TABANAN – Perayaan Hari Raya Nyepi Tahun Baru Caka 1944 tinggal menghitung hari. Sejumlah ritual upacara mulai dilaksanakan oleh umat Hindu di Tabanan.
Salah satu ritual Mapepada yang digelar krama Desa Adat Kota Tabanan, Selasa (1/3). Ritual Mapepada digelar di areal Catus Pata Kota Tabanan tepatnya di depan Taman Bungkarno Tabanan.
Ritual ini bertujuan untuk menyucikan ulam (sarana upakara) yang akan dipergunakan pada ritual Tawur Kesanga dengan upakara Panca Kelud Buwana serangkaian Hari Raya Nyepi Tahun Caka 1944 yang jatuh 3 Maret 2022 besok.
Dalam ritual ini nantinya bisa menyomia butha kala, segala gerubuk (bencana) yang didalamnya termasuk Covid-19 segera hilang (niscaya). Dengan tujuan Jagat Tabanan dan Bali umum menjadi aman dan kembali normal.
Saat ritual Mapepada digelar selain kerbau disiapkan sebagai sarana upacara persembahyangan. Juga sapi, dua ekor kambing, ayam, anjing, angsa serta babi juga disiapkan.
Sejumlah binatang ini sebelum disembelih untuk dipersembahkan, harus melalui tahapan proses ngider atau keliling di areal Catus Pata Tabanan.
Sementara itu, pantuan di lapangan ritual Mapepada areal Catus Pata Kota Tabanan dimulai sejak pukul 08.00 Wita. Jumlah peserta pelaksanaan ritual ini sangat dibatasi dengan tetap memperhatikan protokol Covid-19. Peserta yang hadir dari perwakilan setiap Majelis Alitan (Kecamatan).
Bendesa Adat Kota Tabanan, I Gusti Gede Ngurah Siwa Gentha mengatakan Ritual Mapepada pihaknya lakukan sebagai bentuk rangkain Tawur Kesanga dari Hari Raya Nyepi. Tujuan dari ritual ini diharapkan mampu mengurangi segala bentuk bencana atau musibah yang kini masih terjadi yakni Covid-19.
“Astungkara ritual ini sudah berjalan lancar dan tinggal besok kita menjalani ritual Tawur Kesanga di Catus Pata Kota Tabanan ini,” kata Ngurah Siwa Gentha ditemui di catus Pata Tabanan Selasa kemarin.
Dia menjelaskan Ritual Mapepada sejatinya rutin digelar sebelum perayaan Nyepi berlangsung. Hanya saja terjadi sedikit perbedaan yakni tidak mendatang peserta dalam jumlah banyak. Cukup perwakilan dari majelis alitan masing-masing kecamatan. Agar tidak terjadi kerumunan dan digelar secara sederhana, namun tidak mengurangi makna.
“Begitu pula saat ritual tawur kesanga juga digelar dengan peserta jumlah terbatas,” jelasnya.
Sesuai perencanaan prosesi Tawur Kesanga ini mulai dilaksanakan Rabu besok sekitar pukul 08.00 Wita. “ Ritual Tawur Kesanga tahun Caka 1943 ini agar nantinya bisa menyomia buthakala dalam artian saat ini adalah Covid19. Karena, kita tidak bisa mengusir hal bersifat negatif tersebut, sehingga dengan disomiakan tersebut tentu mereka tak menggangu kita lagi,” tegasnya.
Usai ritual tawur kesanga barulah melaksankan ritual Melasti yakni dengan Ngubeng. Meskipun ngubeng, prosesi angamet toya ke segara ke Pantai Yeh Gangga tetap dilakukan.
“Melasti tetap kami ke Segara (pantai) karena konsepnya adalah menyucikan pratima Ida kemudian ngamed Tirta Amertha Sanjiwani untuk negayudang segala keletehan. Itu konsep yang tidak bisa kita hilangkan, bahkan kita sudah berkoordinasi dengan para pemangku juga dan esensinya harus tetap diutamakan seperti itu,” ungkapnya.
Disinggung mengenai penggunaan sejumlah hewan sebagai sarana ritual Mapepada. Ngurah Siwa Gentha menjelaskan penggunaan hewan berkaki dua, hewan berkaki empat, hewan yang tumbuh di darat, hewan yang tumbuh di air, hewan yang bisa tumbuh di darat dan di air, dan hewan yang bisa terbang sebagai wujud persembahan.