29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 3:20 AM WIB

Dibikin Kecewa Kejati Bali, Warga Banjar Buleleng Surati Jokowi

DENPASAR – Masyarakat Desa Banjar, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, kecewa berat dengan Kejati Bali yang memilih menghentikan penyidikan dugaan korupsi dana BKK 2016 dengan tersangka IBDS, kepala desa setempat.

Penghentian penyidikan itu ditandai dengan keluarnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dua pekan lalu. Warga yang sudah terlanjur kecewa memilih mesadu ke Presiden Jokowi.

“Surat ke presiden kami kirim beberapa hari lalu,” ungkap Ida Bagus Kade Rai Suryadarma dikonfirmasi kemarin.

Mereka menyurati orang nomor satu di negeri ini dengan harapan mendapat perhatian khusus. Menurut Surya, surat tersebut juga ditembuskan ke beberapa instansi tinggi di negeri ini.

“Mohon maaf, kami tidak yakin lagi dengan penyidik Kejati Bali. Dengan adanya alat bukti cukup dan tersangka saja,

seperti ini (kasus dihentikan). Kami mempertanyakan kinerja dan keputusan Kejati Bali,” tegas Surya dengan nada kecewa.

Ditanya apakah dalam surat tersebut warga melaporkan Kejati Bali, Surya menyebut tidak ada melaporkan Kejati Bali.

Warga hanya bertanya pada presiden tentang konstruksi hukum penanganan dugaan korupsi di Desa Banjar.

Di mana alat bukti sudah cukup dan tersangka sudah ditetapkan, tapi penyidik Kejati Bali mengeluarkan SP3 dengan alasan tersangka sudah mengembalikan kerugian negara.

“Kami ingin mendapat pesan moral (dari presiden) tentang kasus ini. Apakah benar, kalau sudah mengembalikan uang, tersangka bisa bebas?” sindir pria yang juga Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Banjar itu.

Dijelaskan Surya, kepastian kasus ini dihentikan setelah dirinya bersama perwakilan warga mendatangi Kejati Bali pada Jumat dua pekan lalu. Saat itu ia ditemui Aspidsus, Asintel, dan para penyidik.

Dari pertemuan itu pihaknya tidak mendapat tanggapan memuaskan, bahkan mengecewakan. “Kami mendapat informasi kasus ini sudah SP3.

Dari apa yang kami harapkan (kasus dilanjutkan) berubah 360 derajat. Kami sebagai warga sangat kecewa,” tukasnya.

Padahal, lanjut Surya, dalam UU  No 6/2014 tentang Desa, disebutkan kepala desa yang menyandang status tersangka tipikor bisa diberhentikan sementara dari jabatannya oleh kepala daerah.

Nyatanya, tersangka tetap menjabat. Dia melihat kasus ini sarat muatan politik. Surya menilai tidak semestinya kasus ini dihentikan, meskipun tersangka sudah mengembalikan kerugian negara.

Pasalnya, yang dihukum adalah niat jahat atau tindakan pidannya, bukan uangnya. Pengembalian uang yang membebaskan tersangka disebut menjadi edukasi buruk bagi masyarakat.

“Ada pesan moral korupsi tidak apa-apa. Kalau ketahuan uangnya kembalikan saja,” sentilnya. Surya berharap kasus ini bisa dilanjutkan. Pertimbangannya korupsi sudah dijadikan sebagai extraordinary crime atau kejahatan luar biasa.

“Kalau seperti ini (kasus dihentikan), UU Desa dikhiananti,” tandasnya. “Bagaimana kami bisa mengedukasi masyarakat ke hal yang positif, kalau kasus terhadap pemimpin kami di desa saja dihentikan,” sindirnya lagi.

Dikatakan Surya, penghentian kasus ini juga menjadi sinyal buruk bagi warga yang ingin membangun desa secara transparan. 

DENPASAR – Masyarakat Desa Banjar, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, kecewa berat dengan Kejati Bali yang memilih menghentikan penyidikan dugaan korupsi dana BKK 2016 dengan tersangka IBDS, kepala desa setempat.

Penghentian penyidikan itu ditandai dengan keluarnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dua pekan lalu. Warga yang sudah terlanjur kecewa memilih mesadu ke Presiden Jokowi.

“Surat ke presiden kami kirim beberapa hari lalu,” ungkap Ida Bagus Kade Rai Suryadarma dikonfirmasi kemarin.

Mereka menyurati orang nomor satu di negeri ini dengan harapan mendapat perhatian khusus. Menurut Surya, surat tersebut juga ditembuskan ke beberapa instansi tinggi di negeri ini.

“Mohon maaf, kami tidak yakin lagi dengan penyidik Kejati Bali. Dengan adanya alat bukti cukup dan tersangka saja,

seperti ini (kasus dihentikan). Kami mempertanyakan kinerja dan keputusan Kejati Bali,” tegas Surya dengan nada kecewa.

Ditanya apakah dalam surat tersebut warga melaporkan Kejati Bali, Surya menyebut tidak ada melaporkan Kejati Bali.

Warga hanya bertanya pada presiden tentang konstruksi hukum penanganan dugaan korupsi di Desa Banjar.

Di mana alat bukti sudah cukup dan tersangka sudah ditetapkan, tapi penyidik Kejati Bali mengeluarkan SP3 dengan alasan tersangka sudah mengembalikan kerugian negara.

“Kami ingin mendapat pesan moral (dari presiden) tentang kasus ini. Apakah benar, kalau sudah mengembalikan uang, tersangka bisa bebas?” sindir pria yang juga Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Banjar itu.

Dijelaskan Surya, kepastian kasus ini dihentikan setelah dirinya bersama perwakilan warga mendatangi Kejati Bali pada Jumat dua pekan lalu. Saat itu ia ditemui Aspidsus, Asintel, dan para penyidik.

Dari pertemuan itu pihaknya tidak mendapat tanggapan memuaskan, bahkan mengecewakan. “Kami mendapat informasi kasus ini sudah SP3.

Dari apa yang kami harapkan (kasus dilanjutkan) berubah 360 derajat. Kami sebagai warga sangat kecewa,” tukasnya.

Padahal, lanjut Surya, dalam UU  No 6/2014 tentang Desa, disebutkan kepala desa yang menyandang status tersangka tipikor bisa diberhentikan sementara dari jabatannya oleh kepala daerah.

Nyatanya, tersangka tetap menjabat. Dia melihat kasus ini sarat muatan politik. Surya menilai tidak semestinya kasus ini dihentikan, meskipun tersangka sudah mengembalikan kerugian negara.

Pasalnya, yang dihukum adalah niat jahat atau tindakan pidannya, bukan uangnya. Pengembalian uang yang membebaskan tersangka disebut menjadi edukasi buruk bagi masyarakat.

“Ada pesan moral korupsi tidak apa-apa. Kalau ketahuan uangnya kembalikan saja,” sentilnya. Surya berharap kasus ini bisa dilanjutkan. Pertimbangannya korupsi sudah dijadikan sebagai extraordinary crime atau kejahatan luar biasa.

“Kalau seperti ini (kasus dihentikan), UU Desa dikhiananti,” tandasnya. “Bagaimana kami bisa mengedukasi masyarakat ke hal yang positif, kalau kasus terhadap pemimpin kami di desa saja dihentikan,” sindirnya lagi.

Dikatakan Surya, penghentian kasus ini juga menjadi sinyal buruk bagi warga yang ingin membangun desa secara transparan. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/