DENPASAR – Kematian tragis eks Kepala BPN Badung dan Denpasar Tri Nugraha menyisakan kepedihan mendalam.
Betapa tidak, kematiannya begitu cepat dan mendadak. Tidak terduga sama sekali. Bahkan, oleh penyidik Kejati Bali yang tengah memeriksa Tri Nugraha yang berstatus tersangka gratifikasi dan TPPU ini.
Yang menarik terungkap fakta baru. Sebelum tewas, Tri Nugraha dikabarkan menolak menandantangani surat penahanan.
Penyidik kemudian menegaskan, meski tidak ditandatangani tersangka, penahanan akan tetap dilakukan. Tri pun akhirnya mau tanda tangan.
“Rencananya kami tahan. Sebab yang bersangkutan pergi tanpa diketahui sebelum pemeriksaan selesai. Ini sudah pernah terjadi.
Dia sudah datang, tiba-tiba pergi dan kembali ke Jakarta. Kami ada indikasi yang bersangkutan melarikan diri,” beber Wakajati Bali Asep Maryono.
Seperti diberitakan, Tri datang ke Kejati Bali pada pukul 10.00 dalam rangka menjalani pemeriksaan lanjutan penyidik. Sejatinya Tri sudah dipanggil pekan lalu, namun baru datang kemarin.
Saat Tri diperiksa, Asep menyebut sudah sesuai prosedur. Di mana barang bawaan harus ditaruh di loker. Selanjutnya kunci loker dibawa Tri.
Pemeriksaan terhadap Tri pun dimulai. Sekitar pukul 12.00, Tri izin kepada penyidik meminta waktu untuk salat dan makan.
Tapi, setelah ditunggu hingga pukul 15.00 tidak ada kembali. Saat dicek di musala Kejati juga tidak ditemukan.
“Kami hubungi juga tidak bisa. Akhirnya kami melakukan pelacakan dan didapatlah yang bersangkutan di Jalan Gunung Talang,” beber Asep.
Tim penyidik bersama Aspidsus dan Asintel kemudian menjemput Tri. Selanjutnya pria asal Bandung, Jawa Barat, itu dibawa kembali ke kantor Kejati Bali untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan.
Sebelum digiring ke mobil tahanan, Tri pun menjalani serangkaian tes Kesehatan Covid-19 dan pemeriksaan dokter dari RS Bali Mandara yang menyatakan Tri sehat dan bisa ditahan.
Nah, ketika keluar ruang pemeriksaan menuju mobil tahanan, Tri tiba-tiba izin ke toilet. Di dalam toilet itulah dia bunuh diri.
Menurut Asep, saat Tri kembali dari rumahnya, Tri sudah mengeluarkan barang yang ada di dalam loker. Tri minta pengacaranya mengambil barang tersebut.
Sedangkan jaksa berpikir barang masih ada di dalam loker. “Kami tidak tahu barang (di dalam loker) seperti apa, karena ada di dalam tas kecil.
Saat pemeriksaan tidak banyak barang yang dibawa. Munculnya barang itu saat selesai pemeriksaan, dan kedatangan pengacaranya yang membawa barangnya,” jelas Asep.
Diakui Asep barang yang dibawa Tri tidak dicek ulang karena tidak memiliki kewenangan. Kasus pun ditutup. “Pasca meninggalnya tersangka, maka kasus ditutup karena tersangka meninggal dunia,” tandas Asep.
Kembali ditanya kemungkinan dari mana asal pistol, Asep menyatakan tidak tahu. Pun kemungkinan pistol dimasukkan ke dalam tas milik Tri.
“Kami tidak tahu isi tasnya, karena itu barang pribadi,” jelas pria berkacamata itu. Apakah dari pengacaranya? “Kami tidak tahu, apakah pengacaranya tahu atau tidak,” jawabnya.
Selanjutnya, jaksa akan memberitahukan kepada pihak keluarga tentang kondisi Tri. Sumber di Kejati Bali menyebut hal yang sama.
Siapa yang memberi Tri pistol masih ditelusuri. “Tapi sempat dilihat waktu keluar ruangan bawa tas kecil,” kata sumber.
Sementara itu kuasa hukum Tri, Harmaini Hasibuan kepada wartawan menyebut sejak awal pemeriksaan tidak ada yang aneh dari kliennya.
Ditanya terkait penolakan penahanan, Harmaini mengatakan Tri akhirnya menandatangani surat penahanan tersebut. “Tanda tangan kok,” ujarnya.
Ditanya soal pistol yang dibawa Tri, Harmaini mengatakan tidak tahu menahu. Dia mengaku hanya mendampingi Tri saja. “Kalau itu saya tidak tahu,” ujar Harmaini.