26.7 C
Jakarta
27 April 2024, 5:51 AM WIB

Apes…Harga Anggur Hijau Anjlok, Petani Jual Murah Agar Balik Modal

GEROKGAK – Harga jual komoditas anggur hijau, kini benar-benar anjlok. Petani terpaksa menjual murah hasil panen kebun, dengan harapan bisa balik modal.

Semula, petani anggur sudah bekerjasama dengan pegusaha setempat. Namun tidak ada perjanjian tertulis, sehingga beberapa kali terjadi perubahan perjanjian. Kondisi itu pun tak pelak merugikan petani anggur.

Sejak beberapa tahun terakhir, di wilayah Kecamatan Gerokgak, dikembangkan perkebunan anggur hijau. Setelah panen, komoditas itu disalurkan pada perusahaan wine di Bali.

Hanya saja, dari tiga musim panen dalam setahun, hanya dalam dua musim panen saja hasil panen petani diserap oleh perusahaan.

Pada musim panen saat ini misalnya. Komoditas petani tidak diserap perusahaan. Dampaknya, petani harus menjual hasil panen mereka dengan harga ekstra murah.

Saat dijual ke perusahaan, anggur mereka biasanya dijual dengan harga Rp 7.500 per kilogram. Kini saat tak terserap perusahaan, hasil panen hanya dijual Rp 3.500 per kilogram.

Salah seorang petani anggur, Jro Mangku Putu Suarjana mengaku kondisi ini sangat memukul petani. Petani terpaksa menjual dengan harga murah, agar bisa mendapatkan kembali biaya produksi.

Sementara harapan mendapat untung, terpaksa dikubur dalam-dalam. Menurut Suarjana, perusahaan hanya berani mengambil hasil panen dua kali dalam setahun.

Padahal petani berharap, hasil panen itu bisa diserap hingga tiga kali dalam setahun. “Perusahaan tidak datang. Hanya penyotek (calo, Red) yang datang.

Ketimbang tidak dapat sama sekali, diminta harga segitu (Rp 3.500, Red), ya kami berikan. Biar modal bisa balik saja,” kata Suarjana.

Menurutnya, peluang bertani anggur hijau sebenarnya cukup menggiurkan. Dari lahan seluas 40 are, seorang petani bisa mendapatkan untung bersih hingga Rp 30 juta dalam sekali panen.

Dengan catatan harga jual sesuai dengan harga harapan petani, yakni Rp 7.500 per kilogram.

“Harapan kami, mudah-mudahan pemerintah bisa memperjuangkan petani seperti kami ini. Biar kami tidak digantung. Paling tidak dicarikan pasar, agar kami bisa dapat untung juga,” harap Suarjana. 

GEROKGAK – Harga jual komoditas anggur hijau, kini benar-benar anjlok. Petani terpaksa menjual murah hasil panen kebun, dengan harapan bisa balik modal.

Semula, petani anggur sudah bekerjasama dengan pegusaha setempat. Namun tidak ada perjanjian tertulis, sehingga beberapa kali terjadi perubahan perjanjian. Kondisi itu pun tak pelak merugikan petani anggur.

Sejak beberapa tahun terakhir, di wilayah Kecamatan Gerokgak, dikembangkan perkebunan anggur hijau. Setelah panen, komoditas itu disalurkan pada perusahaan wine di Bali.

Hanya saja, dari tiga musim panen dalam setahun, hanya dalam dua musim panen saja hasil panen petani diserap oleh perusahaan.

Pada musim panen saat ini misalnya. Komoditas petani tidak diserap perusahaan. Dampaknya, petani harus menjual hasil panen mereka dengan harga ekstra murah.

Saat dijual ke perusahaan, anggur mereka biasanya dijual dengan harga Rp 7.500 per kilogram. Kini saat tak terserap perusahaan, hasil panen hanya dijual Rp 3.500 per kilogram.

Salah seorang petani anggur, Jro Mangku Putu Suarjana mengaku kondisi ini sangat memukul petani. Petani terpaksa menjual dengan harga murah, agar bisa mendapatkan kembali biaya produksi.

Sementara harapan mendapat untung, terpaksa dikubur dalam-dalam. Menurut Suarjana, perusahaan hanya berani mengambil hasil panen dua kali dalam setahun.

Padahal petani berharap, hasil panen itu bisa diserap hingga tiga kali dalam setahun. “Perusahaan tidak datang. Hanya penyotek (calo, Red) yang datang.

Ketimbang tidak dapat sama sekali, diminta harga segitu (Rp 3.500, Red), ya kami berikan. Biar modal bisa balik saja,” kata Suarjana.

Menurutnya, peluang bertani anggur hijau sebenarnya cukup menggiurkan. Dari lahan seluas 40 are, seorang petani bisa mendapatkan untung bersih hingga Rp 30 juta dalam sekali panen.

Dengan catatan harga jual sesuai dengan harga harapan petani, yakni Rp 7.500 per kilogram.

“Harapan kami, mudah-mudahan pemerintah bisa memperjuangkan petani seperti kami ini. Biar kami tidak digantung. Paling tidak dicarikan pasar, agar kami bisa dapat untung juga,” harap Suarjana. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/