28.4 C
Jakarta
30 April 2024, 5:20 AM WIB

Rawan Bencana, ACT Edukasi Ribuan Pelajar SMP PGRI 3 Mitigasi Bencana

DENPASAR – Kesiapsiagaan menghadapi bencana menjadi pengetahuan dan kebutuhan yang mendesak saat ini.

Apalagi bencana yang datang tak dapat diprediksi. Oleh karena itu, kecakapan dan kesiagaan menghadapi situasi dan menyelamatkan sesama saat bencana datang menjadi hal yang krusial.

Sehingga penting sejak usia dini, anak-anak harus dikenalkan dengan tata cara penganggulangan bencana, terutama edukasi mengenai teknik penyelamatan diri saat terjadi bencana.

Peran dari orang dewasa menjadi faktor tersampaikannya edukasi tersebut melalui kerja sama dan bimbingan secara kontinuitas.

Berlandaskan hal itu pulalah, Lembaga Kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Bali mengglear pelatihan mitigas dan tanggap bencana.

Bertempat di PGRI 3Kota Denpasar, sebanyak 1.215 orang yang terdiri dari 1.114 siswa, dan 101 civitas akademika mengikuti pelatihan mitigasi dan tanggap bencana.

Para siswa dan civitas akademika yang hadir juga diajak untuk mengenali berbagai karakter gempa bumi dan simulasi evakuasi gempa bumi.

Kegiatan pelatihan mitigasi dan tanggap bencana ini didukung oleh tim Masyarakat Relawan Indonesia (MRI) yang telah memiliki sertifikat pelatihan tanggap bencana

Kepala Program ACT Bali Saijatul Hidzki menuturkan, pelatihan mitigasi dan tanggap bencana dan mitigas bencana ini merupakan kegiatan rutin yang terus digaungkan ACT kepada seluruh masyarakat.

Hal ini dilakukan sebagai bentuk edukasi demi terciptanya masyarakat yang sadar dan tanggap bencana, serta dapat menjadi penyelamat hidup bagi yang lainnya.

Pelatihan mitigasi dan tanggap bencana ini merupakan program yang secara kontinuitas dilakukan ACT kepada pihak-pihak sekolah, mengingat masih banyaknya sekolah yang belum memasukkan materi tanggap bencana dalam kurikulum.

Selain itu, banyaknya masyarakat yang belum memiliki keterampilan dan kurangnya informasi sadar bencana menjadi catatan tersendiri

mengingat Indonesia berada dalam kawasan Cincin Api Pasifik  atau wilayah yang sering mengalami letusan gunung berapi aktif dan gempa bumi. 

“ACT Bali sangat membuka kolaborasi bagi pihak-pihak sekolah maupun dan instansi lainnya untuk mengadakan pelatihan serupa.

Hal ini merupakan bentuk usaha untuk mengurangi resiko fatal banyaknya ancaman bencana dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya mitigasi dan kesiapsiagaan saat bencana datang,” tutup Hidzki.

DENPASAR – Kesiapsiagaan menghadapi bencana menjadi pengetahuan dan kebutuhan yang mendesak saat ini.

Apalagi bencana yang datang tak dapat diprediksi. Oleh karena itu, kecakapan dan kesiagaan menghadapi situasi dan menyelamatkan sesama saat bencana datang menjadi hal yang krusial.

Sehingga penting sejak usia dini, anak-anak harus dikenalkan dengan tata cara penganggulangan bencana, terutama edukasi mengenai teknik penyelamatan diri saat terjadi bencana.

Peran dari orang dewasa menjadi faktor tersampaikannya edukasi tersebut melalui kerja sama dan bimbingan secara kontinuitas.

Berlandaskan hal itu pulalah, Lembaga Kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Bali mengglear pelatihan mitigas dan tanggap bencana.

Bertempat di PGRI 3Kota Denpasar, sebanyak 1.215 orang yang terdiri dari 1.114 siswa, dan 101 civitas akademika mengikuti pelatihan mitigasi dan tanggap bencana.

Para siswa dan civitas akademika yang hadir juga diajak untuk mengenali berbagai karakter gempa bumi dan simulasi evakuasi gempa bumi.

Kegiatan pelatihan mitigasi dan tanggap bencana ini didukung oleh tim Masyarakat Relawan Indonesia (MRI) yang telah memiliki sertifikat pelatihan tanggap bencana

Kepala Program ACT Bali Saijatul Hidzki menuturkan, pelatihan mitigasi dan tanggap bencana dan mitigas bencana ini merupakan kegiatan rutin yang terus digaungkan ACT kepada seluruh masyarakat.

Hal ini dilakukan sebagai bentuk edukasi demi terciptanya masyarakat yang sadar dan tanggap bencana, serta dapat menjadi penyelamat hidup bagi yang lainnya.

Pelatihan mitigasi dan tanggap bencana ini merupakan program yang secara kontinuitas dilakukan ACT kepada pihak-pihak sekolah, mengingat masih banyaknya sekolah yang belum memasukkan materi tanggap bencana dalam kurikulum.

Selain itu, banyaknya masyarakat yang belum memiliki keterampilan dan kurangnya informasi sadar bencana menjadi catatan tersendiri

mengingat Indonesia berada dalam kawasan Cincin Api Pasifik  atau wilayah yang sering mengalami letusan gunung berapi aktif dan gempa bumi. 

“ACT Bali sangat membuka kolaborasi bagi pihak-pihak sekolah maupun dan instansi lainnya untuk mengadakan pelatihan serupa.

Hal ini merupakan bentuk usaha untuk mengurangi resiko fatal banyaknya ancaman bencana dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya mitigasi dan kesiapsiagaan saat bencana datang,” tutup Hidzki.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/