bali Mandara, RS Mata Bali Mandara, RSPTN Unud, Bros, dan Siloam. Asosiasi ini terbentuk sejak 14 Februari 2020 dan diinisiasi oleh RSUP Sanglah, Bali Royal Hospital, dan Dental 911.

Asosiasi ini kemudian bernaung di bawah Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Wilayah Bali dengan penambahan beberapa anggota. Selanjutnya diresmikan dan bergabung menjadi anggota di Bali Tourism Board (BTB) pada Selasa, 29 Juni 2021. BMTA merupakan asosiasi yang bernaung di bawah PERSI Bali dan mempunyai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD-ART) serta Surat Keputusan Keanggotaan BMTA.

Untuk saat ini, BMTA belum berafiliasi dengan asosiasi sejenis. Tetapi ke depan direncanakan dalam program kerja BMTA jangka pendek, menengah, dan panjang. “Dengan bergabungnya BMTA yang secara resmi menjadi bagian dari Bali Tourism Board (BTB), diharapkan rumah sakit-rumah sakit di Bali dapat bersama-sama mempromosikan Bali sebagai destinasi medical tourism. Sehingga optimisme pariwisata Indonesia melalui wisata medis untuk program Bali bangkit dapat terwujud,” jelas Gus Agung.

Call centre 24 jam merupakan jangka pendek untuk menerima dan memberi informasi kepada pasien MT. Merujuknya ke rumah sakit anggota BMTA sesuai dengan layanan unggulan yang dimiliki. Memetakan, melakukan assessment dan memberikan pembinaan kepada rumah sakit-rumah sakit anggota BMTA agar memiliki standar sama dalam melayani pasien MT.

Untuk menjadi anggota BMTA dipersyaratkan izin operasional resmi baik RS ataupun klinik. Sekaligus memenuhi persyaratan teknis dan operasional untuk melayani pasien-pasien MT. Di antaranya RS atau klinik yang terakreditasi nasional paripurna dengan layanan unggulan, punya tim layanan khusus MT (alarm centre 24 jam) sekaligus fsilitas penunjang MT ruang tunggu  dan pendaftaran khusus, ruang rawat inap , dan lain sebagainya.

Asuransi pelayanan kesehatan dan dokter (malpractice insurance), dokter,  paramedis,  front liners dan PIC MT  mampu berbahasa asing minimal Inggris. Serta berkomunikasi dengan baik secara verbal dan tertulis. Kepala Bank Indonesia Provinsi Bali, Trisno Nugroho, sangat mengapresiasi ide wisata medis ini. 

“Ini ceruk yang bagus untuk pariwisata dan membuat nyaman wisman. Apalagi seperti masa Covid-19 ini, kesehatan menjadi nomor satu,” katanya. Apalagi medis di Bali juga termasuk siap dengan berbagai pelayanannya. Serta fasilitas yang memadai dan alat medis yang lengkap. “Kalau berobat di Bali senang, karena sekaligus liburan di sini,” ujarnya. 

Potensi pemasukan dari wisata medis diyakini bisa membantu perekonomian Indonesia, khususnya Bali. “Saya belum hitung datanya, tapi potensi uangnya besar untuk wisata medis ini dan itu menjadi peluang yang bagus,” jelasnya. 

DENPASAR, Radar Bali –  Medical Tourism (MT) atau wisata medis menjadi salah satu bentuk diversifikasi pariwisata. Secara umum, MT diartikan sebagai perjalanan seseorang dari satu daerah ke daerah lain dalam satu negara atau dari satu negara ke negara lain. Tujuannya untuk mencari pengobatan saat berlibur, ataupun secara khusus datang untuk tujuan pengobatan.

MT menjadi penting karena memiliki potensi sangat besar. Kemudian medical tourists di negara maju juga cenderung mencari pengobatan ke luar negaranya. Salah satu alasannya, karena waktu tunggu yang lama untuk tindakan tertentu. Serta mahalnya biaya tindakan di negara asalnya. Hal ini, tentu membuka peluang bagi negara-negara berkembang termasuk Indonesia khususnya Bali untuk melayani kebutuhan pasar.

Hal itu disampaikan dr. Gede Wiryana Patra Jaya, M.Kes, Ketua Bali Medical Tourism Association (BMTA). Menurutnya, MT menjadi salah satu program yang direncanakan pemerintah dan diatur dalam Permenkes 76 tahun 2015. Bali dikenal sebagai destinasi wisata dengan pariwisata alam dan budaya. 

Sehingga dengan wisata medis ini, tidak saja untuk mencegah keluarnya devisa karena banyak masyarakat Indonesia berobat ke luar negeri. “Tetapi justru akan mendatangkan devisa bagi negara, dengan masuknya turis medis baik domestik maupun internasional,” ujarnya di Denpasar, Selasa 29 Juni 2021. 

