Abrasi jadi momok di kawasan Kota Singaraja. Tiap tahun warga yang tinggal di kawasan pesisir waswas dengan kondisi air pasang yang memicu banjir rob. Upaya pencegahan mulai dilakukan. Salah satunya dengan menanam mangrove.
Eka Prasetya, Buleleng
BIBIT pohon mangrove terlihat tertanam di sepanjang Pantai Pidada hingga Pantai Camplung, Kelurahan Banyuasri. Pemandangan itu terbilang ganjil. Karena selama puluhan tahun tak pernah ada tanaman mangrove yang berada di pantai-pantai kawasan Kota Singaraja.
Mangrove itu ditanam sejak dua pekan terakhir. Total ada 400 batang bibit yang ditanam. Bibit-bibit itu didapat dari Bali Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BDASHL) Unda Anyar, salah satu lembaga pemerintah perpanjangan tangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Bibit mangrove itu jelas jadi pemandangan baru. Setidaknya dalam kurun waktu dua dasa warsa terakhir, itu pertama kalinya pemerintah menanam mangrove di bibir pantai sekitar perkotaan.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Buleleng Gede Melandrat menuturkan, penanaman mangrove itu merupakan bagian dari pencegahan dan penanggulangan abrasi di pesisir perkotaan. Selama ini penanaman mangrove cukup berhasil di Desa Sumberkima. Terbukti abrasi bisa ditanggulangi.
Kini langkah tersebut diadopsi di sepanjang pesisir pantai kawasan perkotaan. Pantai Pidada dan Pantai Camplung jadi lokasi uji coba. Pantai tersebut sengaja dipilih karena secara historis kawasan di kawasan itu terdapat mangrove.
“Buktinya nama pantainya saja Pantai Pidada. Pidada itu kan buah mangrove. Artinya secara historis di sana pernah ada mangrove. Orang memberi nama itu kan ada alasannya,” kata Melandrat.
Selain itu di kawasan tersebut juga dulunya terdapat sebuah tanjung. Namun tanjung itu menghilang dan tersisa pantai. Dia berasumsi abrasi telah mengikis garis pantai lebih dari 20 meter.“Saya ingat betul di sana itu ada tanjung. Sekarang kan tidak ada. Malah jadi teluk,” ungkapnya.
Lebih lanjut Melandrat mengatakan, penanaman mangrove itu masih bersifat uji coba. DLH akan memantau kekuatan dan ketahanan mangrove, terutama setelah dihempas gelombang pasang. Gelombang paling tertinggi dan terganas diperkirakan akan terjadi pada akhir Januari hingga Maret tahun depan.
Apabila bibit-bibit itu tak sanggup menahan hempasan gelombang pasang, maka pihaknya menyiapkan skema lain. Yakni menanam bibit mangrove secara komunal, dengan menggunakan pelindung keranjang bambu. Skema itu diusulkan salah seorang dosen dari Universitas Pendidikan Ganesha.
Teknisnya setiap sepuluh buah bibit mangrove akan dimasukkan dalam sebuah keranjang. Selanjutnya bibit beserta keranjang akan ditanam di pantai. Keranjang berfungsi sebagai penahan gelombang. Sehingga potensi mangrove yang selamat dari gelombang pasang akan semakin besar.
“Kami akan uji coba, mana yang efektif. Apakah system konvensional yang menggunakan jarak 1×1 meter, atau menggunakan sistem keranjang. Supaya kawasan pesisir kita juga terjaga dari gelombang pasang,” tegas Melandrat. (*)