31.3 C
Jakarta
19 November 2024, 18:40 PM WIB

Dari Sampah Warga Hasilkan Pupuk Organik Setengah Ton Per Bulan

Berdiri sejak tahun 2017 lalu TPS-3R Bantas Lestari yang berlokasi di Desa Bantas, Selemadeg Timur, Tabanan sudah menjadi TPS induk yang tidak hanya menyerap sampah rumah tangga yang dihasilkan di desa Bantas saja. Tetapi kini sudah menampung sampah dari sejumlah desa yang berada di Kecamatan Selemadeg Timur. Bahkan ditengah pandemi Covid-19 terus mengolah sampah lantaran permintaan meningkat.

___

JULIADI, Tabanan

___

 

TEMPAT Pengelolaan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS-3R) Bantas Lestari Desa Bantas, Selemadeg Timur, Tabanan patut menjadi contoh dalam pengelolaan sampah berbasis desa. Ketua Pengelola TPS 3R Bantas Lestari Ni Nyoman Sarasmini menyatakan setiap harinya ada sekitar 5 ton sampah yang diserap di TPS 3R untuk diolah. Sampah-sampah tersebut sebagian besar  dihasilkan oleh sampah rumah tangga oleh dari 830 KK yang ada di Desa Bantas dan desa tetangga.

“Secara keseluruhan kami baru 60 persen sampah sudah terserap di Desa Bantas,” ujarnya kepada radarbali.id. 

Sampah-sampah yang diserap selain diolah menjadi pupuk organik juga dibuat sebagai sebuah kerajinan tangan. Sampah organik yang dijadikan kompos rata-rata setiap bulannya mampu menghasilkan 500 kilogram atau setengah ton pupuk. Pupuk organik ini kemudian didistribusikan kepada petani desa setempat.

“Kalau produksi pupuk 500 kilogram setiap bulan kami masih kurang. Jujur saja kami masih kewalahan dengan permintaan dari petani dan warga soal pupuk organik. Karena serapan selama ini mampu setiap bulan mencapai 1 ton. Sehingga terpaksa pupuk kami serap dari TPS 3R lainnya di Tabanan,” terangnya.

Meningkatnya permintaan pupuk organik ini, karena faktor pandemi Covid-19 sebabkan banyak warga desa yang mulai bertani. Lantaran mereka yang dulunya bekerja di pariwisata pulang ke kampung halaman sehingga mengerjakan lahan pertanian yang dulu ditinggalkan.

“Untuk pupuk organik kami jual ke petani dengan harga Rp 1500 per kilogramnya. Sedangkan diluar petani kami jual Rp 1800 per kilogramnya,” ucapnya.

Di sisi lain dijelaskan Sarasmini selain pupuk organik, yang menarik dan memiliki nilai ekonomis dan layak dijual adalah sampah plastik dibuat berbagai kerajinan oleh anggota kelompok TPS 3R Bantas Lestari yang sudah dibina sejak lama yang beranggota sebanyak 10 orang.

Sampah plastik yang tidak dapat daur ulang seperti kresek, botol, plastik bungkus permen. Sampah plastik ini kemudian kembali diolah menjadi barang yang bermanfaat bagi lingkungan sekitar dan memiliki nilai jual. Seperti tas, tempat perhiasan, gelang, pin, gantungan kunci, pot bunga, bokor, tempat pulpen dan berbagai kerajinan lainnya. Semua hasil kerajinan tangan dengan proses pengerjaan selama satu minggu.

“Tindakan ini sebenarnya bertujuan untuk mengurangi dan mengatasi adanya pencemaran dan kerusakan lingkungan yang disebabkan dari membuang sampah plastik sembarangan. Selain itu mengenal masyarakat bahwa sampah plastik itu dapat dimanfaatkan kembali dan mudah cara pengolahannya,” ungkapnya.

Satu tas hasil kerajinan sampah plastik tersebut kami jual dengan harga Rp 350 ribu. Hasil kerajinan tangan kisaran harganya bervariasi mulai dari Rp 15 ribu sampai dengan ratusan ribu tergantung varian dan jenisnya.

“Hasil pupuk organik setiap bulan dan hasil kerajinan tangan dari sampah plastik inilah yang menutupi biaya operasional TPS 3R. Selain biaya jasa angkut sampah yang diberikan oleh warga,” ungkapnya.

Diakui Sarasmini meski sudah tiga tahun bergerak mengelola sampah di TPS 3R lagi-lagi terkendala dengan kesadaran masyarakat. Pihaknya berharap masyarakat secara langsung melakukan pemilahan sampah pada sumbernya yakni di rumah tangga secara langsung.

“Nah ini yang menjadi PR kami kedepan. Sehingga kami di program pemberdayaan agar dapat menggugah kesadaran masyarakat dengan memberikan bibit tanam sayuran seperti terong, cabai, bayam dan sayuran jenis lainnya di areal pekarangan rumah,” pungkasnya. 

