Jaksa Erna Normawati dikenal suka ceplas-ceplos di persidangan. Tahun 2003 silam, saat pelimpahan berkas Amrozi, sempat disemprot karena menasihati pria asal Solokuro, Lamongan, Jatim, itu untuk tidak jadi teroris.
JAKSA yang oleh rekan sejawatnya dipanggil sebagai jaksa “cablak” karena memang suka ceplas-ceplos saat persidangan. Juga biasa mencecar pertanyaan dengan nada tinggi, untuk menekan mental terdakwa.
Dulu, pada awal tahun 2000-an, saat masih bertugas di Kejari Denpasar, biasa tampil dengan rambut pendek. Juga mobil dengan kendaraan yang terkesan “macho”. Daihatsu Feroza dengan roda yang besar.
Nah, pada saat penyerahan berkas perkara untuk Amrozi dkk tahun 2003 silam, juga sempat diceletuki Amrozi. Ini karena Erna Normawati saat serah terima berkas sempat menasihati Amrozi untuk hidup sebagai muslim yang “baik-baik saja”. Tidak usah mengikuti kelompok garis keras.
“Saya nasihati, mbok ya jangan ikut kelompok-kelompok radikal macam itu. Kasihan keluarganya,” tuturnya. Apa respons Amrozi? Bukannya menerima nasihat itu malah ganti nyeletuk sambil cengar-cengir.
“Sampeyan ini, Bu, tak lihat-lihat lama-lama gayanya mirip ustadz Zainudin MZ. Sumpah, mirip sekali gaya ngomongnya sampeyan,” kata Amrozi, seperti disampaikan Erna Normawati kepada wartawan, seusai acara serah terima berkas perkara P-19 Amrozi, saat itu. “Sialan. Masak, saya dibilang kayak Zainudin MZ. Ngawur aja,” tutur jaksa Erna, waktu itu sambil geleng-geleng kepala.
Rekan sesama jaksa yang dikenal biasa bersuara lantang saat persidangan adalah jaksa Putu Supartajaya. Jaksa yang akrab dipanggil “Pak Putu” ini juga dikenal piawai mencecar terdakwa di persidangan dengan intonasi tinggi.
Tak aneh bila dalam tim jaksa untuk kasus besar pada saat itu selain Erna Normawati ada sejumlah jaksa lain yang saling melengkapi. Macam jaksa dari Kejaksaan Agung (Kejagung) saat itu, yakni Mohammad Salim, juga dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali, yakni Nyoman Dila, I Wayan Suwila.
Tim jaksa yang biasa bersidang dalam “tempo tinggi” itu waktu persidangan pelaku utama Bom Bali I dikerahkan untuk terdakwa yang ditengarai “ngeyel” di persidangan.
Nah, Amrozi dan Imam Samudra adalah dua terdakwa yang ditengarai “ngeyel” saat persidangan, selain pelaku utama lainnya, yakni Ali Ghufron (kakak Amrozi), alias Muklas.
Hasilnya bisa terlihat, saat penuntutan Amrozi dan Imam Samudra, mereka sama-sama dituntut hukuman paling maksimal : hukuman mati. [pit]