RadarBali.com – Era globalisasi membuat berbagai trend kuliner dari negara asing marak berkembang di Indonesia.
Apalagi di Bali yang merupakan salah satu destinasi wisata terpopuler di Indonesia. Namun di balik itu semua, the power of Jajanan Bali hingga saat ini mampu bertahan dan terus berkembang.
Walau pun jaja Bali atau jajanan Bali adalah makanan kudapan yang sudah ada sejak dahulu, tapi sampai saat ini kualitasnya tetap terjaga loh.
“Biasanya pedagang-pedagang jaja Bali selalu menggunakan bahan-bahan alami dalam pembuatan jaja Bali itu sendiri, baik itu pewarna dan pemanis.
Makanya jaja Bali rata-rata hanya bertahan selama satu hari. Sehingga pedagang akan membuat jaja Bali sesuai keperluannya,” jelas Sulang Aryawan, salah satu Nutrionist Gizi Kebugaran Indonesia.
Eits, meski demikian, namanya zaman semakin maju, pasti ada aja yang bikin jajanan pakai bahan-bahan yang instan.
Namun, Sulang mengatakan bahwa penambahan bahan-bahan pewarna, pemanis dan pengawet dalam pembuatan makanan itu sebenarnya hal yang wajar dalam ilmu gizi.
Hanya saja harus dalam batas yang sewajarnya dan sesuai dengan nilai gizi. Biasanya yang paling sering adalah penambahan rasa, seperti ekstrak rasa buah jeruk, stroberi, dan masih banyak lagi.
Nah, di sini Sulang punya tips untuk membedakan mana jajanan yang aman dan mana yang mengandung bahan-bahan berbahaya.
Pertama, dilihat dari warna jajanan. Jika warnanya terlalu mencolok, berarti jajanan itu menggunakan pewarna buatan.
Lalu, setelah melihat warna, lihat juga bentuknya. Jika teksturnya keras dan kenyal, berarti jajanan tersebut mengandung pengawet buatan, seperti boraks dan lain-lain.
“Terakhir adalah cicipi rasa dari jajanan tersebut. Jika rasa manisnya getir atau ada pahit-pahitnya dan rasanya sangat mencolok di lidah,
maka bisa dipastikan jajanan tersebut mengandung pemanis buatan,” tandas Sulang yang juga sebagai Founder dari First Management Education.