32.7 C
Jakarta
22 November 2024, 15:12 PM WIB

CATAT! BNNP Bali: Penjara Bukan Solusi Tepat untuk Pecandu Narkotika

DENPASAR – Yayasan Anargya mengadakan sosialisasi terkait Narkotika Alkohol Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA), di Denpasar, Selasa (30/7) kemarin.

Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menyerukan kampanye dukungan pendekatan kesehatan kepada pengguna NAPZA.

Dalam diskusi bertema hasil implementasi selama 1 dekade UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ini, di hadirkan tiga orang narasumber.

Di antaranya Kepala BNN Provinsi Bali Brigjen I Putu Gede Suastawa, Direktorat Narkoba Polda Bali diwakili Made Pakris sebagai Kasubdit Direktorat Narkoba Polda Bali, dan Akademisi Hukum I Ketut Subadra.

Inti dari diskusi dan sosialisasi ini adalah memberikan informasi kepada masyarakat umum tentang dampak buruk

dari penggunaan NAPZA, penanganan perawatan NAPZA, dan pendampingan hukum untuk pengguna NAPZA yang berhadapan dengan hukum.

“Mensosialisasikan hak-hak pengguna NAPZA baik itu dari aspek kesehatan dan hukum. Bahwa penjara bukan solusi untuk pecandu narkotika,” beber Brigjenpol I Putu Gede Suastawa.

Menurutnya, penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba merupakan sebuah fenomena global yang sangat menakutkan dan membahayakan bagi bangsa dan Negara.

Dampak buruk penggunaan narkoba ini juga sudah menyentuh hampir ke seluruh masyarakat di semua golongan.

Bahkan, narkoba dalam perkembangannya sudah merambah ke segala tempat bahkan telah sampai di sekolah – sekolah baik SD, SLTP, SLTA dan juga di perguruan tingi.

Kalau kondisi ini berlanjut akibatnya adalah menurunnya kualitas generasi muda yang berarti akan mengurangi asset bangsa.

Kondisi ini tentu merupakan masalah bagi remaja dan orang tua. Berbagai jenis narkotika di antaranya yaitu Opioid (Opiad), Kokain, Kanabis/ganja/hemp/chasra/cimenk, heroin/putouw, metadon, morfin, barbiturat, dan masih banyak lagi.

Sedangkan psikotropika biasanya berjenis sabu–sabu, sedatif/hipnotik, ekstasi, nipam, speed, demoral, angel dust, dan lain-lain.

Selain itu Zat Adiktif lainnya yang berjenis antara lain; alkohol, nikotin, kafein, zat desainer (speed ball, pace pill, cristal, angel dustrocket fuel),

disamping masih terdapat zat-zat sejenis lainnya yang sangat membahayakan, dan dapat menimbulkan kecanduan/ketergantungan.

Saat ini jenis serta bentuk narkoba tersebut sudah sangat jauh berkembang dan bervariatif dengan berbagai kemasan yang sangat menarik dan menyesatkan.

Oleh karena itu, melalui peraturan itu, jika seseorang ditangkap penyidik Polri atau BNN menggunakan atau memiliki narkotika, akan tetap diproses secara hukum dengan dakwaan Pasal 127 UU Narkotika yang putusannya menjatuhkan perintah rehabilitasi.

“Pasal 127 Undang-undang Narkotika mengatur ancaman hukumannya di bawah 5 tahun sehingga tidak perlu ditahan,” ujar Brigjen Suastawa.

Arah kebijakan BNN adalah seluruh aparat penegak hukum menyatukan persepsi bahwa penyalahguna dan korban penyalahguna

harus diputus rehabilitasi sesuai Pasal 127 UU No.35 Tahun 2009 dengan ketentuan barang bukti di bawah 1 gram.

“Mari kita sama-sama mensosialisasikan ke masyarakat umum bahwa penjara adalah bukan solusi untuk pecandu narkotika,” tuturnya.

Ditempat yang sama, ketua panitia Robinson mengatakan, Yayasan Anargya secara resmi berdiri pada tanggal 10 Desember 2014 berdasar SK Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. AHU-10905.50.10.2014.

Yayasan Anargya bergerak dibidang perawatan adiksi (kecanduan), pencegahan (melalui media edukasi dan informasi) dan paralegal

pendampingan hukum untuk pengguna Narkotika Alkohol Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) yang berhadapan dengan hukum.

Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menyerukan kampanye dukungan pendekatan kesehatan kepada pengguna NAPZA.

Mengkampanyekan pesan INDONESIATANPASTIGMA dan PPPORTDONTPUNISH kepada seluruh elemen komunitas terdampak dan masyarakat umum.

Dalam kesempatan ini, ketua panitia menginformasikan kepada masyarakat umum tentang dampak buruk dari penggunaan NAPZA,

penanganan perawatan NAPZA dan pendampingan hukum untuk pengguna NAPZA yang berhadapan dengan hukum.

“Kami mensosialisasikan hak-hak pengguna NAPZA baik itu dari aspek kesehatan dan hukum. Kesepakatan bersama bahwa penjara adalah bukan solusi untuk

pecandu narkotika,” terangnya sembari mengatakan bahwa kegiatan ini terlaksana atas kerjasama dan dukungan dari Rumah Cemara dan HR Asia.

