32.8 C
Jakarta
21 November 2024, 17:32 PM WIB

Ritual Sakral Gebuk Ende Seraya, Karangasem : Sarana Memohon Hujan itu Lestari hingga Kini

Di ujung timur Pulau Dewata, di Desa Adat Seraya, Karangasem, punya tradisi unik yang digelar setiap setahun sekali. Gebuk Ende dipercaya masyarakat sebagai sarana meminta hujan di musim kemarau.

ZULFIKA RAHMAN, Amlapura

MEREKA tampak sudah bersiap. Segala peranti pun disiagakan.  Tabuh dan gamelan terus dibunyikan sebelum gebuk ende dilakukan.

Cuaca yang cukup terik pada Jumat (14/10/2022), tak menyurutkan antusias masyarakat Desa Adat Seraya menyaksikan tradisi sakral yang digelar di Pura Puseh Desa Adat Seraya. Ende dan alat pemukul dari rotan pun telah disiapkan.

Akhirnya tepat sekitar pukul 14.30, tradisi gebuk ende digelar. Saat dimulai, teriakan penonton yang tumpah ruah itu tak kunjung henti. Mereka menyemangati satu sama lain yang bertarung. Gebuk ende sediri hanya menampilkan tiga kali.

Tradisi itu berlanjut dipentaskan di Lapangan Ki Kopang yang menjadi bagian dari Seraya Festival. “Kalau yang digelar di pura itu sakral. Tapi yang digelar di Lapangan Ki Kopang merupakan acara pertunjukan (biasa),” kata Kelian Desa Adat Seraya I Made Salin.

Made Salin mengungkapkan, gebuk ende sakral sendiri rutin digelar setiap tahun. Biasanya, digelar setelah Penyineban Usaba Kaja atau Usaba Kapat penanggalan Caka. “Melalui gebuk ende kami percaya bahwa ini sarana meminta turun hujan di saat kemarau,” tuturnya.

Seraya sendiri memiliki geografis wilayah kering. Terletak di pesisir pantai dengan ketinggian 400 meter dari permukaan laut. Sebagian besar masyarakatnya menggeluti pekerjaan petani dan nelayan.

Di saat kemarau, air di Desa tersebut cukup sulit. “Ketika tidak turun hujan ini mengancam keberlangsungan tanaman warga. Nah leluhur kami percaya, melalui kegiatan gebuk ende ini akan turun hujan. Apalagi kalau sampai keluar darah dari pemainnya,” imbuhnya.

Gebuk Ende sendiri merupakan kegiatan saling pukul dengan menggunakan rotan. Ende tersebut memiliki fungsi perisai diri dari ancaman lawan yang ingin memukul. Keduanya beradu taktik untuk bisa menghindar dan menyerang hingga mengenai  tubuh lawan. “Yang boleh dikenai hanya bagian pinggang ke atas,” tandasnya.

Gebuk ende sendiri menjadi rangkaian Seraya Festival yang digelar pertama kalinya antara tanggal 14 hingga 16 Oktober ini. Selain menampilkan tradisi endemik, ada juga pameran kerajinan dan UMKM.

 

Di ujung timur Pulau Dewata, di Desa Adat Seraya, Karangasem, punya tradisi unik yang digelar setiap setahun sekali. Gebuk Ende dipercaya masyarakat sebagai sarana meminta hujan di musim kemarau.

ZULFIKA RAHMAN, Amlapura

MEREKA tampak sudah bersiap. Segala peranti pun disiagakan.  Tabuh dan gamelan terus dibunyikan sebelum gebuk ende dilakukan.

Cuaca yang cukup terik pada Jumat (14/10/2022), tak menyurutkan antusias masyarakat Desa Adat Seraya menyaksikan tradisi sakral yang digelar di Pura Puseh Desa Adat Seraya. Ende dan alat pemukul dari rotan pun telah disiapkan.

Akhirnya tepat sekitar pukul 14.30, tradisi gebuk ende digelar. Saat dimulai, teriakan penonton yang tumpah ruah itu tak kunjung henti. Mereka menyemangati satu sama lain yang bertarung. Gebuk ende sediri hanya menampilkan tiga kali.

Tradisi itu berlanjut dipentaskan di Lapangan Ki Kopang yang menjadi bagian dari Seraya Festival. “Kalau yang digelar di pura itu sakral. Tapi yang digelar di Lapangan Ki Kopang merupakan acara pertunjukan (biasa),” kata Kelian Desa Adat Seraya I Made Salin.

Made Salin mengungkapkan, gebuk ende sakral sendiri rutin digelar setiap tahun. Biasanya, digelar setelah Penyineban Usaba Kaja atau Usaba Kapat penanggalan Caka. “Melalui gebuk ende kami percaya bahwa ini sarana meminta turun hujan di saat kemarau,” tuturnya.

Seraya sendiri memiliki geografis wilayah kering. Terletak di pesisir pantai dengan ketinggian 400 meter dari permukaan laut. Sebagian besar masyarakatnya menggeluti pekerjaan petani dan nelayan.

Di saat kemarau, air di Desa tersebut cukup sulit. “Ketika tidak turun hujan ini mengancam keberlangsungan tanaman warga. Nah leluhur kami percaya, melalui kegiatan gebuk ende ini akan turun hujan. Apalagi kalau sampai keluar darah dari pemainnya,” imbuhnya.

Gebuk Ende sendiri merupakan kegiatan saling pukul dengan menggunakan rotan. Ende tersebut memiliki fungsi perisai diri dari ancaman lawan yang ingin memukul. Keduanya beradu taktik untuk bisa menghindar dan menyerang hingga mengenai  tubuh lawan. “Yang boleh dikenai hanya bagian pinggang ke atas,” tandasnya.

Gebuk ende sendiri menjadi rangkaian Seraya Festival yang digelar pertama kalinya antara tanggal 14 hingga 16 Oktober ini. Selain menampilkan tradisi endemik, ada juga pameran kerajinan dan UMKM.

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/