29.3 C
Jakarta
22 November 2024, 11:00 AM WIB

Dituding Maladministrasi, PT Hardys Retailindo Adukan DJP ke Ombudsman

DENPASAR  –  PT Hardys Retailindo mengadukan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kanwil Bali ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Bali lantaran dugaan praktik maladministrasi.

Ada dua kasus yang dilaporkan. Salah satunya tagihan utang pajak kepada PT Hardys yang dianggap fiktif.

Untuk diketahui, pada bulan Mei 2017, DJP mengirim surat yang menyatakan PT Hardys melakukan pelanggaran tindak pidana pajak.

Dasarnya adalah adanya bukti permulaan (buper) selama tiga tahun berturut-turut mulai 2014 – 2016 dengan nilai hutang mencapai Rp 42 miliar plus denda 150 persen.

Total nilainya mencapai Rp 105 miliar. Kuasa hukum PT Hardys Cuaca Teger mengungkapkan, kliennya pada tahun 2011 dan 2012 telah menunaikan kewajiban membayar pajak secara rutin dan melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak (SPT).

Nilai pajak yang dibayarkan mencapai Rp 4 miliar per tahun untuk semua jenis pajak.  Hanya saja, tahun 2015 dan 2016 Kantor Pratama Pajak (KPP) Madya Kota Denpasar kembali melakukan pemeriksaan dari pembukuan 2011 dan 2012.

Hasilnya, ada temuan Hardys menunggak pajak senilai Rp 22 miliar. Tunggakan itu dibayar secara bertahap sejak 2015 hingga 2017 dengan total pembayaran mencapai Rp 7 miliar.

“Klien kami secara aturan telah melaksanakan kewajiban pajak. Tapi tiba-tiba muncul tunggakan utang senilai Rp 22 miliar,” ujar Cuaca Tegar di kantor ORI kemarin (12/12).

Anehnya, KPP Madya Denpasar tidak mengijinkan PT Hardys menyampaikan SPT. Padahal, dari segi penyidikan yang dilakukan salah.

Dengan tidak diijinkan melaporkan SPT, uang setoran pajak untuk SPT seharusnya ditarik kembali. Alasan pihak pajak tidak mengijinkan laporan SPT ini karana telah dilakukan pemeriksaan buper.

Pihaknya meminta agar pihak pajak menghentikan surat perintah penyidikan tindak pidana perpajakan yang dilayangkan pada 29 November lalu.

Hanya saja hingga saat ini dari DJP kanwil Bali belum menjawab surat tersebut. “Saya tanyakan kepada DJP kanwil Bali, tapi jawabanya menunggu arahan pusat. Padahal mereka lebih tahu aturan,” tandasnya.

Asisten ORI Perwakilan Bali I Nyoman Widiyanti mengungkapkan masih akan mempelajari kasus tersebut. Selama 14 hari ke depan hasil tersebut baru bisa keluar, apakah kasus ini layak untuk dilanjutkan atau tidak.

Kabid Penyuluhan, Pelayanan dan Humas (P2Humas) DJP Kanwil Bali Riana Budiyanti tidak menanggapi saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp kemarin. 

DENPASAR  –  PT Hardys Retailindo mengadukan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kanwil Bali ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Bali lantaran dugaan praktik maladministrasi.

Ada dua kasus yang dilaporkan. Salah satunya tagihan utang pajak kepada PT Hardys yang dianggap fiktif.

Untuk diketahui, pada bulan Mei 2017, DJP mengirim surat yang menyatakan PT Hardys melakukan pelanggaran tindak pidana pajak.

Dasarnya adalah adanya bukti permulaan (buper) selama tiga tahun berturut-turut mulai 2014 – 2016 dengan nilai hutang mencapai Rp 42 miliar plus denda 150 persen.

Total nilainya mencapai Rp 105 miliar. Kuasa hukum PT Hardys Cuaca Teger mengungkapkan, kliennya pada tahun 2011 dan 2012 telah menunaikan kewajiban membayar pajak secara rutin dan melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak (SPT).

Nilai pajak yang dibayarkan mencapai Rp 4 miliar per tahun untuk semua jenis pajak.  Hanya saja, tahun 2015 dan 2016 Kantor Pratama Pajak (KPP) Madya Kota Denpasar kembali melakukan pemeriksaan dari pembukuan 2011 dan 2012.

Hasilnya, ada temuan Hardys menunggak pajak senilai Rp 22 miliar. Tunggakan itu dibayar secara bertahap sejak 2015 hingga 2017 dengan total pembayaran mencapai Rp 7 miliar.

“Klien kami secara aturan telah melaksanakan kewajiban pajak. Tapi tiba-tiba muncul tunggakan utang senilai Rp 22 miliar,” ujar Cuaca Tegar di kantor ORI kemarin (12/12).

Anehnya, KPP Madya Denpasar tidak mengijinkan PT Hardys menyampaikan SPT. Padahal, dari segi penyidikan yang dilakukan salah.

Dengan tidak diijinkan melaporkan SPT, uang setoran pajak untuk SPT seharusnya ditarik kembali. Alasan pihak pajak tidak mengijinkan laporan SPT ini karana telah dilakukan pemeriksaan buper.

Pihaknya meminta agar pihak pajak menghentikan surat perintah penyidikan tindak pidana perpajakan yang dilayangkan pada 29 November lalu.

Hanya saja hingga saat ini dari DJP kanwil Bali belum menjawab surat tersebut. “Saya tanyakan kepada DJP kanwil Bali, tapi jawabanya menunggu arahan pusat. Padahal mereka lebih tahu aturan,” tandasnya.

Asisten ORI Perwakilan Bali I Nyoman Widiyanti mengungkapkan masih akan mempelajari kasus tersebut. Selama 14 hari ke depan hasil tersebut baru bisa keluar, apakah kasus ini layak untuk dilanjutkan atau tidak.

Kabid Penyuluhan, Pelayanan dan Humas (P2Humas) DJP Kanwil Bali Riana Budiyanti tidak menanggapi saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp kemarin. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/