25.2 C
Jakarta
22 November 2024, 7:52 AM WIB

Menengok Aktivitas Rumah Belajar Komunitas Bali Aga Pedawa

Tinggal di pelosok kawasan pedesaan, bukan halangan untuk mendapat pendidikan yang layak. Sejumlah anak di Desa Pedawa, kini aktif belajar di Rumah Belajar yang dibuat Komunitas Balawa. Tak perlu bayar SPP. Mereka hanya perlu membawa sampah plastik.

 

Eka Prasetya, Buleleng

 

SEJUMLAH anak terlihat serius menyimak pelajaran. Sore itu (13/3), mereka sedang mengikuti materi kursus Bahasa Bali. Terutama soal menulis aksara Bali. Kegiatan itu dilakukan di teras rumah, salah seorang warga yang mukim di Banjar Dinas Lambo, Desa Pedawa, Kecamatan Banjar. Meski hanya berbekal ruang sempit di teras rumah dan papan tulis ala kadarnya, anak-anak itu tetap bersemangat.

 

Aktivitas belajar itu digagas Komunitas Bali Aga Pedawa (Balawa) pada Oktober 2020 lalu. Mereka ingin menyediakan akses belajar yang layak dan murah pada anak-anak di Desa Pedawa, khususnya Banjar Dinas Lambo.

 

Ide itu langsung dieksekusi. Salah seorang warga bersedia meminjamkan rumahnya sebagai lokasi belajar. Untuk mencapai lokasi tersebut, butuh perjalanan sekitar 7 menit dari Markas Komunitas Balawa. Perjalanan itu hanya bisa ditempuh dengan sepeda motor. Tidak dianjurkan ke lokasi tersebut menggunakan sepeda motor matic. Karena lokasinya cukup terjal.

 

Dari lokasi parkir kendaraan bermotor, masih perlu jalan kaki sekitar 40 meter ke arah perbukitan. Di lokasi itu, ada 11 orang anak yang rutin mengikuti kegiatan belajar. Saat ini tercatat ada 4 orang anak yang berusia 12 tahun. Sementara sisanya masih berusia 6-8 tahun.

 

Awalnya rumah belajar itu hanya diisi kegiatan belajar Bahasa Inggris. Sejumlah relawan dari English Corner mengisi kegiatan tersebut. Saat proses pembelajaran daring diberlakukan, tuntutan dari siswa makin banyak.

 

“Ada yang ingin calistung, ada yang ingin Bahasa Bali. Jadi semua kami akomodir. Bahasa Inggris jalan, diseimbangkan juga dengan Bahasa Bali biar tidak lupa dengan bahasa ibu. Kalau yang umur 6-8 tahun, masih calistung sederhana,” kata I Gusti Ngurah Hery Muliartana, relawan di Rumah Belajar Balawa.

 

Hery mengungkapkan, awalnya jumlah siswa di sana hanya bisa dihitung dengan satu tangan. Namun lama kelamaan jumlahnya bertambah. Saat ini yang konsisten mengikuti kegiatan belajar, ada 11 orang.

 

Salah satu yang ditekankan pada siswa adalah pelajaran Bahasa Bali. Mereka diajarkan mengenai uger-uger atau aturan dalam menulis aksara Bali. Mereka juga dikenalkan dengan sor singgih atau tata bahasa. Sehingga mereka bisa membedakan Bahasa Bali halus, kepara, maupun dialek Bali Aga.

 

Menurut Hery, hal itu penting diketahui anak-anak. “Contohnya kata ngamah (makan, Red). Kalau di Pedawa itu kata sehari-hari. Tapi kalau dibawa keluar, bisa jadi dianggap kasar. Makanya kami ajari anak-anak tentang penempatan bahasa. Karena suatu saat mereka harus bergaul ke luar desa,” ujarnya.

 

Saat ini anak-anak itu hanya datang ke Rumah Belajar sekali dalam seminggu. Tepatnya tiap pukul 15.00 Minggu sore. Orang tua para anak dengan penuh semangat datang ke rumah belajar. Terkadang para orang tua juga saling bercengkrama di sana, sembari menanti anak-anaknya usai belajar.

 

“Meski tempatnya agak jauh, mereka tetap mau datang. Kadang kalau habis hujan, jalan becek dan licin, mereka juga masih semangat ke sini,” kata pria yang lahir pada Desember 1988 silam itu.

 

Sementara itu, Pembina Komunitas Balawa Gede Arya Sarjaya mengatakan, Komunitas Balawa awalnya membawa visi pelestarian lingkungan. Seiring berjalannya waktu, tuntutan dari masyarakat bertambah. Termasuk dalam hal pendidikan. Pihaknya pun berusaha memenuhi tuntutan tersebut.

“Akhirnya kami berpikir, gimana biar visi kami itu tetap jalan. Akhirnya Rumah Belajar kami buat, tapi anak-anak tidak usah bayar SPP. Cukup bawa sampah plastik semampunya,” kata Arya.

