30.4 C
Jakarta
12 Desember 2024, 19:00 PM WIB

Tingkah Polos Anak-anak SD Natural, Gelak Tawa Penonton Pecah

DENPASAR – Siang itu Kalangan Ayodya, Taman Budaya Denpasar ramai dengan gelak tawa penonton. Bukan pertunjukkan bondres penyebabnya.

Melainkan lomba macecimpedan yang diikuti para peserta dari tingkat SD yang penuh dengan tingkah polos anak-anak.

Memasuki minggu kedua perhelatan Pesta Kesenian Bali (PKB) tepatnya Selasa (25/6) lalu, Art Center Denpasar disemarakkan dengan adanya lomba-lomba bernafas Bali.

Di antara sekian lomba yang diselenggarakan, lomba macecimpedan inilah yang paling menyedot perhatian pengunjung.

Dari kejauhan sorak-sorai gelak tawa penonton terdengar di Kalangan Ayodya yang menjadi lokasi berlangsungnya perlombaan tebak-tebakkan dengan Bahasa Bali itu.

Pola tingkah bocah sekolah dasar yang menjadi peserta lomba membuat masyarakat tertawa sekaligus terheran-heran.

Dalam usia yang masih belia, para peserta tampil dengan rasa penuh percaya diri. Tentunya, perdebatan pun berlangsung disela-sela mereka sedang menebak teka-teki yang dilontarkan lawan.

“Meh ne aeng mekelone nyawab, aengan payasan kene be (duh, ini lama sekali menjawab, bagusan riasan, begini dah),” ledek salah satu lawan usai melontarkan pertanyaan yang belum ditanggapi.

Saat waktu menebak kian menipis, keberadaan I Ketut Jirnaya meredakan perdebatan panas di antara kedua peserta.

Kadang dia menjelaskan beberapa kata-kata yang tidak dimengerti artinya, atau menanyakan maksud dari jawaban yang dilontarkan peserta dengan korelasi yang pertanyaan teka-teki itu.

Keberadaan Jirnaya yang menjadi pangenter (pengontrol jalannya lomba cecimpedan) turut memancing perhatian dan gelak tawa penonton.

Cara Jirnaya meredam emosi anak-anak dan mengolahnya menjadi sisi humor adalah hal menarik lainnya diantara sekian macam gaya peserta macecimpedan.

“Tidak ada dukanya, jujur saya senang karena anak-anak memang seperti itu ada emosi, tapi keluguan dan kelucuan itu yang

menjadi daya tarik tersendiri,” tutur Jirnaya yang turut mengemban tanggung jawab selaku dewan juri lomba macecimpedan.

Sebagai pangenter, Jirnaya harus pandai mengenali teka-teki yang memiliki jawaban ambigu. Sebab pada prinsipnya, teka-teki yang baik adalah hanya terdiri dari satu jawaban pasti serta dapat diterima oleh masyarakat umum.

Selain memberi humor, mengedukasi peserta pada makna kata bahasa Bali yang mulai jarang digunakan sehari-hari juga menjadi tanggung jawab sosok pangenter.

Setelah bergulat dengan lika-liku menebak teka-teki berbahasa Bali (macecimpedan) akhirnya, ditemukanlah tiga pemenang.

Juara pertama ditempati Kabupaten Gianyar, kedua Kota Denpasar, dan ketiga Kabupaten Tabanan. 

DENPASAR – Siang itu Kalangan Ayodya, Taman Budaya Denpasar ramai dengan gelak tawa penonton. Bukan pertunjukkan bondres penyebabnya.

Melainkan lomba macecimpedan yang diikuti para peserta dari tingkat SD yang penuh dengan tingkah polos anak-anak.

Memasuki minggu kedua perhelatan Pesta Kesenian Bali (PKB) tepatnya Selasa (25/6) lalu, Art Center Denpasar disemarakkan dengan adanya lomba-lomba bernafas Bali.

Di antara sekian lomba yang diselenggarakan, lomba macecimpedan inilah yang paling menyedot perhatian pengunjung.

Dari kejauhan sorak-sorai gelak tawa penonton terdengar di Kalangan Ayodya yang menjadi lokasi berlangsungnya perlombaan tebak-tebakkan dengan Bahasa Bali itu.

Pola tingkah bocah sekolah dasar yang menjadi peserta lomba membuat masyarakat tertawa sekaligus terheran-heran.

Dalam usia yang masih belia, para peserta tampil dengan rasa penuh percaya diri. Tentunya, perdebatan pun berlangsung disela-sela mereka sedang menebak teka-teki yang dilontarkan lawan.

“Meh ne aeng mekelone nyawab, aengan payasan kene be (duh, ini lama sekali menjawab, bagusan riasan, begini dah),” ledek salah satu lawan usai melontarkan pertanyaan yang belum ditanggapi.

Saat waktu menebak kian menipis, keberadaan I Ketut Jirnaya meredakan perdebatan panas di antara kedua peserta.

Kadang dia menjelaskan beberapa kata-kata yang tidak dimengerti artinya, atau menanyakan maksud dari jawaban yang dilontarkan peserta dengan korelasi yang pertanyaan teka-teki itu.

Keberadaan Jirnaya yang menjadi pangenter (pengontrol jalannya lomba cecimpedan) turut memancing perhatian dan gelak tawa penonton.

Cara Jirnaya meredam emosi anak-anak dan mengolahnya menjadi sisi humor adalah hal menarik lainnya diantara sekian macam gaya peserta macecimpedan.

“Tidak ada dukanya, jujur saya senang karena anak-anak memang seperti itu ada emosi, tapi keluguan dan kelucuan itu yang

menjadi daya tarik tersendiri,” tutur Jirnaya yang turut mengemban tanggung jawab selaku dewan juri lomba macecimpedan.

Sebagai pangenter, Jirnaya harus pandai mengenali teka-teki yang memiliki jawaban ambigu. Sebab pada prinsipnya, teka-teki yang baik adalah hanya terdiri dari satu jawaban pasti serta dapat diterima oleh masyarakat umum.

Selain memberi humor, mengedukasi peserta pada makna kata bahasa Bali yang mulai jarang digunakan sehari-hari juga menjadi tanggung jawab sosok pangenter.

Setelah bergulat dengan lika-liku menebak teka-teki berbahasa Bali (macecimpedan) akhirnya, ditemukanlah tiga pemenang.

Juara pertama ditempati Kabupaten Gianyar, kedua Kota Denpasar, dan ketiga Kabupaten Tabanan. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/