26.2 C
Jakarta
22 November 2024, 4:45 AM WIB

Awalnya Sepelakan Gejala, Semangat Sembuh karena Support Keluarga

Covid-19 tidak pandang bulu. Usia muda hingga lansia diserang semua saat abai protokol kesehatan (prokes).

Hal itu yang dialami Ni Nengah Sariati. Perempuan 58 tahun itu merasakan sakit luar biasa saat dinyatakan positif Covid-19.

 

MAULANA SANDIJAYA, Denpasar

AWALNYA Sariati mengira batuk kering yang dirasakan adalah batuk biasa. Ia pun membeli obat batuk yang biasa diminum.

Namun, batuk yang diderita tak kunjung sembuh. Justru semakin menjadi. “Setiap batuk perut saya seperti tertarik ke atas. Rasanya sakit sekali,” tutur Sariati saat diwawancarai kemarin.

Tidak hanya batuk, Sariati juga mulai sesak napas. Setiap menjalani aktivitas terasa berat. Seminggu kemudian batuknya semakin parah.

Napasnya pun semakin berat. Kepalanya juga terasa pusing. “Kebetulan saya sakit vertigo. Pokoknya gak enak banget rasanya, kepala berat dan dunia seperti berputar,” imbuh nenek tujuh cucu itu.

Sariati juga kehilangan indera penciuman dan perasa. “Saat saya makan tidak terasa apa-apa, hambar. Saya sudah mulai curiga ini Covid-19, tapi saya abaikan,” imbuhnya menegaskan.

Kondisi Sariati semakin menurun. Badannya lemas tidak bertenaga. Untuk sekadar jalan saja Sariati kesulitan. Wajahnya pucat pasi.

Sariati pun tak tahan lagi. Perempuan kelahiran Wanasara, Tabanan, itu lantas mengontak anaknya minta dilarikan ke rumah sakit.

Setelah sampai di UGD RSUD Tabanan, Sariati segera diberikan oksigen. Dokter lantas melakukan rontgen dan swab.

Benar saja, apa yang dikhawatirkan Sariati terbukti. Ia positif Covid-19. “Angka CT-value saya hanya 19. Padahal, normalnya orang di atas 30,” bebernya.

Sariati segera diisolasi di RSUD Tabanan. Nah, selama menjalani isolasi ini Sariati merasakan Covid-19 benar-benar ada. Bukan konspirasi.

Ia bersama pasien lain merasakan gejala serupa, yakni batuk kering, sesak napas, dan hilang indera perasa serta penciuman.

“Pokoknya tidak bisa tidur. Badan rasanya tidak enak semua, demam dan batuk keras,” imbuh ibu tiga anak itu.

Sariati hampir menyerah. Namun, kehadiran keluarganya membuatnya bangkit. Selama dirawat, anak-anak Sariaati tidak pernah absen membesuk.

Di balik kaca ruang isolasi, anak-anak Sariati memberi semangat agar kuat. “Anak-anak saya juga membawakan madu murni, buah, dan makanan yang saya suka,” ungkapnya.

Semangat Sariati semakin berlipat saat cucunya memberikan dukungan. Melalui video call, cucu-cucu Sariati memberikan motivasi dan hiburan.

“Alhamdulilah, berkat perawatan dokter dan semangat dari keluarga, Ct-value saya naik signifikan. Akhirnya, pada hari ke-14 isolasi, saya dinyatakan sembuh,” tukasnya. (*)

Covid-19 tidak pandang bulu. Usia muda hingga lansia diserang semua saat abai protokol kesehatan (prokes).

Hal itu yang dialami Ni Nengah Sariati. Perempuan 58 tahun itu merasakan sakit luar biasa saat dinyatakan positif Covid-19.

 

MAULANA SANDIJAYA, Denpasar

AWALNYA Sariati mengira batuk kering yang dirasakan adalah batuk biasa. Ia pun membeli obat batuk yang biasa diminum.

Namun, batuk yang diderita tak kunjung sembuh. Justru semakin menjadi. “Setiap batuk perut saya seperti tertarik ke atas. Rasanya sakit sekali,” tutur Sariati saat diwawancarai kemarin.

Tidak hanya batuk, Sariati juga mulai sesak napas. Setiap menjalani aktivitas terasa berat. Seminggu kemudian batuknya semakin parah.

Napasnya pun semakin berat. Kepalanya juga terasa pusing. “Kebetulan saya sakit vertigo. Pokoknya gak enak banget rasanya, kepala berat dan dunia seperti berputar,” imbuh nenek tujuh cucu itu.

Sariati juga kehilangan indera penciuman dan perasa. “Saat saya makan tidak terasa apa-apa, hambar. Saya sudah mulai curiga ini Covid-19, tapi saya abaikan,” imbuhnya menegaskan.

Kondisi Sariati semakin menurun. Badannya lemas tidak bertenaga. Untuk sekadar jalan saja Sariati kesulitan. Wajahnya pucat pasi.

Sariati pun tak tahan lagi. Perempuan kelahiran Wanasara, Tabanan, itu lantas mengontak anaknya minta dilarikan ke rumah sakit.

Setelah sampai di UGD RSUD Tabanan, Sariati segera diberikan oksigen. Dokter lantas melakukan rontgen dan swab.

Benar saja, apa yang dikhawatirkan Sariati terbukti. Ia positif Covid-19. “Angka CT-value saya hanya 19. Padahal, normalnya orang di atas 30,” bebernya.

Sariati segera diisolasi di RSUD Tabanan. Nah, selama menjalani isolasi ini Sariati merasakan Covid-19 benar-benar ada. Bukan konspirasi.

Ia bersama pasien lain merasakan gejala serupa, yakni batuk kering, sesak napas, dan hilang indera perasa serta penciuman.

“Pokoknya tidak bisa tidur. Badan rasanya tidak enak semua, demam dan batuk keras,” imbuh ibu tiga anak itu.

Sariati hampir menyerah. Namun, kehadiran keluarganya membuatnya bangkit. Selama dirawat, anak-anak Sariaati tidak pernah absen membesuk.

Di balik kaca ruang isolasi, anak-anak Sariati memberi semangat agar kuat. “Anak-anak saya juga membawakan madu murni, buah, dan makanan yang saya suka,” ungkapnya.

Semangat Sariati semakin berlipat saat cucunya memberikan dukungan. Melalui video call, cucu-cucu Sariati memberikan motivasi dan hiburan.

“Alhamdulilah, berkat perawatan dokter dan semangat dari keluarga, Ct-value saya naik signifikan. Akhirnya, pada hari ke-14 isolasi, saya dinyatakan sembuh,” tukasnya. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/