 

Tinggal di pelosok kawasan pedesaan, bukan halangan untuk mendapat pendidikan yang layak. Sejumlah anak di Desa Pedawa, kini aktif belajar di Rumah Belajar yang dibuat Komunitas Balawa. Tak perlu bayar SPP. Mereka hanya perlu membawa sampah plastik.

 

Eka Prasetya, Buleleng

 

SEJUMLAH anak terlihat serius menyimak pelajaran. Sore itu (13/3), mereka sedang mengikuti materi kursus Bahasa Bali. Terutama soal menulis aksara Bali. Kegiatan itu dilakukan di teras rumah, salah seorang warga yang mukim di Banjar Dinas Lambo, Desa Pedawa, Kecamatan Banjar. Meski hanya berbekal ruang sempit di teras rumah dan papan tulis ala kadarnya, anak-anak itu tetap bersemangat.

 

Aktivitas belajar itu digagas Komunitas Bali Aga Pedawa (Balawa) pada Oktober 2020 lalu. Mereka ingin menyediakan akses belajar yang layak dan murah pada anak-anak di Desa Pedawa, khususnya Banjar Dinas Lambo.

 

Ide itu langsung dieksekusi. Salah seorang warga bersedia meminjamkan rumahnya sebagai lokasi belajar. Untuk mencapai lokasi tersebut, butuh perjalanan sekitar 7 menit dari Markas Komunitas Balawa. Perjalanan itu hanya bisa ditempuh dengan sepeda motor. Tidak dianjurkan ke lokasi tersebut menggunakan sepeda motor matic. Karena lokasinya cukup terjal.

 

Dari lokasi parkir kendaraan bermotor, masih perlu jalan kaki sekitar 40 meter ke arah perbukitan. Di lokasi itu, ada 11 orang anak yang rutin mengikuti kegiatan belajar. Saat ini tercatat ada 4 orang anak yang berusia 12 tahun. Sementara sisanya masih berusia 6-8 tahun.

 

Awalnya rumah belajar itu hanya diisi kegiatan belajar Bahasa Inggris. Sejumlah relawan dari English Corner mengisi kegiatan tersebut. Saat proses pembelajaran daring diberlakukan, tuntutan dari siswa makin banyak.

 

“Ada yang ingin calistung, ada yang ingin Bahasa Bali. Jadi semua kami akomodir. Bahasa Inggris jalan, diseimbangkan juga dengan Bahasa Bali biar tidak lupa dengan bahasa ibu. Kalau yang umur 6-8 tahun, masih calistung sederhana,” kata I Gusti Ngurah Hery Muliartana, relawan di Rumah Belajar Balawa.

 

Hery mengungkapkan, awalnya jumlah siswa di sana hanya bisa dihitung dengan satu tangan. Namun lama kelamaan jumlahnya bertambah. Saat ini yang konsisten mengikuti kegiatan belajar, ada 11 orang.

 

Salah satu yang ditekankan pada siswa adalah pelajaran Bahasa Bali. Mereka diajarkan mengenai uger-uger atau aturan dalam menulis aksara Bali. Mereka juga dikenalkan dengan sor singgih atau tata bahasa. Sehingga mereka bisa membedakan Bahasa Bali halus, kepara, maupun dialek Bali Aga.

 

Menurut Hery, hal itu penting diketahui anak-anak. “Contohnya kata ngamah (makan, Red). Kalau di Pedawa itu kata sehari-hari. Tapi kalau dibawa keluar, bisa jadi dianggap kasar. Makanya kami ajari anak-anak tentang penempatan bahasa. Karena suatu saat mereka harus bergaul ke luar desa,” ujarnya.

 

Saat ini anak-anak itu hanya datang ke Rumah Belajar sekali dalam seminggu. Tepatnya tiap pukul 15.00 Minggu sore. Orang tua para anak dengan penuh semangat datang ke rumah belajar. Terkadang para orang tua juga saling bercengkrama di sana, sembari menanti anak-anaknya usai belajar.

 

“Meski tempatnya agak jauh, mereka tetap mau datang. Kadang kalau habis hujan, jalan becek dan licin, mereka juga masih semangat ke sini,” kata pria yang lahir pada Desember 1988 silam itu.

 

Sementara itu, Pembina Komunitas Balawa Gede Arya Sarjaya mengatakan, Komunitas Balawa awalnya membawa visi pelestarian lingkungan. Seiring berjalannya waktu, tuntutan dari masyarakat bertambah. Termasuk dalam hal pendidikan. Pihaknya pun berusaha memenuhi tuntutan tersebut.

“Akhirnya kami berpikir, gimana biar visi kami itu tetap jalan. Akhirnya Rumah Belajar kami buat, tapi anak-anak tidak usah bayar SPP. Cukup bawa sampah plastik semampunya,” kata Arya.

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/