Tenaga pendidik di SMAN 3 Singaraja (Smantiara) berhasil meraih prestasi membanggakan. Mereka mengantarkan Smantiara merebut peringkat pertama pada program sekolah juara. Seperti apa perjuangan mereka?
Eka Prasetya, Buleleng
UNDANGAN itu diterima Made Mahendra Eka Purusa, pada awal Januari lalu. Tatkala itu ia menerima pesan singkat dari program Guru Inovatif yang diselenggarakan oleh HAFECS (Highly Functioning Education Consulting Services).
Pesan itu berisi undangan untuk mengikuti program pelatihan selama 32 jam pelajaran. Program pelatihan itu dilangsungkan secara daring. Sekolah yang menerima undangan, mendapat kuota menyertakan 10 orang guru dalam program itu.
Undangan itu disampaikan pada Kepala SMAN 3 Singaraja, I Putu Eka Wilantara. Seperti gayung bersambut. Eka Wilantara mendorong agar para guru segera mendaftarkan diri dalam program tersebut.
Tercatat ada 6 orang guru pada Smantiara yang turut serta. Mereka adalah Made Mahendra Eka Purusa, Ilma Wiryanti, Dyah Puspa Shinta Pradnyani, Ni Wayan Astari Rena, Ni Komang Rika Damayanti, dan Kadek Agus Apriawan Putra.
Berbagai administrasi disiapkan. Smantiara akhirnya dinyatakan lulus sebagai salah satu dari 50 sekolah, dalam program Sekolah Juara. Sepanjang Januari hingga Maret mereka menyiapkan diri mengikuti pelatihan.
Mahendra Eka Purusa menuturkan, program tersebut sebenarnya sangat berkaitan erat dengan pengembangan kompetensi guru. Terutama mendukung pengembangan sekolah penggerak. Selama program tersebut berlangsung, guru harus berkomitmen mengaplikasikan pengetahuan yang didapat dalam proses pembelajaran. Terutama dalam proses belajar mengajar dengan siswa.
Sebagai bentuk tanggungjawab, guru peserta program harus mengirimkan video proses pembelajaran. Video itu selanjutnya dipelajari oleh mentor dalam program. Tak hanya itu, guru juga wajib melibatkan siswa dalam pre test serta post test program. Tercatat ada 57 orang siswa yang turut dilibatkan. Siswa itu berasal dari seluruh jenjang, baik itu kelas X hingga kelas XII.
Lebih lanjut dijelaskan, program itu lebih menekankan pada tiga aspek. Yakni pedagogical content knowledge untuk mengintegrasikan pengetahuan konten dengan pengetahuan kurikulum, pengetahuan pedagogis, dan karakteristik siswa; Higher-Order Thinking Skills (HOTS) untuk membantu siswa menghasilkan gagasan yang orisinil; serta teaching grading untuk meningkatkan kompetensi dan membantu guru bertindak kritis.
“Termasuk mendorong kemampuan literasi dan numerasi siswa. Kami diberi penguatan lagi untuk asesmen kompetensi minimum. Program ini sangat mendukung untuk program sekolah penggerak,” kata Mahendra saat ditemui di Smantiara, Senin (21/3).
Mahendra mengaku, saat awal mengikuti program mereka sempat kelimpungan. Saat pre test misalnya. Guru dan siswa benar-benar tidak siap. Hal itu justru menjadi pemicu bagi tenaga pendidik mengikuti workshop dengan lebih serius.
“Ternyata saat post test hasilnya sangat memuaskan. Dari program ini kami lebih paham lagi bagaimana mengimplementasikan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, sampai refleksi dalam proses pembelajaran,” tuturnya.
Program tersebut, ternyata tak sekadar menekankan pelatihan bagi tenaga pendidik. Namun juga melibatkan kompetisi. Tak disangka, 2 orang guru Smantiara berhasil masuk nominasi Guru Juara. Mereka adalah Ni Komang Rika Damayanti dan Kadek Agus Apriawan Putra.
Saat diumumkan pada Jumat (11/3) lalu, Kadek Agus Apriawan Putra berhasil meraih Juara I. Tak hanya itu, SMAN 3 Singaraja juga ditetapkan sebagai Juara I dalam program Sekolah Juara.
“Jujur kami tidak menyangka akan menjadi juara. Kami hanya berusaha konsisten mengikuti program dan mengimplementasikan dalam proses pendidikan. Prinsipnya kami mendorong agar siswa terus mengembangkan kemampuan mereka sesuai dengan program sekolah penggerak,” ungkap Agus Apriawan.
Di sisi lain, salah seorang siswa Smantiara, Ni Luh Rima Warcani berhasil meraih Juara II pada Lomba Pidato Bahasa Jepang yang diselenggarakan oleh Yayasan Persahabatan Bali-Jepang atau Japan Bali Club. Siswa kelas XI IBB 1 itu mengikuti lomba yang dilangsungkan di Sanur, pada Minggu (20/3) lalu.
Guru pembina Bahasa Jepang Smantiara, Dyah Puspa Shinta Pradnyani mengungkapkan, undangan lomba itu diterima pada Desember lalu. Siswa harus mengirimkan naskah pidato yang berkaitan dengan Jepang. Naskah itu harus berbahasa Jepang dan dituliskan dalam huruf Jepang. Dalam lomba tersebut, siswa menggunakan huruf katakana.
Setelah dinyatakan lolos seleksi, siswa diminta melakukan presentasi secara langsung. Presentasi dilakukan di hadapan 3 orang dewan juri. Seluruhnya merupakan penutur bahasa Jepang asli. Salah seorang diantaranya bahkan dosen Bahasa Jepang.
“Kami sangat bersyukur bisa naik podium. Apalagi saat persiapan, kebanyakan dilakukan secara daring. Menjelang lomba, baru kami lakukan pembinaan secara tatap muka terbatas,” ungkap Dyah.
Sementara itu Kepala SMAN 3 Singaraja, Putu Eka Wilantara mengungkapkan, Smantiara telah ditetapkan sebagai salah satu sekolah penggerak pada angkatan pertama. Pihaknya pun berusaha fokus pada pencapaian peningkatan literasi, numerasi, serta karakter siswa. Untuk mencapai hal tersebut, praktis dibutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mumpuni.
“Saat ada program pengembangan kompetensi, kami selalu mendorong supaya guru ikut serta. Salah satunya program Sekolah Juara. Ini bagian dari upaya kami meningkatkan kompetensi guru menuju SDM yang unggul,” kata Eka.
Dengan peningkatan kompetensi guru, ia optimistis hal tersebut akan berimbas pada peningkatan kompetensi siswa. Sehingga program sekolah penggerak, yakni mewujudkan profil pelajar pancasila, dapat tercapai.
“Profil pelajar pancasila ini sangat kompleks. Selain peningkatan kemampuan akademis siswa, juga perlu peningkatan kemampuan non akademis, karakter, dan semangat gotong royong. Kami harap ini jadi model agar guru dan siswa semakin termotivasi meraih prestasi,” demikian Eka Wilantara.