Pandemi Covid-19 sudah berlangsung selama dua tahun lebih. Pemerintah mulai memberikan sejumlah relaksasi. Ahli menyatakan relaksasi dapat dilakukan, selama protokol kesehatan tidak diabaikan.
Eka Prasetya/Candra Gupta
RELAKSASI aktivitas itu baru saja diumumkan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo. Ada dua poin relaksasi. Yakni relaksasi kewajiban penggunaan masker, serta relaksasi terhadap syarat administrasi bagi pelaku perjalanan dalam negeri maupun luar negeri.
Dalam hal relaksasi penggunaan masker, pemerintah mengizinkan warga tidak menggunakan masker. Sepanjang dilakukan di luar ruangan atau pada areal terbuka yang tidak padat orang. Masker tetap wajib digunakan saat aktivitas di ruangan tertutup dan transportasi publik.
“Bagi masyarakat yang masuk kategori rentan, lansia, atau memiliki penyakit komorbid, maka saya tetap menyarankan untuk menggunakan masker saat beraktivitas. Demikian juga bagi masyarakat yang mengalami gejala batuk dan pilek, maka tetap harus menggunakan masker ketika melakukan aktivitas,” kata Presiden Jokowi sebagaimana disiarkan pada kanal YouTube Sekretariat Presiden, pada Selasa (17/5).
Selanjutnya, warga yang bepergian di dalam negeri maupun luar negeri, tidak perlu lagi menjalani swab antigen maupun PCR. Sepanjang telah mendapatkan vaksinasi Covid-19 dengan dosis lengkap. Dosis yang dimaksud ialah dua kali suntikan Covid-19.
Relaksasi itu pun disambut gembira. Utamanya pelaku pariwisata. Pelaku wisata menganggap, dua poin kebijakan itu berpotensi mendatangkan wisatawan lebih banyak. Baik itu wisatawan domestik maupun mancanegara.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Buleleng Dewa Ketut Suardipa mengungkapkan, kebijakan yang paling dinanti adalah kelonggaran syarat administrasi dalam perjalanan. Menurutnya kebijakan itu sangat berdampak pada kunjungan wisatawan. Saat kebijakan diberlakukan sangat ketat, bisnis industri pariwisata megap-megap.
“Teman-teman pengusaha itu benar-benar kalang kabut masalah keuangan. Karena tidak ada wisatawan masuk. Sedangkan ada kewajiban yang tetap jalan. listrik, air, BPJS Tenaga Kerja, pajak, itu tidak bisa ditawar,” kata Dewa Dipa.
Kelonggaran syarat administrasi terbukti berdampak besar pada industri. Ia memberi contoh relaksasi kebijakan saat cuti bersama. Tatkala itu, warga yang menerima vaksin booster, dibebaskan dari kewajiban swab antigen dan PCR.
Kunjungan wisata di Buleleng langsung meroket. Tingkat kunjungan yang tadinya hanya 20-30 persen, pada libur hari raya Natal dan Tahun Baru, langsung melonjak menjadi 80 persen. Pada libur cuti bersama, mayoritas wisdom berkunjung ke Lovina, kawasan wisata Pemuteran, dan Munduk. “Kami harap kebijakan ini tidak dicabut lagi. Karena dampaknya sangat terasa,” ujarnya.
Terkait kebijakan bebas masker di ruang terbuka, Dewa Dipa juga menyebut hal itu sebagai langkah maju. Sehingga wisatawan tidak perlu lagi menggunakan masker saat berwisata di pantai atau kolam renang. Sepanjang kunjungan tidak terlalu padat.
Menurutnya, pelaku industri pariwisata sangat berharap bila agenda kegiatan seperti pertemuan dan konferensi dapat dilakukan di Bali Utara. Menurutnya Bali Utara juga memiliki prospek yang menjanjikan sebagai tuan rumah pertemuan besar.
“Kalau di ruang tertutup kan masih wajib masker. Kami sangat siap bila akomodasi di Buleleng digunakan sebagai host conference atau rapat tingkat kementerian. Anggota kami sudah mengantongi sertifikat CHSE (kebersihan, kesehatan, keamanan, dan kelestarian lingkungan), sejak hal itu diwajibkan tahun 2020. Jadi secara prokes kami siap melakukan apa yang menjadi mandat pemerintah,” ujarnya.
Kebijakan relaksasi aktivitas itu juga disambut baik komponen adat. Penyarikan Madya Majelis Desa Adat (MDA) Kabupaten Buleleng menyebut kebijakan itu sebagai angin segar. Ia meyakini aktivitas akan perlahan kembali normal. “Kami memang berharap ada relaksasi. Sehingga kegiatan-kegiatan adat bisa berjalan kembali,” kata Westha.
Menurutnya tata cara kegiatan adat di Bali, masih cukup ketat. Hal itu mengacu pada Surat Edaran Bersama antara MDA Provinsi Bali dengan Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali. SE yang dimaksud adalah SE tentang Pembatasan Pelaksanaan Upacara Panca Yadnya dalam Masa Gering Agung Covid-19 di Provinsi Bali.
Dalam surat itu kegiatan piodalan masih dibatasi. Piodalan di pura hanya diberlakukan piodalan alit. Upacara hanya dilakukan pemangku dan prajuru pura dengan jumlah maksimal 10 orang. Sementara krama menjalankan persembahyangan dari sanggah/merajan masing-masing.
Demikian pula dengan kegiatan pitra yadnya atau kematian. Dalam upacara itu, peserta hanya dibatasi sebanyak 15 orang. Itu pun hanya diikuti keluarga inti. Westha menyebut surat itu masih belum dicabut.
“Surat pencabutan belum ada. Kami menunggu surat resmi dari atas. Harapan kami memang dilonggarkan. Karena ini menyangkut kegiatan keagamaan dan sosial. Kami mohon tidak dibatasi lagi, tapi cukup diawasi. Kalau misalnya ramai dan sulit jaga jarak, tinggal pakai masker,” ujarnya.
Terlepas dari relaksasi tersebut, Westha mengatakan MDA Buleleng masih punya prioritas lain. Yakni mengedukasi warga agar mengikuti vaksinasi. Menurutnya Satgas Gotong Royong Covid-19 yang dibentuk desa adat, terus bergerak mendorong warga agar mengikuti vaksinasi. Bila masyarakat tidak mengikuti vaksinasi, ia khawatir virus SARS-CoV-2 yang memicu Covid-19, semakin sering bermutasi.
“Masih ada yang tidak mau vaksin. Utamanya kan lansia. Ini yang masih kami edukasi. Pemerintah kan sudah menyiapkan vaksin khusus untuk lansia. Satgas kami minta pendekatan secara personal. Mudah-mudahan upaya ini bisa efektif,” ujarnya. (Habis)