TABANAN – Simpang siurnya informasi dugaan kelalaian dalam memberikan layanan kesehatan operasi kepada pasien alias malapraktik hingga menyebabkan nyawa seorang pasien asal Pupuan meninggal yang dilakukan oleh oknum dokter umum praktek swasta di wilayah kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan menjadi perhatian DPRD Tabanan.
Komisi IV DPRD Tabanan menggandeng Komisi I DPRD Tabanan langsung menggelar rapat dengar pendapat mengundang dinas kesehatan (Diskes), IDI Tabanan termasuk dokter umum terkait, di gedung dewan pada Selasa (1/11).
Rapat ini dilakukan untuk mengetahui secara gamblang apa yang sebenarnya terjadi untuk menjawab kesimpangsiuran informasi yang terjadi di masyarakat khususnya di wilayah kecamatan Pupuan.
Ketua Komisi IV DPRD Tabanan, I Gusti Komang Wastana, yang memimpin rapat dengar pendapat tersebut mengatakan, melalui rapat ini, pihaknya ingin mengetahui kejelasan persoalan tersebut untuk menjawab kesimpangsiuran informasi yang ada di masyarakat.
Apalagi dalam kasus ini memang mengakibatkan pasiennya meninggal saat proses operasi minor. Muncul dugaan di masyarakat, itu adalah malapraktik atau maladministrasi.
“Kami ingin tahu sejelasnya dan dibuka segamblang gamblangnya sehingga saat ada pertanyaan dari masyarakat bisa dijawab atau diberikan pemahaman,” ujarnya.
Ke depan hal seperti ini agar tidak terjadi lagi, dan berharap semua tim medis yang akan melakukan tindakan medis yang mungkin berisiko untuk lebih berhati-hati dan sesuai SOP, ini pembelajaran buat semuanya termasuk masyarakat (pasien) harus jujur mengungkapkan riwayat kesehatannya pada dokter.
Di sisi lain Kepala Dinas Kesehatan Tabanan dr. I Nyoman Susila membantah soal dugaan adanya malapraktik tersebut. Pihaknya sudah turun secara langsung melakukan pemeriksaan dan pengecekan.
Apakah langkah yang diambil dokter tersebut sebelum melaksanakan operasi sudah sesuai prosedur (SOP) medis, termasuk perizinan, sarana pendukung melakukan operasi dan penanganan pasca operasi ketika terjadi sesuatu.
Berdasarkan klasifikasi yang pihaknya lakukan, semua SOP-nya sudah dipenuhi termasuk menanyakan tentang kondisi pasien dan riwayat kesehatannya sebelum diambil tindakan operasi. “Sudah sesuai semua termasuk tindakan dalam melakukan operasi,” kata dr. Susila.
Susila menjelaskan bahwa pasien asal Pupuan yang meninggal dunia saat dilakukan tindakan operasi bukan karena mal praktek, melainkan berdasarkan analisis pihaknya itu terjadi pasien syok anaphylactic yang menyebabkan pasien sesak saat proses operasi dan itu cepat terjadi dan drastis. Kasus ini memang jarang terjadi.
Terkait kondisi pasien yang meninggal saat proses bedah, lanjut kata Susila terjadi karena reaksi anaphylactic . Syok anaphylactic ini merupakan reaksi alergi yang tergolong berat. Bahkan, kondisi ini bisa mengancam nyawa seseorang yang mengalaminya karena berkembang sangat cepat.
“Saya melihat upaya yang dilakukan sudah secara maksimal dan kami belum menemukan adanya unsur kelalaian atau bagaimana. Kalau sejak awal diketahui pasien memiliki riwayat sesak, maka tindakan dokter yang diambil akan berbeda,” tandasnya.
Disinggung apakah perlu pasien melewati berbagai macam tes sebelum dilakukan tindakan operasi, mantan Dirut RSUD Tabanan inipun mengatakan untuk tindakan bedah minor tidak perlu dilakukan hal itu.
“Sesuai yang dikatakan dokter bersangkutan, sebelum tindakan operasi ia sudah menanyakan pasien apa ada riwayat sesak dan dijawab tidak, namun ketika mulai dilakukan proses bedah tiba-tiba kondisi pasien kejang karena reaksi anaphylactic tadi. Jadi ke depan kejujuran pasien akan riwayat kesehatan juga sangat dibutuhkan agar dokter bisa mengambil keputusan dalam tindakan penanganan,” harapnya.
Sementara itu Ketua IDI cabang Tabanan dr. IB Tatwa Yatindra, SpU menjelaskan dari laporan yang diterima dari dinas kesehatan, pihaknya tidak menemukan ada unsur malpraktek atau maladministrasi dalam penanganan pasien tersebut. Semua SOP sudah dijalankan dengan benar termasuk legalitasnya.
Sehingga pihaknya tidak memberikan sanksi kepada yang bersangkutan. Sebelumnya dokter tersebut menjelaskan yang terjadi. Dikatakan, pasien diantar suaminya datang ke tempat praktiknya seminggu sebelumnya terkait penyakit diderita berupa benjolan di kepala kiri. Juga sempat ditanya soal BPJS agar bisa dirujuk ke rumah sakit. Namun pasien memilih agar dirinya yang melakukan operasi minor tersebut.
Operasi kemudian dilakukan seminggu kemudian Sabtu (20/10). Dia mengaku sudah menanyakan tentang riwayat penyakit yang diderita seperti tensi tinggi, jantung, sesak nafas dan lainnya, dan dijawab tidak ada.
“Saya bahkan sampai empat kali menanyakan dan tetap dijawab tidak ada riwayat termasuk alergi obat, sehingga berani mengambil tindakan,” jelasnya.
Saat proses operasi dilakukan pasien tiba-tiba mengalami sesak dan saat itu pasien baru mengakui kalau memang memiliki riwayat sesak, sehingga dirinya melakukan tindakan emergensi termasuk meminta ambulans untuk membawa ke Puskesmas berupaya menyelamatkan pasien.
“Ini kondisi sebenarnya yang terjadi, kalau malapraktik SOP tindakan medis diambil diluar prosedur, tapi ini murni karena Syok anaphylactic pada pasien,” pungkasnya. (juliadi/radar bali)