DENPASAR – Putu Arif Mahendra, 32, berusaha bebas dari tuntutan pidana penjara 8 tahun.
Terdakwa kasus pencabulan terhadap anak didiknya sendiri itu menuding balik ada konspirasi alias persekongkolan yang ingin menghancurkan dirinya.
Guru tari di salah satu sekolah swasta di kawasan Kreneng, Denpasar, itu menyebut mantan pacar korban yang seharusnya bertanggungjawab dan duduk menjadi pesakitan. Kok bisa?
“Robekan lama pada selaput darah dapat disebabkan oleh persetubuhan yang sudah lama. Tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan pada bagian tubuh lainnnya,” kata
pengacara terdakwa, Iswahyudi membacakan nota pembelaan (pledoi) di muka majelis hakim yang diketuai Novita Riama.
Iswahyudi membeberkan hasil visum bernomor YR.02.03/XIV.4.4.7/137/2/2018, tertanggal 20 Maret 2018 yang dibuat oleh dr. Kunthi Yilainati Sp. Kf.
Dalam surat tersebut disebutkan kesimpulann yang menyatakan pada korban yang berusia 16 tahun ini, ditemukan robekan lama selaput dara.
Kesimpulan tersebut sesuai dengan pengakuan korban yang mengakui riwayat bersetubuh dengan mantan pacarnya.
“Maka dengan demikian tuntutan terhadap terdakwa adalah sebagai upaya menutupi perilaku amoral dari korban selama ini dari lingkungan keluarganya,” tutur Iswahyudi.
“Ini juga merupakan konspirasi antara korban dan saksi Tika Candra untuk menghancurkan terdakwa,” imbuh pengacara berambut klimis itu.
Maka atas penyimpangan alat bukti surat berupa visum untuk menjadikannya sebagai unsur/bukti mendakwa terdakwa Arif sebagai pelakunya adalah tidak tidak tepat.
Tidak hanya itu, Iswahyudi menyatakan tuntutan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) sangat berlebihan dan mengada-ada.
“Mantan pacar korbanlah yang seharusnya duduk di depan persidangan saat ini sebagai terdakwa karena telah menyetubuhi korban,” tandasnya.
Pengacara muda itu meminta kepada majelis hakim untuk membebaskan terdakwa Putu Arif Mahendra dari tuntutan pidana sebagaimana
yang dituntut oleh JPU. Apabila majelis hakim berpendapat lain, maka dia berharap memberi putusan yang seadil-adilnya.