DENPASAR – Kejari Denpasar hanya berani menetapkan satu orang tersangka, yakni Ni Luh Putu Ariyaningsih, mantan bendahara Desa Dauh Puri Klod sebagai tersangka korupsi APBDes.
Penetapan Ariyaningsih dinilai janggal lantaran mantan perbekel, I Gusti Made Wira Namiartha sebagai
pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa (PPKD) atau penanggungjawab pengguna anggaran tidak tersentuh.
Terkait masalah ini Kajari Denpasar Luhur Istigfar buka suara. Menurutnya, penyidik masih mendalami pihak lain yang terlibat kasus ini.
Terutama terkait status Gusti Made Wira Namiartha yang disebut-sebut telah mengembalikan dana yang dikorupsi ke kas negara.
“Kami akan lihat, apakah pengembalian itu bentuk dari tindak pidana atau bukan. Apakah ada niat jahat di situ? Yang paling penting siapa yang memiliki niat jahat. Intinya mohon (media) bersabar,” kelit Luhur.
Kembali dikejar apa ukuran menentukan niat jahat seseorang, Luhur menyebut seseorang bisa dikatakan berniat jahat jika ada kerja sama dengan tersangka.
“Misalnya antara perbekel dengan bendahara, apakah mereka bersekongkol atau tidak,” tukas pria yang belum genap dua bulan menjabat Kajari Denpasar itu.
Suasana kembali menghangat ketika awak media menyoal apakah Kejari Denpasar tidak berani menyentuh perbekel karena takut,
sebab mantan perbekel kini menjabat anggota dewan dari PDI Perjuangan, Luhur menyangkal.
Dia mengaku sudah pernah menangani masalah yang melibatkan anggota dewan. Karena itu pihaknya memperdalam rangkaian perbuatan tersangka Ariyaningsih apakah melibatkan pihak lain.
“Kemungkinan tersangka lain sedang kami dalami. Kalau ada dua alat bukti bisa dipertanggungjawabkan ke tingkat penyidikan, maka kami bisa menetapkan orang lain sebagai tersangka,” janjinya.
Luhur pun berharap tersangka Ariyaningsih bisa “bernyani” memberi petunjuk keterlibatan pihak lain.
Ditanya peran Ariyaningsih sehingga bisa ditetapkan sebagai tersangka, Luhur menjelaskaan, ketika ada kegiatan tersangka minta pencairan uang kepada perbekel. Setelah uang dicairkan dipegang bendahara kemudian digunakan.
Nah, ketika ada kelebihan anggaran, anggaran itu tidak jelas ke mana larinya. Bahkan tidak bisa pertanggungjawabkan.
Karena itu sebagai bendahara ditetapkan sebagai tersangka. Luhur pun berjanji akan mengawal kasus ini.
“Yang penting sekarang kami akan ikuti dan lihat kasus ini. Saya pasti akan memelototi terus kasi pidsus,” pungkasnya.
Untuk diketahui, dari hasil pemeriksaan Inspektorat Kota Denpasar, perbekel, kaur, dan bendahara ikut menggunakan uang Silpa.
Setelah ada temuan tersebut ada pengembalian ke kas daerah sekitar Rp 300 juta lebih. Yaitu dari mantan Perbekel Dauh Puri Klod I Gusti Made Wira Namiartha sebesar Rp 8,5 juta,
kaur keuangan Rp 102 juta dan bendahara Rp 144 juta. Sedangkan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan sekitar Rp 770 juta. Sementara berdasar temuan BPKP kerugian negara sekitar Rp 980 juta.