28.4 C
Jakarta
30 April 2024, 3:36 AM WIB

HIMPSI-AP2TPI Gelar Sarasehan Kontribusi Pendidikan Tinggi Psikologi

DENPASAR, Radar Bali – Sebagai salah satu profesi yang menggeluti perilaku manusia, psikologi memiliki peran dan kontribusi yang penting dalam upaya menempatkan ‘therightmanontherightplace’  sebagai pelaku pembangunan yang dibutuhkan negara.

Psikologi saat ini tidak hanya berkiprah dalam pendidikan dan sekolah, klinis, konseling, industri-organisasi, dan forensik, namun juga terkait dengan pengembangan komunitas, perilaku konsumen, kesehatan dan rehabilitasi, pelayanan keluarga, olahraga, dan juga militer.

Kurangnya psikolog dan potensi tenaga psikologi dapat memicu penyalahgunaan (misuse dan mistreat), dalam hal mana orang-orang tanpa kualifikasi pendidikan, kompetensi dan pengalaman tertentu mempraktikkan pekerjaan-pekerjaan psikologi yang ambigu kewenangannya di tengah-tengah masyarakat.

Maraknya penyalahgunaan praktik psikologi merupakan salah satu fenomena yang muncul karena kondisi yang berkekuatan hukum lemah. Lemahnya kekuatan hukum ini salah satunya karena belum adanya Undang Undang Praktik psikologi di Indonesia. Praktik psikologi perlu diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan guna memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada tenaga psikologi sebagai pelaku profesi yang andal dan berdaya saing tinggi, dengan hasil pekerjaan yang bermutu serta terjaminnya kesejahteraan masyarakat.

Dalam Sarasehan yang diselenggarakan pada Jumat, 12 Maret 2021, regulasi yang dibicarakan adalah Rancangan Undang Undang Praktik Psikologi yang sudah menjadi bagian dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR RI Tahun 2021. Sidang Paripurna dan Rapat kerja Menteri Hukum dan HAM, Badan Legislasi DPR, dan DPR RI, tanggal 14 Januari dan 9 Maret 2021 menyepakati 33 RUU Prolegnas (Program Legislasi Nasional) yang menjadi prioritas di tahun 2021 dan salah satunya adalah RUU Praktik Psikologi (Putri & Budiman, 2021).

Hal ini menunjukkan bahwa Undang Undang Praktik Psikologi dipandang penting untuk segera disahkan.  Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Belmawa) Kemendikbud, Aris Junaidi menyatakan mendukung profesi psikologi di Indonesia mendapatkan perlindungan secara undang-undang (Putra, 2020). HIMPSI melalui Ketua Umum, Prof. Dr. Seger Handoyo, Psikolog, menegaskan bahwa setelah berkiprah selama 61 tahun, kiranya penting mempunyai legalitas untuk melindungi masyarakat dan profesi psikologi di Indonesia (Putra, 2020), mengingat bahwa penempatan sumber daya manusia yang unggul dalam rangka pembangunan Indonesia membutuhkan keikutsertaan tenaga psikologi yang profesional dan bertanggung jawab.

Para pembicara pada sarasehan yang hadir adalah Hj. Desy Ratnasari, M.Psi., M.Si. (Anggota DPR RI), Prof. Dr. Faturochman, M.A.  (Universitas Gadjah Mada), Prof. Dr. Suryanto, M.Si. (Universitas Airlangga), Prof. Sri Hartati ReksodiputroSuradijono, M.A., Ph.D. (Universitas Indonesia), Prof. Dr. Suryana Sumantri, M.S.I.E. (Universitas Padjadjaran)dan Prof. Irwanto, Ph.D. (Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya)

Terhadap RUU Praktik Psikologi, AP2TPI (Asosiasi Penyelenggara Pendidikan Tinggi Psikologi Indonesia) memandang perlu untuk mengumumkan sikap positif kepada khalayak. Sikap positif dimaksud bukan hanya dalam bentuk dukungan terhadap RUU, melainkan juga kesiapan untuk menyambut kehadiran UU Praktik Psikologi, berlandaskan pada efikasi bahwa Undang Undang ini akan disahkan dalam waktu tidak lama.  

