Setidaknya 31 ribu lansia telantar di Pulau Dewata. Ini tentu perlu perhatian semua pihak. Apalagi, jumlah itu layaknya fenomena gunung es. Bila tak ditangani dengan benar, nasib lansia layaknya tinggal menunggu ajal menjemput. Di sisi lain, Panti Jompo yang ada tak banyak.
Juliadi/Eka Prasetya/Ni Kadek Novi Febriani/Candra Gupta
INDONESIA kini memasuki zaman aging society atau jumlah penduduk lanjut usia (lansia)-berusia 60 tahun ke atas melebihi tujuh persen dari total jumlah penduduk. Bahkan, di lima provinsi. Yakni Bali, Jogjakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Barat jumlah lansia di atas 10 persen. Itu pun berdasar data BPS pada 2019.
Artinya, Baby Boom pada 1960 kini tak terjadi lagi. Berdasar data BPS untuk di Bali angka kelahiran sejak 2010 sampai 2020 terus mengalami penurunan. Kini, terjadi transisi struktur penduduk Bali yang sebelumnya piramida stasioner menjadi struktur penduduk tua. Artinya, jumah penduduk tua terus meningkat di banding angka kelahiran dan angka penduduk balita.
Di balik itu semua tentu menyimpan beberapa persoalan. Baik dari segi ekonomi, sosial, dan lainnya. Bertambahnya lansia, tentu harus dibarengi dengan beragam usaha pemerintah untuk terus memberdayagunakan dan juga aktif meningkatkan kesehatan mereka. Di sisi lain, keluarga juga harus mendukung dan memberi perhatian bagi lansia.
Demikian tak semua lansia mendapat perhatian dari lingkungan sekitar. Tak salah, puluhan ribu di antara mereka harus merana saat tubuh mulai ringkih. Sedangkan anak maupun sanak famili yang lain juga tak mampu menanggung kebutuhan mereka karena hidup pas-pasan.
Cerita ini tentu beda dengan kaum the have! Pun begitu, sedikit asa bagi lansia terlantar dengan berdirinya beberapa panti jompo milik pemerintah maupun swasta. Termasuk, mulai tumbuh kesadaran banyak pihak untuk membantu lansia dengan memberikan beragam sumbangan.
Misal di Panti Sosial Tresna Werdha (Panti Jompo) Santhi yang berlokasi di Perumahan Dinas Wanasara, Desa Bongan, Tabanan. Panti yang berdiri sejak 2017 itu merawat sebanyak 12 orang lansia, tetapi kini masih tersisa 5 orang lansia yang dirawat di pondok sosial tersebut. Mereka lansia yang rawat adalah kategori telantar dan kurang mampu.
“Kami asuh dengan pelayanan total, kebutuhan dasar mereka dipenuhi. Mulai dari mandi, makan minum hingga kehidupan sehari-hari. Jika sudah mampu mandiri, maka tidak kami layani lagi,” kata Made Sujana selaku Kasubag Tata Usaha dan UPTD Pelayanan Sosial Perlindungan Perempuan dan Anak Dinas Sosial Tabanan.
Orang tua yang diasuh di sini rata-rata mereka yang tidak memiliki keluarga. Mereka ini terbilang telantar, mulai kondisi ekonomi kurang mampu (miskin), tidak memiliki tempat tinggal hingga ditemukan di jalan. Terpenting pula mereka masuk data di DTKS Dinas Sosial. “Itulah yang kami tampung dan layani di sini,” ungkapnya.
Meski panti sosial ini sudah beroperasi selama 5 tahun, dia menyebut tidak serta merta berjalan mulus di lapangan. Kendala ada pada faktor pendanaan, apalagi situasi sekarang ini kondisi APBD pemerintah kabupaten masih kecil akibat imbas Covid-19. Sehingga mau tidak mau pihaknya harus menggandeng pihak ketiga dalam pendanaan. Misalnya bentuknya program bantuan dari komunitas, kelompok, dan CSR dari perusahaan.
“Syukurnya kami tertolong dengan itu, sehingga masih mampu bertahan sampai sekarang,” tandasnya. Untuk tenaga pengasuh sendiri ada sebanyak 10 orang pengasuh dengan dibantu 5 orang tenaga PNS.
Yang menarik di panti sosial ini, para lansia bukan harus dilayani, melainkan pula diberikan kegiatan lainnya. Seperti membuat sebuah porosan, jejaitan, dan kegiatan lainnya. “Artinya kami berikan kegiatan untuk menghilangkan rasa kejenuhan dan bosan dari para orang tua yang diasuh,” sebut dia.
Setali tiga uang juga terekam di Panti Sosial Tresna Werda (PSTW) Jara Mara Pati saat Jawa Pos Radar Bali bertandang kesana. Suasananya relatif lengang dan asri. Siang itu para lansia yang menghuni panti itu, lebih banyak beraktivitas di dalam ruangan. Maklum jam sudah beranjak ke pukul 11.00 siang. Biasanya jam-jam itu digunakan para lansia untuk beristirahat.
Sebagian besar beraktivitas di dalam wisma. Ada pula yang beraktivitas di depan wisma. Sekadar membuat canang sari, tamas, ada juga yang mengumpulkan lidi untuk membuat sapu lidi. Jara Mara Pati merupakan salah satu panti yang dikelola Pemprov Bali. Dulunya lebih dikenal dengan sebutan panti jompo. Kini istilah itu telah berubah menjadi tresna werda. Saat ini ada dua panti bagi para lansia yang dikelola pemerintah. Yakni Jara Mara Pati di Desa Kaliasem, Buleleng; dan Wana Seraya di Kesiman Kertalangu, Denpasar.
