25.2 C
Jakarta
22 November 2024, 7:17 AM WIB

Akui Banyak Tekanan, Sucitrawan; Aliran Uangnya Banyak, Bikin Pusing

DENPASAR – Sejak ditetapkan sebagai tersangka gratifikasi pada 12 November lalu, mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Denpasar, Tri Nugraha, 53, sampai saat ini belum ditahan.

Namun demikian, bukan berarti penyidik Kejati Bali berleha-leha. Jaksa penyidik tindak pidana khusus (Pidsus) Kejati Bali terus tancap gas mengumpukan alat bukti lain guna menyeret pria asal Bandung, Jawa Barat, itu ke meja hijau.

Saat menjabat sebagai Kepala BPN Kota Denpasar, tersangka diduga meminta dan menerima uang miliaran rupiah untuk penerbitan sertifikat tanah.  

Yang menarik, jaksa penyidik tak menyangkal ada upaya intervensi dalam kasus ini. Kabar itu bahkan dilontarkan langsung Aspidsus Kejati Bali I Nyoman Sucitrawan.

Menurut Sucitrawan, untuk membongkar kasus ini tidak mudah. Sebab, pihaknya banyak mendapat tekanan dari berbagai pihak.

Banyak pihak yang berusaha keras agar kasus ini masuk kotak alias tidak lanjut. “Banyak intervensi dari kanan dan kiri. Ada yang minta ketemu langsung, ada yang via telepon.

Tapi, kami profesional tanpa beban. Kami tutup mata, karena kami sudah punya bukti kuat,” tandas Sucitrawan.

Salah satu bukti kuat yang dimiliki adalah hasil resmi dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Hasil PPATK itulah yang menjadi pintu masuk jaksa membongkar kasus ini. Berdasar laporan PPATK itu juga jaksa penyidik saat ini mengembangkan kasus ini tak sekadar gratifikasi.

Jaksa mencium adanya tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan tersangka. “Kami kejar TPPU karena banyak transfer ke sana (rekening tersangka).

Banyak aset dan lahan milik tersangka diduga hasil TPPU. Salah satunya tanah di beberapa tempat,” jelas Sucitrawan.

Ditanya apakah ada rekening lain yang digunakan tersangka untuk menampung uang gratifikasi, misalnya rekening istri tersangka?

Sucitrawan tidak mengiyakan tapi juga tidak membantah. “Kalau dihitung semua (aliran uang) pusing, karena saking banyaknya,” ucapnya berseloroh.

Salah satu aliran dana yang sempat singgah ke rekening tersangka berasal dari mantan Wagub Bali, I Ketut Sudikerta.

Sudikerta sempat mengirim uang Rp 10 miliar untuk tersangka. Namun, tersangka sudah mengembalikan dan berdalih pinjaman.

Anehnya, pinjaman uang sebesar Rp 10 miliar tanpa jaminan, tanpa bunga, dan tanpa tempo pengembalian.

Terkait pemeriksaan tersangka, Sucitrawan mengatakan belum dilakukan. “Bisa saja nanti kami periksa sekalian tahap dua. Semoga Januari ini bisa tuntas,” tandasnya.

Sebelumnya, Tri Nugraha ditetapkan sebagai tersangka berdasar surat bernomor: print-02/N.1/Fd.1/11/2019 yang diteken langsung Kajati Bali Idianto.

Sebagai tersangka, Tri dijerat Pasal 12B atau Pasal 11 UU Tipikor. Dengan ancaman pasal tersebut, Tri terancam pidana maksimal 20 tahun penjara.

Informasi yang dirangkum koran ini, Tri diduga kuat meminta sejumlah uang kepada para pihak yang sedang mengajukan pengurusan sertifikat. Tidak satu dua orang, tapi banyak orang yang memberikan uang pada pria asal Bandung, Jawa Barat, itu. Tidak tanggung-tanggung, jika seluruhnya dirangkum Tri menerima dana gratifikasi hingga miliaran rupiah.

Terkuaknya dana gratifikasi Tri ini berdasar penelusuran Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Dalam rekening bank milik Tri, ada aliran dana yang besarannya variatif, setiap orang menyetor ratusan juta. “Yang jelas miliaran. Lebih dari Rp 10 miliar kalau ditotal semua,” ujar sumber. 

