26.2 C
Jakarta
18 April 2024, 5:37 AM WIB

Dewa Amerta Berhasil Memasok Mangga ke Seantero Nusantara

Di tangan Dewa Amerta, buah mangga menjadi komoditas yang menjanjikan. Bermula dari mencoba peruntungan menjajal bisnis, kini usahanya menggurita. Buah-buah yang dihasilkan, didistribusikan ke seantero nusantara.

 

Eka Prasetya, Buleleng

 

SEJUMLAH mobil pikap tampak terparkir di tengah areal perkebunan. Beberapa buruh sibuk memeriksa selang. Ada yang mengisi tandon dengan air. Lainnya sedang menghitung takaran pestisida dan pupuk. Buruh-buruh itu harus bergegas. Mereka harus menyemprot mangga, sebelum turun hujan.

 

Dari kejauhan, Dewa Putu Amertadewa, 36, sibuk mengawasi. Dia tak mau buruh-buruh itu teledor saat menakar pupuk atau pestisida.

 

Kebanyakan pestisida, maka bunga-bunga mangga akan rontok. Terlalu sedikit pupuk, berarti pertumbuhan tanaman tak akan optimal.

 

Dewa Amerta telah menggeluti bisnis jual beli mangga sejak 2010 lalu. Bisnis itu berawal dari keinginan mencoba peruntungan baru. Meski telah memiliki pekerjaan sebagai pegawai bank, dia ingin memiliki sumber pendapatan lain.

 

Naluri bisnis itu tumbuh dari kebun keluarga. Saat itu ia bertemu seseorang yang mengontrak kebun mangga milik keluarga. Dari sana ia terinspirasi melakukan hal yang serupa.

 

Pada awal 2010, dia memberanikan diri mengontrak satu hektare kebun mangga senilai Rp 20 juta setahun. Dia juga mengajukan Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebanyak Rp 10 juta ke Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Goris.

 

“Uang dari KUR itu saya pakai modal operasional. Beli mesin air, tandon air, pupuk, pestisida, termasuk ongkos buruh,” cerita Dewa Amerta saat ditemui di Desa Pejarakan, belum lama ini.

 

Ternyata usahanya lancar. Selama 4 tahun ia menyuplai mangga ke pasar-pasar tradisional seantero Bali. Sejak 2016, dia berusaha melebarkan sayap bisnis. Mangga yang dihasilkan disuplai ke supermarket dengan segmen premium.

 

Dewa Amerta ingat betul dia nyaris putus asa saat mengincar segmen premium. “Seleksinya ketat sekali. Terutama di quality control. Sudah tiga kali saya coba. Hampir putus asa. Pas coba lagi sekali, baru tembus. Sekarang ada dua perusahaan dan supermarket yang sudah kerjasama dengan saya,” ungkap pemilik UD. Bali Mango itu.

 

Tak hanya masuk ke segmen premium, mangga yang ia hasilkan bahkan didistribusikan ke seantero nusantara. Mulai dari Nusa Tenggara Barat, Sulawesi, Kalimantan, Malang, serta Jakarta. Bahkan saat ini pasar terbesar produknya bukan lagi di Bali, tapi Jakarta.  (Bersambung)

Di tangan Dewa Amerta, buah mangga menjadi komoditas yang menjanjikan. Bermula dari mencoba peruntungan menjajal bisnis, kini usahanya menggurita. Buah-buah yang dihasilkan, didistribusikan ke seantero nusantara.

 

Eka Prasetya, Buleleng

 

SEJUMLAH mobil pikap tampak terparkir di tengah areal perkebunan. Beberapa buruh sibuk memeriksa selang. Ada yang mengisi tandon dengan air. Lainnya sedang menghitung takaran pestisida dan pupuk. Buruh-buruh itu harus bergegas. Mereka harus menyemprot mangga, sebelum turun hujan.

 

Dari kejauhan, Dewa Putu Amertadewa, 36, sibuk mengawasi. Dia tak mau buruh-buruh itu teledor saat menakar pupuk atau pestisida.

 

Kebanyakan pestisida, maka bunga-bunga mangga akan rontok. Terlalu sedikit pupuk, berarti pertumbuhan tanaman tak akan optimal.

 

Dewa Amerta telah menggeluti bisnis jual beli mangga sejak 2010 lalu. Bisnis itu berawal dari keinginan mencoba peruntungan baru. Meski telah memiliki pekerjaan sebagai pegawai bank, dia ingin memiliki sumber pendapatan lain.

 

Naluri bisnis itu tumbuh dari kebun keluarga. Saat itu ia bertemu seseorang yang mengontrak kebun mangga milik keluarga. Dari sana ia terinspirasi melakukan hal yang serupa.

 

Pada awal 2010, dia memberanikan diri mengontrak satu hektare kebun mangga senilai Rp 20 juta setahun. Dia juga mengajukan Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebanyak Rp 10 juta ke Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Goris.

 

“Uang dari KUR itu saya pakai modal operasional. Beli mesin air, tandon air, pupuk, pestisida, termasuk ongkos buruh,” cerita Dewa Amerta saat ditemui di Desa Pejarakan, belum lama ini.

 

Ternyata usahanya lancar. Selama 4 tahun ia menyuplai mangga ke pasar-pasar tradisional seantero Bali. Sejak 2016, dia berusaha melebarkan sayap bisnis. Mangga yang dihasilkan disuplai ke supermarket dengan segmen premium.

 

Dewa Amerta ingat betul dia nyaris putus asa saat mengincar segmen premium. “Seleksinya ketat sekali. Terutama di quality control. Sudah tiga kali saya coba. Hampir putus asa. Pas coba lagi sekali, baru tembus. Sekarang ada dua perusahaan dan supermarket yang sudah kerjasama dengan saya,” ungkap pemilik UD. Bali Mango itu.

 

Tak hanya masuk ke segmen premium, mangga yang ia hasilkan bahkan didistribusikan ke seantero nusantara. Mulai dari Nusa Tenggara Barat, Sulawesi, Kalimantan, Malang, serta Jakarta. Bahkan saat ini pasar terbesar produknya bukan lagi di Bali, tapi Jakarta.  (Bersambung)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/