DENPASAR – Kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang melilit Eks Kepala BPN Badung dan Denpasar Tri Nugraha resmi dihentikan setelah tersangka tewas bunuh diri di toilet Kejati Bali.
Namun, ada yang menarik dan perlu dicermati dari kasus yang melilit pria berusia 53 tahun itu sebelum meninggal dunia. Berikut catatan Radarbali.id.
1.Tri Nugraha yang terakhir kali yang menjabat sebagai Kasubdit Pemantauan dan Evaluasi Tanah Non Pertanian di Kementrian Agraria dan Tata Ruang (ATR)
pertama kali muncul ke publik pada 14 November 2019 dalam sidang mantan Wagub Bali I Ketut Sudikerta berstatus sebagai saksi.
Tri bersama Sudikerta pernah bertemu bos PT Maspion Group, Ali Markus. Sebagai mantan Kepala BPN Badung, ia menerima uang Rp 10 miliar dari Sudikerta.
Sempat disebut uang fee penyertifikatan lahan, Tri menyebut uang Rp 10 miliar murni utang. Tanpa bunga tanpa jatuh tempo.
2.PPATK menemukan adanya dugaan transaksi keuangan yang mencurigakan yang menyeret Tri Nugraha. Temuan itu sampai ke Pidsus Kejati Bali.
Pada November 2019, saat itu Kajati Bali dijabat Idianto, Tri ditetapkan sebagai tersangka gratifikasi saat menjabat Kepala BPN Kota Denpasar 2007 – 2011.
3.Empat bulan kemudian, 19 Maret 2020, mulai pukul 13.00 – 15.00 Tri diperiksa di Kejati Bali. Penyidik menyodorkan 24 pertanyaan. Saat itu Tri mengenakan kaus polo putih dengan didampingi pengacaranya.
4. Pada Juni, Tri ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana pencucian uangn (TPPU). Dengan demikian, Tri menyandang dua status tersangka. Yakni gratifikasi dan TPPU.
5. Pada 22 Juli 2020, Tri kembali nongol di Kejati Bali. Tri yang mengenakan kemeja panjang putih dan celana hitam terlihat didampingi tiga orang pria.
Tri terlihat lebih kurus dibandingkan pertama kali mendatangi Kejati Bali pada Maret lalu. Kedatangan Tri kali ini menyerahkan sertifkat aset berupa tanah di daerah Lubuk Linggau, Sumatera Selatan.
Luas tanah 250 hektare. Hal itu disampaikan Kajati Bali yang baru, Erbagtyo Rohan dan Wakajati Bali Asep Maryono.
6. Setelah itu, penyidik aktif menyita aset bergerak milik Tri. Sebanyak 12 unit kendaraan, terdiri dari 8 kendaraan roda empat dan 4 unit roda dua.
Penyidik juga menyita 14 bidang tanah yang ada di Denpasar, Badung, hingga Bandung, Jawa Barat. Sebagian besar tanah tidak atas nama Tri.
7. Aset bergerak Tri kemudian dipindahkan ke Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) di Jalan Ratna, Nomor 19, Denpasar Timur.
8. Pada 31 Agustus 2020, pukul 10.00 Tri kembali datang ke Kejati Bali diperiksa penyidik. Kali ini Tri akan ditahan.
Namun, pada pukul 19.45, Tri yang sedang digiring menuju mobil tahanan tiba-tiba minta izin ke toilet di lantai dua Kejati Bali. Di toilet depan pintu masuk ruang pidsus itulah Tri bunuh diri dengan menembak dada kirinya.