DENPASAR – Sejak ditetapkan sebagai tersangka gratifikasi pada 12 November lalu, mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Denpasar, Tri Nugraha, 53, sampai saat ini belum ditahan.

Namun demikian, bukan berarti penyidik Kejati Bali berleha-leha. Jaksa penyidik tindak pidana khusus (Pidsus) Kejati Bali terus tancap gas mengumpukan alat bukti lain guna menyeret pria asal Bandung, Jawa Barat, itu ke meja hijau.

Saat menjabat sebagai Kepala BPN Kota Denpasar, tersangka diduga meminta dan menerima uang miliaran rupiah untuk penerbitan sertifikat tanah.  

Yang menarik, jaksa penyidik tak menyangkal ada upaya intervensi dalam kasus ini. Kabar itu bahkan dilontarkan langsung Aspidsus Kejati Bali I Nyoman Sucitrawan.

Menurut Sucitrawan, untuk membongkar kasus ini tidak mudah. Sebab, pihaknya banyak mendapat tekanan dari berbagai pihak.

Banyak pihak yang berusaha keras agar kasus ini masuk kotak alias tidak lanjut. “Banyak intervensi dari kanan dan kiri. Ada yang minta ketemu langsung, ada yang via telepon.

Tapi, kami profesional tanpa beban. Kami tutup mata, karena kami sudah punya bukti kuat,” tandas Sucitrawan.

Salah satu bukti kuat yang dimiliki adalah hasil resmi dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Hasil PPATK itulah yang menjadi pintu masuk jaksa membongkar kasus ini. Berdasar laporan PPATK itu juga jaksa penyidik saat ini mengembangkan kasus ini tak sekadar gratifikasi.

Jaksa mencium adanya tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan tersangka. “Kami kejar TPPU karena banyak transfer ke sana (rekening tersangka).

Banyak aset dan lahan milik tersangka diduga hasil TPPU. Salah satunya tanah di beberapa tempat,” jelas Sucitrawan.

Ditanya apakah ada rekening lain yang digunakan tersangka untuk menampung uang gratifikasi, misalnya rekening istri tersangka?

Sucitrawan tidak mengiyakan tapi juga tidak membantah. “Kalau dihitung semua (aliran uang) pusing, karena saking banyaknya,” ucapnya berseloroh.

Salah satu aliran dana yang sempat singgah ke rekening tersangka berasal dari mantan Wagub Bali, I Ketut Sudikerta.

Sudikerta sempat mengirim uang Rp 10 miliar untuk tersangka. Namun, tersangka sudah mengembalikan dan berdalih pinjaman.

Anehnya, pinjaman uang sebesar Rp 10 miliar tanpa jaminan, tanpa bunga, dan tanpa tempo pengembalian.

Terkait pemeriksaan tersangka, Sucitrawan mengatakan belum dilakukan. “Bisa saja nanti kami periksa sekalian tahap dua. Semoga Januari ini bisa tuntas,” tandasnya.

Sebelumnya, Tri Nugraha ditetapkan sebagai tersangka berdasar surat bernomor: print-02/N.1/Fd.1/11/2019 yang diteken langsung Kajati Bali Idianto.

Sebagai tersangka, Tri dijerat Pasal 12B atau Pasal 11 UU Tipikor. Dengan ancaman pasal tersebut, Tri terancam pidana maksimal 20 tahun penjara.

Informasi yang dirangkum koran ini, Tri diduga kuat meminta sejumlah uang kepada para pihak yang sedang mengajukan pengurusan sertifikat. Tidak satu dua orang, tapi banyak orang yang memberikan uang pada pria asal Bandung, Jawa Barat, itu. Tidak tanggung-tanggung, jika seluruhnya dirangkum Tri menerima dana gratifikasi hingga miliaran rupiah.

Terkuaknya dana gratifikasi Tri ini berdasar penelusuran Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Dalam rekening bank milik Tri, ada aliran dana yang besarannya variatif, setiap orang menyetor ratusan juta. “Yang jelas miliaran. Lebih dari Rp 10 miliar kalau ditotal semua,” ujar sumber. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/