Dr. Ida Ayu Oka Purnamawati, SS. MM sebagai Sekertaris BMTA mengamini hal ini. Lanjutnya, Bali  yang telah memiliki beberapa rumah sakit berstandar internasional. Peralatan medis yang mendukung, tenaga medis dan paramedis yang kompeten, serta layanan unggulan yang memang dicari sangat kompeten untuk wisata medis ini.

Di samping itu, banyak objek dan atraksi wisata yang bisa dinikmati turis medis selama atau setelah pengobatan. Sementara itu,  I Putu Deddy Suhartawan, B. Bus (Mktg&Mgt), CBM yang juga Sekretaris BMTA, mengatakan bahwa dibentuknya asosiasi ini adalah untuk menaungi rumah sakit-rumah sakit yang telah melayani pasien-pasien MT.

Asosiasi yang dibidani oleh PERSI Provinsi Bali ini, juga akan menjalin kerja sama di bidang pengembangan teknologi kesehatan, pengembangan skills dan kompetensi petugas medis, sehingga Bali mampu menjadi destinasi MT bagi wisatawan domestik maupun internasional. 

Dengan bergabungnya BMTA yang secara resmi menjadi bagian dari Bali Tourism Board (BTB). Diharapkan rumah sakit-rumah sakit di Bali, dapat bersama-sama mempromosikan Bali sebagai destinasi medical tourism. “Sehingga optimisme pariwisata Indonesia, melalui wisata medis, untuk program Bali bangkit dapat terwujud,” ungkap Ida Bagus Agung Partha Adnyana, Ketua Bali Tourism Board.

Anggota BMTA saat ini, berisi sekitar 17 rumah sakit negeri dan swasta di Bali. Di antaranya RSUP Sanglah, RSU Bali Mandara, RS Mata Bali Mandara, RSPTN Unud, Bros, dan Siloam. Asosiasi ini terbentuk sejak 14 Februari 2020 dan diinisiasi oleh RSUP Sanglah, Bali Royal Hospital, dan Dental 911.

Asosiasi ini kemudian bernaung di bawah Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Wilayah Bali dengan penambahan beberapa anggota. Selanjutnya diresmikan dan bergabung menjadi anggota di Bali Tourism Board (BTB) pada Selasa, 29 Juni 2021. BMTA merupakan asosiasi yang bernaung di bawah PERSI Bali dan mempunyai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD-ART) serta Surat Keputusan Keanggotaan BMTA.

Untuk saat ini, BMTA belum berafiliasi dengan asosiasi sejenis. Tetapi ke depan direncanakan dalam program kerja BMTA jangka pendek, menengah, dan panjang. “Dengan bergabungnya BMTA yang secara resmi menjadi bagian dari Bali Tourism Board (BTB), diharapkan rumah sakit-rumah sakit di Bali dapat bersama-sama mempromosikan Bali sebagai destinasi medical tourism. Sehingga optimisme pariwisata Indonesia melalui wisata medis untuk program Bali bangkit dapat terwujud,” jelas Gus Agung.

Call centre 24 jam merupakan jangka pendek untuk menerima dan memberi informasi kepada pasien MT. Merujuknya ke rumah sakit anggota BMTA sesuai dengan layanan unggulan yang dimiliki. Memetakan, melakukan assessment dan memberikan pembinaan kepada rumah sakit-rumah sakit anggota BMTA agar memiliki standar sama dalam melayani pasien MT.

Untuk menjadi anggota BMTA dipersyaratkan izin operasional resmi baik RS ataupun klinik. Sekaligus memenuhi persyaratan teknis dan operasional untuk melayani pasien-pasien MT. Di antaranya RS atau klinik yang terakreditasi nasional paripurna dengan layanan unggulan, punya tim layanan khusus MT (alarm centre 24 jam) sekaligus fsilitas penunjang MT ruang tunggu  dan pendaftaran khusus, ruang rawat inap , dan lain sebagainya.

Asuransi pelayanan kesehatan dan dokter (malpractice insurance), dokter,  paramedis,  front liners dan PIC MT  mampu berbahasa asing minimal Inggris. Serta berkomunikasi dengan baik secara verbal dan tertulis. Kepala Bank Indonesia Provinsi Bali, Trisno Nugroho, sangat mengapresiasi ide wisata medis ini. 

“Ini ceruk yang bagus untuk pariwisata dan membuat nyaman wisman. Apalagi seperti masa Covid-19 ini, kesehatan menjadi nomor satu,” katanya. Apalagi medis di Bali juga termasuk siap dengan berbagai pelayanannya. Serta fasilitas yang memadai dan alat medis yang lengkap. “Kalau berobat di Bali senang, karena sekaligus liburan di sini,” ujarnya. 

Potensi pemasukan dari wisata medis diyakini bisa membantu perekonomian Indonesia, khususnya Bali. “Saya belum hitung datanya, tapi potensi uangnya besar untuk wisata medis ini dan itu menjadi peluang yang bagus,” jelasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/