DENPASAR, Radar Bali – Sebagai salah satu profesi yang menggeluti perilaku manusia, psikologi memiliki peran dan kontribusi yang penting dalam upaya menempatkan ‘therightmanontherightplace’  sebagai pelaku pembangunan yang dibutuhkan negara.

Psikologi saat ini tidak hanya berkiprah dalam pendidikan dan sekolah, klinis, konseling, industri-organisasi, dan forensik, namun juga terkait dengan pengembangan komunitas, perilaku konsumen, kesehatan dan rehabilitasi, pelayanan keluarga, olahraga, dan juga militer.

Kurangnya psikolog dan potensi tenaga psikologi dapat memicu penyalahgunaan (misuse dan mistreat), dalam hal mana orang-orang tanpa kualifikasi pendidikan, kompetensi dan pengalaman tertentu mempraktikkan pekerjaan-pekerjaan psikologi yang ambigu kewenangannya di tengah-tengah masyarakat.

Maraknya penyalahgunaan praktik psikologi merupakan salah satu fenomena yang muncul karena kondisi yang berkekuatan hukum lemah. Lemahnya kekuatan hukum ini salah satunya karena belum adanya Undang Undang Praktik psikologi di Indonesia. Praktik psikologi perlu diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan guna memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada tenaga psikologi sebagai pelaku profesi yang andal dan berdaya saing tinggi, dengan hasil pekerjaan yang bermutu serta terjaminnya kesejahteraan masyarakat.

Dalam Sarasehan yang diselenggarakan pada Jumat, 12 Maret 2021, regulasi yang dibicarakan adalah Rancangan Undang Undang Praktik Psikologi yang sudah menjadi bagian dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR RI Tahun 2021. Sidang Paripurna dan Rapat kerja Menteri Hukum dan HAM, Badan Legislasi DPR, dan DPR RI, tanggal 14 Januari dan 9 Maret 2021 menyepakati 33 RUU Prolegnas (Program Legislasi Nasional) yang menjadi prioritas di tahun 2021 dan salah satunya adalah RUU Praktik Psikologi (Putri & Budiman, 2021).

Hal ini menunjukkan bahwa Undang Undang Praktik Psikologi dipandang penting untuk segera disahkan.  Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Belmawa) Kemendikbud, Aris Junaidi menyatakan mendukung profesi psikologi di Indonesia mendapatkan perlindungan secara undang-undang (Putra, 2020). HIMPSI melalui Ketua Umum, Prof. Dr. Seger Handoyo, Psikolog, menegaskan bahwa setelah berkiprah selama 61 tahun, kiranya penting mempunyai legalitas untuk melindungi masyarakat dan profesi psikologi di Indonesia (Putra, 2020), mengingat bahwa penempatan sumber daya manusia yang unggul dalam rangka pembangunan Indonesia membutuhkan keikutsertaan tenaga psikologi yang profesional dan bertanggung jawab.

Para pembicara pada sarasehan yang hadir adalah Hj. Desy Ratnasari, M.Psi., M.Si. (Anggota DPR RI), Prof. Dr. Faturochman, M.A.  (Universitas Gadjah Mada), Prof. Dr. Suryanto, M.Si. (Universitas Airlangga), Prof. Sri Hartati ReksodiputroSuradijono, M.A., Ph.D. (Universitas Indonesia), Prof. Dr. Suryana Sumantri, M.S.I.E. (Universitas Padjadjaran)dan Prof. Irwanto, Ph.D. (Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya)

Terhadap RUU Praktik Psikologi, AP2TPI (Asosiasi Penyelenggara Pendidikan Tinggi Psikologi Indonesia) memandang perlu untuk mengumumkan sikap positif kepada khalayak. Sikap positif dimaksud bukan hanya dalam bentuk dukungan terhadap RUU, melainkan juga kesiapan untuk menyambut kehadiran UU Praktik Psikologi, berlandaskan pada efikasi bahwa Undang Undang ini akan disahkan dalam waktu tidak lama.  

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/