Berdiri sejak tahun 2017 lalu TPS-3R Bantas Lestari yang berlokasi di Desa Bantas, Selemadeg Timur, Tabanan sudah menjadi TPS induk yang tidak hanya menyerap sampah rumah tangga yang dihasilkan di desa Bantas saja. Tetapi kini sudah menampung sampah dari sejumlah desa yang berada di Kecamatan Selemadeg Timur. Bahkan ditengah pandemi Covid-19 terus mengolah sampah lantaran permintaan meningkat.

___

JULIADI, Tabanan

___

 

TEMPAT Pengelolaan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS-3R) Bantas Lestari Desa Bantas, Selemadeg Timur, Tabanan patut menjadi contoh dalam pengelolaan sampah berbasis desa. Ketua Pengelola TPS 3R Bantas Lestari Ni Nyoman Sarasmini menyatakan setiap harinya ada sekitar 5 ton sampah yang diserap di TPS 3R untuk diolah. Sampah-sampah tersebut sebagian besar  dihasilkan oleh sampah rumah tangga oleh dari 830 KK yang ada di Desa Bantas dan desa tetangga.

“Secara keseluruhan kami baru 60 persen sampah sudah terserap di Desa Bantas,” ujarnya kepada radarbali.id. 

Sampah-sampah yang diserap selain diolah menjadi pupuk organik juga dibuat sebagai sebuah kerajinan tangan. Sampah organik yang dijadikan kompos rata-rata setiap bulannya mampu menghasilkan 500 kilogram atau setengah ton pupuk. Pupuk organik ini kemudian didistribusikan kepada petani desa setempat.

“Kalau produksi pupuk 500 kilogram setiap bulan kami masih kurang. Jujur saja kami masih kewalahan dengan permintaan dari petani dan warga soal pupuk organik. Karena serapan selama ini mampu setiap bulan mencapai 1 ton. Sehingga terpaksa pupuk kami serap dari TPS 3R lainnya di Tabanan,” terangnya.

Meningkatnya permintaan pupuk organik ini, karena faktor pandemi Covid-19 sebabkan banyak warga desa yang mulai bertani. Lantaran mereka yang dulunya bekerja di pariwisata pulang ke kampung halaman sehingga mengerjakan lahan pertanian yang dulu ditinggalkan.

“Untuk pupuk organik kami jual ke petani dengan harga Rp 1500 per kilogramnya. Sedangkan diluar petani kami jual Rp 1800 per kilogramnya,” ucapnya.

Di sisi lain dijelaskan Sarasmini selain pupuk organik, yang menarik dan memiliki nilai ekonomis dan layak dijual adalah sampah plastik dibuat berbagai kerajinan oleh anggota kelompok TPS 3R Bantas Lestari yang sudah dibina sejak lama yang beranggota sebanyak 10 orang.

Sampah plastik yang tidak dapat daur ulang seperti kresek, botol, plastik bungkus permen. Sampah plastik ini kemudian kembali diolah menjadi barang yang bermanfaat bagi lingkungan sekitar dan memiliki nilai jual. Seperti tas, tempat perhiasan, gelang, pin, gantungan kunci, pot bunga, bokor, tempat pulpen dan berbagai kerajinan lainnya. Semua hasil kerajinan tangan dengan proses pengerjaan selama satu minggu.

“Tindakan ini sebenarnya bertujuan untuk mengurangi dan mengatasi adanya pencemaran dan kerusakan lingkungan yang disebabkan dari membuang sampah plastik sembarangan. Selain itu mengenal masyarakat bahwa sampah plastik itu dapat dimanfaatkan kembali dan mudah cara pengolahannya,” ungkapnya.

Satu tas hasil kerajinan sampah plastik tersebut kami jual dengan harga Rp 350 ribu. Hasil kerajinan tangan kisaran harganya bervariasi mulai dari Rp 15 ribu sampai dengan ratusan ribu tergantung varian dan jenisnya.

“Hasil pupuk organik setiap bulan dan hasil kerajinan tangan dari sampah plastik inilah yang menutupi biaya operasional TPS 3R. Selain biaya jasa angkut sampah yang diberikan oleh warga,” ungkapnya.

Diakui Sarasmini meski sudah tiga tahun bergerak mengelola sampah di TPS 3R lagi-lagi terkendala dengan kesadaran masyarakat. Pihaknya berharap masyarakat secara langsung melakukan pemilahan sampah pada sumbernya yakni di rumah tangga secara langsung.

“Nah ini yang menjadi PR kami kedepan. Sehingga kami di program pemberdayaan agar dapat menggugah kesadaran masyarakat dengan memberikan bibit tanam sayuran seperti terong, cabai, bayam dan sayuran jenis lainnya di areal pekarangan rumah,” pungkasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/