DENPASAR– Mantan Bupati Tabanan dua periode, Ni Putu Eka Wiryastuti, 46, mengajukan pindah tahanan dari Mapolda Bali. Tujuannya bukan ke Lapas Kelas IIB Tabanan, tapi ke Lapas Perempuan Kelas IIA Kerobokan.
“Surat pengajuan pindah ke Lapas Perempuan Kelas IIA Kerobokan sudah kami kirim 5 September lalu. Sekarang kami masih menunggu persetujuan dari hakim Pengadilan Tinggi Denpasar,” ujar I Gede Wija Kusuma, pengacara Eka Wiryastuti saat diwawancarai Selasa (4/10).
Ditanya alasan memilih ke Kerobokan daripada ke Tabanan yang notabene dekat dengan tempat kelahiran dan keluarga besar Eka, Wija menyebut pertimbangan memilih Lapas Perempuan Kelas IIA Kerobokan merupakan lapas khusus perempuan. Sementara Lapas Kelas IIB Tabanan bukan lapas khusus perempuan.
Menurut Wija, penahanan di lapas khusus perempuan akan lebih baik untuk Eka Wiryastuti. Dikejar apakah ada alasan lain minta pemindahan penahanan dari Rutan Mapolda Bali, Wija menyebut alasan lainnya yakni rutan sudah overload atau kelebihan beban.
“Informasinya kalau tidak salah, Rutan Mapolda Bali kapasitasnya sekitar 50an orang. Ini yang mengisi 80 orang lebih. Jadi, itu alasan kami minta agar Bu Eka dipindah ke Lapas Perempuan Kerobokan,” ungkapnya.
Wija menambahkan, hingga saat ini belum ada jawaban dari hakim Pengadilan Tinggi Denpasar perihal permohonan pemindahanan penahanan itu. Pihaknya pun masih menunggu jawaban. Terlebih kasus yang membelit Eka hingga saat ini belum inkrah atau berkekuatan hukum tetap. Jaksa KPK maupun Eka Wiryastuti sama-sama mengajukan banding atas putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Denpasar.
Pada sidang 23 Agustus 2022, majelis hakim yang diketuai I Nyoman Wiguna memberikan keringanan hukuman pada Eka Wiryastuti. Eka divonis dua tahun penjara. Putusan hakim itu lebih ringan dari tuntutan penuntut umum dari KPK yang menuntut Eka Wiryastuti dengan pidana penjara selama empat tahun.
Selain memberikan keringanan hukuman badan, hakim Wiguna dkk juga memberikan pengurangan hukuman pidana denda. Jika sebelumnya jaksa menuntut Eka dihukum denda Rp 110 juta subsider tiga bulan kurungan, dalam vonisnya Eka dikenakan denda Rp 50 juta subsider satu bulan kurungan.
Tak hanya itu, majelis hakim juga menolak tuntutan jaksa KPK yang meminta hak politik Eka dicabut selama lima tahun. Dalam amar putusannya, hakim berdalih pencabutan hak politik merupakan hukuman tambahan yang siftanya tidak wajib.
“Tidak cukup alasan yang memberatkan untuk menjatuhkan pidana tambahan (pencabutan hak politik). Maka, majelis hakim menolak pencabutan hak politik,” kata hakim Wiguna, kala itu.
Meski tidak secara langsung terbukti memberikan suap pada dua pejabat Kementerian Keuangan, Yaya Purnomo dan Rifa Surya, Eka dinilai sebagai aktor utama dibalik penyuapan yang dilakukan terdakwa I Dewa Nyoman Wiratmaja.
Dalam sidang terungkap Dewa Wiratmaja memberikan uang pelican yang disamarkan dengan istilah dana “adat istiadat” atau “peluru” sebesar Rp 600 juta dan USD 55.300 kepada Yaya dan Rifa. Dana itu diberikan agar Kabupaten Tabanan mendapat kenaikan dana DID pada tahun anggaran 2018.
Perbuatan Eka Wiryastuti tersebut secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 5 huruf b UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP (turut serta) juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP (perbuatan berlanjut). (san)