“Sekali lagi, Yayasan Anargya mengajak semua pihak untuk mewujudkan komitmen moral secara konsisten membantu mengatasi permasalahan penanganan penyalahgunaan NAPZA yang ada di Indonesia,” katanya. (rba)

DENPASAR – Yayasan Anargya mengadakan sosialisasi terkait Narkotika Alkohol Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA), di Denpasar, Selasa (30/7) kemarin.

Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menyerukan kampanye dukungan pendekatan kesehatan kepada pengguna NAPZA.

Dalam diskusi bertema hasil implementasi selama 1 dekade UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ini, di hadirkan tiga orang narasumber.

Di antaranya Kepala BNN Provinsi Bali Brigjen I Putu Gede Suastawa, Direktorat Narkoba Polda Bali diwakili Made Pakris sebagai Kasubdit Direktorat Narkoba Polda Bali, dan Akademisi Hukum I Ketut Subadra.

Inti dari diskusi dan sosialisasi ini adalah memberikan informasi kepada masyarakat umum tentang dampak buruk

dari penggunaan NAPZA, penanganan perawatan NAPZA, dan pendampingan hukum untuk pengguna NAPZA yang berhadapan dengan hukum.

“Mensosialisasikan hak-hak pengguna NAPZA baik itu dari aspek kesehatan dan hukum. Bahwa penjara bukan solusi untuk pecandu narkotika,” beber Brigjenpol I Putu Gede Suastawa.

Menurutnya, penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba merupakan sebuah fenomena global yang sangat menakutkan dan membahayakan bagi bangsa dan Negara.

Dampak buruk penggunaan narkoba ini juga sudah menyentuh hampir ke seluruh masyarakat di semua golongan.

Bahkan, narkoba dalam perkembangannya sudah merambah ke segala tempat bahkan telah sampai di sekolah – sekolah baik SD, SLTP, SLTA dan juga di perguruan tingi.

Kalau kondisi ini berlanjut akibatnya adalah menurunnya kualitas generasi muda yang berarti akan mengurangi asset bangsa.

Kondisi ini tentu merupakan masalah bagi remaja dan orang tua. Berbagai jenis narkotika di antaranya yaitu Opioid (Opiad), Kokain, Kanabis/ganja/hemp/chasra/cimenk, heroin/putouw, metadon, morfin, barbiturat, dan masih banyak lagi.

Sedangkan psikotropika biasanya berjenis sabu–sabu, sedatif/hipnotik, ekstasi, nipam, speed, demoral, angel dust, dan lain-lain.

Selain itu Zat Adiktif lainnya yang berjenis antara lain; alkohol, nikotin, kafein, zat desainer (speed ball, pace pill, cristal, angel dustrocket fuel),

disamping masih terdapat zat-zat sejenis lainnya yang sangat membahayakan, dan dapat menimbulkan kecanduan/ketergantungan.

Saat ini jenis serta bentuk narkoba tersebut sudah sangat jauh berkembang dan bervariatif dengan berbagai kemasan yang sangat menarik dan menyesatkan.

Oleh karena itu, melalui peraturan itu, jika seseorang ditangkap penyidik Polri atau BNN menggunakan atau memiliki narkotika, akan tetap diproses secara hukum dengan dakwaan Pasal 127 UU Narkotika yang putusannya menjatuhkan perintah rehabilitasi.

“Pasal 127 Undang-undang Narkotika mengatur ancaman hukumannya di bawah 5 tahun sehingga tidak perlu ditahan,” ujar Brigjen Suastawa.

Arah kebijakan BNN adalah seluruh aparat penegak hukum menyatukan persepsi bahwa penyalahguna dan korban penyalahguna

harus diputus rehabilitasi sesuai Pasal 127 UU No.35 Tahun 2009 dengan ketentuan barang bukti di bawah 1 gram.

“Mari kita sama-sama mensosialisasikan ke masyarakat umum bahwa penjara adalah bukan solusi untuk pecandu narkotika,” tuturnya.

Ditempat yang sama, ketua panitia Robinson mengatakan, Yayasan Anargya secara resmi berdiri pada tanggal 10 Desember 2014 berdasar SK Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. AHU-10905.50.10.2014.

Yayasan Anargya bergerak dibidang perawatan adiksi (kecanduan), pencegahan (melalui media edukasi dan informasi) dan paralegal

pendampingan hukum untuk pengguna Narkotika Alkohol Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) yang berhadapan dengan hukum.

Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menyerukan kampanye dukungan pendekatan kesehatan kepada pengguna NAPZA.

Mengkampanyekan pesan INDONESIATANPASTIGMA dan PPPORTDONTPUNISH kepada seluruh elemen komunitas terdampak dan masyarakat umum.

Dalam kesempatan ini, ketua panitia menginformasikan kepada masyarakat umum tentang dampak buruk dari penggunaan NAPZA,

penanganan perawatan NAPZA dan pendampingan hukum untuk pengguna NAPZA yang berhadapan dengan hukum.

“Kami mensosialisasikan hak-hak pengguna NAPZA baik itu dari aspek kesehatan dan hukum. Kesepakatan bersama bahwa penjara adalah bukan solusi untuk

pecandu narkotika,” terangnya sembari mengatakan bahwa kegiatan ini terlaksana atas kerjasama dan dukungan dari Rumah Cemara dan HR Asia.

“Sekali lagi, Yayasan Anargya mengajak semua pihak untuk mewujudkan komitmen moral secara konsisten membantu mengatasi permasalahan penanganan penyalahgunaan NAPZA yang ada di Indonesia,” katanya. (rba)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/