Aktivitas di Jara Mara Pati memang tak banyak lagi. Sejak pandemi melanda, sejumlah aktivitas juga ikut berkurang. Biasanya saban hari para lansia akan sibuk melayani kedatangan tamu. Apalagi pada akhir pekan. Tapi kini aktivitas dibatasi, guna mencegah penyebaran Covid-19 pada lansia.
“Memang kami batasi. Sekarang kasus Covid-19 memang sudah melandai, tapi bukan berarti sudah tidak ada Covid. Kami batasi kunjungan untuk menjaga kesehatan lansia yang ada di sana juga. Makanya kami imbau kalau berkunjung ke sana tetap protokol kesehatan, dan tetap pakai masker. Karena lansia kan kelompok rentan terpapar Covid,” kata Kepala Dinas Sosial Bali Dewa Gede Mahendra Putra saat dihubungi dari Buleleng kemarin.
Dewa Mahendra mengatakan, saat ini para lansia di Jara Mara Pati lebih banyak melakukan aktivitas di dalam panti. Lansia pria biasanya akan sibuk dengan kegiatan bertani dan beternak. Mereka kini memiliki lahan berkebun kacang tanah di salah satu sudut panti. Sedangkan para lansia wanita biasanya membuat canang dan sapu lidi.
“Karena kalau dibiarkan begitu saja, mereka juga jenuh. Jadi apa yang jadi keinginan mereka, kami berusaha fasilitasi. Ada yang mau berkebun, kami siapkan lahan dan bibit. Ada yang suka buat canang, kami siapkan busung-nya. Ada yang suka masak, kami ajak di dapur,” ungkapnya.
Ia mengklaim hal itu merupakan hal penting bagi para lansia. Sebab dengan memfasilitasi keinginan lansia, maka mereka merasa diperhatikan dan dipedulikan. “Justru kalau diabaikan, mereka itu bisa stres. Malah muncul penyakit. Makanya kalau mereka bilang mau berkebun, kami berusaha fasilitasi. Biar secara psikis mereka nyaman. Bisa beraktivitas rutin juga. Kalau psikis sudah nyaman, aktivitas rutin dilakukan, otomatis sehat. Kami meyakini itu,” imbuhnya.
Lebih lanjut dijelaskan, pada masa pandemi lalu, sejumlah kegiatan produktif memang agak terkendala. Sebab kondisi ekonomi juga merosot. Sehingga beberapa produksi para lansia tak bisa terserap dengan optimal.
Salah satunya produk kerajinan sapu lidi. Saat ini stok sapu lidi cukup banyak. Menurut mantan Karo Humas Pemprov Bali itu, penyerapan agak kurang optimal karena kondisi ekonomi belum pulih betul.
“Bukan berarti tidak terserap sama sekali. Tapi berkurang. Misalnya dulu sebulan laku 10 buah, sekarang paling 3-5 buah. Hasilnya kami kembalikan lagi ke lansia itu,” katanya lagi.
Apa yang kurang dari panti tersebut? Menurut birokrat asal Kelurahan Kaliuntu, Buleleng itu, panti saat ini membutuhkan fasilitas berupa CCTV. Bukan tanpa alasan. Kamera itu dibutuhkan untuk memantau kondisi kesehatan para lansia. Ia khawatir bila lansia yang tinggal di panti tiba-tiba mengalami gangguan kesehatan saat sedang beristirahat.
“Bisa jadi teman-temannya tidak tahu. Apalagi kalau malam hari. Makanya kalau ada CCTV lebih mudah mengawasi. Saat ini memang belum bisa karena anggaran terbatas, tapi akan kami usulkan saat kondisinya memadai,” ungkapnya.
Di samping itu pihaknya juga membutuhkan dukungan dari relawan. Sebab ada beberapa lansia yang mengalami demensia. Sehingga mereka membutuhan bimbingan dan penanganan ekstra. Ia mengaku tengah membangun komunikasi dengan beberapa pihak untuk membimbing lansia yang mengalami demensia.
“Kami sangat terbuka kalau ada relawan yang datang. Meskipun hanya membantu beberapa waktu. Karena dengan kedatangan dan perhatian relawan, lansia-lansia ini juga merasa lebih senang,” demikian Mahendra.
Tak kalah menarik apa yang dilakukan Pemkot Denpasar. Salah satunya memberikan bantuan sosial berupa uang dengan nilai Rp 500 ribu per bulan untuk para lansia yang terdaftar di Kota Denpasar.
Kepala Dinas Kota Denpasar, I Gusti Ayu Laxmy Saraswati mengatakan bahwa lansia yang terdata di PPKS (Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial) pada 2021 adalah 263 orang. Kerap ditemukan orang tua yang terlantar karena sakit tertentu, Dinas Soosial akan berkoordinasi untuk mencari keluarga. Jika, keluarganya tidak diketahui akan berkoordinasi dengan rumah singgah atau panti yang ada di Kota Denpasar. ” Ada rumah jompo sarfat dan rumah Annisa yang sering kami kerjasama dalam penanganan lansia yang ditemukan telantar ataupun linglung di jalanan,” ujar Laxmy.
Permasalahan lansia selama ini, Dinas Sosial memerlukan untuk melakukan validasi data terkait lansia PPKS supaya dapat memberikan bantuan maupun fasilitas sesuai kebutuhannya. Tidak hanya Dinas Sosial yang memberikan program untuk lansia, tapi juga seperti Dinas Kesehatan, BPMD ( Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa) dengan program Posyandu Lansia. ” Dan masih banyak sinergi lainnya. Ada bansos, Hari Lanjut Usia Nasional, atau penanganan lansia,” ujarnya. (*)