29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 1:58 AM WIB

Adaptasi Gandrung Ikawangi Dewata di Masa Corona Jadi Inspirasi

GIANYAR – Cahaya senja seakan turut melukis liuk lincah tubuh penari Gandrung Ikawangi Dewata diiringi alunan gamelan dari pelantang mini.

Lenggok penari laksana bidadari yang baru turun dari kahyangan, paras cantik di balik faceshield bening, selendang kuning dan kostum merah menyala menampilkan kontras Indah di punggung bukit hijau Campuhan, Ubud Minggu sore (26/7) kemarin.
Setelah 4 bulan lebih tidak ada kegiatan menari, tim kesenian Ikawangi Dewata Bali mengadakan latihan tari perdana.

Di samping latihan gerak, para penari di bawah pelatih Rita Setyoningrum juga berusaha beradaptasi dengan kebiasaan baru mengikuti protokol kesehatan terkait Covid-19.

Para penari menggunakan faceshield, tim pendukung mengenakan masker, dan membawa hand sanitizer.

“Kami sengaja mengadakan latihan dengan kostum lengkap sebagai simulasi pertunjukan sesungguhnya,” ujar Rita.
Penari lebih memilih faceshield bening dibanding masker, karena dalam tarian ekspresi wajah punya peran penting dan jadi satu kesatuan gerakan tari, sedangkan masker cenderung menutup mimik muka penari.

Tantangan lain menari di masa pandemi adalah soal jaga jarak, dalam latihan kemarin terlihat para penari masih belum terbiasa menjaga jarak.

“Ada pergerakan formasi dan transisi yang mengharuskan penari saling mendekat dan salipan, kami sedang mencari solusi terbaik soal ini,” tambah Rita.

Ada 2 tarian yang dibawakan oleh 5 penari (Anis, Gadis, Mila, Tyas, Aura) yaitu tari Jejer Gandrung Jaran Dawuk dan tari Jejer Gandrung Kreasi. Selain tari Gandrung, tari Jaranan Buto juga turut menyemarakkan petang kemarin. Make up yang cukup menyeramkan laksana raksasa membuat pengunjung kaget dan terpukau.

“Kami senang bisa latihan di tempat terbuka dan begitu indah,” kata Anis, salah satu penari yang masih kuliah di perguruan tinggi swasta di Bali.

“Bisa menari lagi setelah berdiam diri berbulan-bulan membuat badan terasa sehat, pikiran segar dan hati riang gembira,” tambahnya.

Rita berharap kebiasan baru mengikuti protokol kesehatan menjadi lifestyle baru di bidang kesenian tanpa mengurangi sisi estetik tarian dan harapan besarnya adalaha seni tradisi tetap lestari di masa pandemi dan masa-masa setelahnya.

GIANYAR – Cahaya senja seakan turut melukis liuk lincah tubuh penari Gandrung Ikawangi Dewata diiringi alunan gamelan dari pelantang mini.

Lenggok penari laksana bidadari yang baru turun dari kahyangan, paras cantik di balik faceshield bening, selendang kuning dan kostum merah menyala menampilkan kontras Indah di punggung bukit hijau Campuhan, Ubud Minggu sore (26/7) kemarin.
Setelah 4 bulan lebih tidak ada kegiatan menari, tim kesenian Ikawangi Dewata Bali mengadakan latihan tari perdana.

Di samping latihan gerak, para penari di bawah pelatih Rita Setyoningrum juga berusaha beradaptasi dengan kebiasaan baru mengikuti protokol kesehatan terkait Covid-19.

Para penari menggunakan faceshield, tim pendukung mengenakan masker, dan membawa hand sanitizer.

“Kami sengaja mengadakan latihan dengan kostum lengkap sebagai simulasi pertunjukan sesungguhnya,” ujar Rita.
Penari lebih memilih faceshield bening dibanding masker, karena dalam tarian ekspresi wajah punya peran penting dan jadi satu kesatuan gerakan tari, sedangkan masker cenderung menutup mimik muka penari.

Tantangan lain menari di masa pandemi adalah soal jaga jarak, dalam latihan kemarin terlihat para penari masih belum terbiasa menjaga jarak.

“Ada pergerakan formasi dan transisi yang mengharuskan penari saling mendekat dan salipan, kami sedang mencari solusi terbaik soal ini,” tambah Rita.

Ada 2 tarian yang dibawakan oleh 5 penari (Anis, Gadis, Mila, Tyas, Aura) yaitu tari Jejer Gandrung Jaran Dawuk dan tari Jejer Gandrung Kreasi. Selain tari Gandrung, tari Jaranan Buto juga turut menyemarakkan petang kemarin. Make up yang cukup menyeramkan laksana raksasa membuat pengunjung kaget dan terpukau.

“Kami senang bisa latihan di tempat terbuka dan begitu indah,” kata Anis, salah satu penari yang masih kuliah di perguruan tinggi swasta di Bali.

“Bisa menari lagi setelah berdiam diri berbulan-bulan membuat badan terasa sehat, pikiran segar dan hati riang gembira,” tambahnya.

Rita berharap kebiasan baru mengikuti protokol kesehatan menjadi lifestyle baru di bidang kesenian tanpa mengurangi sisi estetik tarian dan harapan besarnya adalaha seni tradisi tetap lestari di masa pandemi dan masa-masa setelahnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/