DENPASAR- I Ketut Suryana alias Pak Edi, staf UPT PBB Kecamatan Selamadeg Timur – Kerambitan, Tabanan, benar-benar keterlaluan.
Demi pesta pernikahan anak PNS di Tabanan ini nekat korupsi.
Modusnya, terdakwa tidak menyetor uang Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPTHB) dan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan Perkotaan (PBB-P2).
Nilai uang yang tidak disetor ke kas daerah, itu sebesar Rp 166 juta.
Seperti terungkap dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Denpasar, kemarin (3/10). Sidang yang dipimpin hakim Ni Made Sukereni, Rabu (3/10).
Dalam sidang pembacaan dakwaan, Pak Edi, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Tabanan, yang terdiri dari Putu Nuriyanto dan Gede Handy Sunantara, mendakwa dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Diketahui, kasus yang menjerat terdakwa ini bermula dari permintaan tolong seorang wajib pajak, Desak Putu Eka Sutrisnawathy pada September 2017. Desak Putu Eka Sutrisnawathy dalam kapasitasnya sebagai saksi saat itu meminta tolong kepada terdakwa untuk mengurus pembayaran pajak penjualan dan pembelian tanah.
Pada 5 September 2017 terdakwa bertemu dengan saksi di kantornya dan memberikan data atau dokumen berupa fotokopi KTP dan KK penjual tanah atas nama I Gede Tiasa/I Wayan Suweca dan pembeli atas nama saksi sendiri.
Selanjutnya fotokopi SHM atau sertifikat hak milik Nomor 09250 di Desa Banjar Anyar, surat ukur tertanggal 16 Juli 2012 Nomor 05904 seluas 1.590 meter persegi atas nama I Gede Tiasa/I Wayan Suweca.
Serta fotokopi perjanjian pengikat jual beli atau PPJB tertanggal 15 November 2016 di Notaris Putu Harmita.
Singkat cerita, terdakwa memberikan pertimbangan teknis kepada saksi.
Selanjutnya pada 6 September 2017 terdakwa datang ke Kantor Badan Keuangan Daerah Tabanan untuk meminta lembar informasi data pembayaran PBB atas nama I Gede Tiasa/I Wayan Suweca. Serta melakukan beberapa proses lainnya sembari mengucurkan dana yang diperlukan. Total dana yang sudah dikeluarkan Rp 232,2 juta.
“Dari total dana Rp 232,2 juta itu, terdakwa gunakan untuk melakukan pengurusan proses pembayaran pajak PBB, PPH, dan BPHTB atas nama pemohon (saksi).
Sampai akhirnya PBB dan BPHTB tidak terdakwa setorkan dan digunakan untuk kepentingan pribadinya,” urai jaksa.