DENPASAR – Warga Krama Bugbug, Karangasem kembali mendatangi Polda Bali kemarin. Mereka melaporkan Bendesa Adat Bugbug Wayan Mas Suyasa.
Dugaannya Mas Suyasa melakukan tindak pidana penggelapan uang tamu di Desa Adat Bugbug selama periode 2015 sampai 2019 yang jumlahnya sekitar Rp 152.832.500.
Mereka tergabung dalam wadah Aliansi Perubahan Bugbug (APB). Yang menjadi pelapor adalah I Wayan Budi Artawan, Krama Banjar Adat Dukuh Tengah, Desa Adat Bugbug, Karangasem.
Laporkan kali ini ditujukan kepada Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Bali. Budi Artawan dkk didampingi oleh dua pengacara, I Gede Ngurah dan I Nengah Yasa Adi Susanto yang juga krama desa adat setempat.
Dalam laporan berupa Pengaduan Masyarakat (Dumas) itu mereka membawa sejumlah bukti dokumen pengelolaan keuangan di Desa Adat Bugbug.
Budi Artawan mengungkapkan, pelaporan itu dilakukan setelah tidak ada titik temu untuk dilakukan penyelesaian melalui jalur hukum adat.
Dikatakan, di desa adatnya ada uang tamu yang dianggarkan dari kas desa untuk klian desa, tapi tidak jelas penggunaannya. Selama periode 2015 sampai 2019 tidak pernah ada laporan pertanggungjawaban.
“Penggelapan itu diduga dilakukan sejak 2015 sampai 2019. Sama sekali tidak ada pelaporan sama sekali,” beber Budi Artawan.
Uang tamu itu adalah uang untuk penerimaan tamu. Uang itu dianggarkan dari kas desa adat. Setiap tahunnya dianggarkan.
Kuasa hokum pelapor, I Nengah Yasa Adi Susanto, membeberkan selama periode 2015 sampai 2019 Desa Adat Bugbug mengeluarkan uang tamu desa adat yang dipakai oleh kelian desa adat sebesar Rp 152.832.500.
Selama peri0de itu tidak pernah dibuatkan laporan pertanggunganjawaban. Oleh karena itu pihaknya membuat laporan dugaan tindak pidana penggelapan uang milik desa adat sebagaimana diatur dalam pasal 372 KUHP.
“Sebenarnya sudah lama hendak membuat laporan polisi, namun baru kali ini bisa mengumpulkan data-data,” bebernya.
Dia mengaku ada dokumen laporan dari kegunaan keuangan itu, tidak ada data pendukungnya. Mestinya dalam pertanggunganjawabannya ada data pendukung.
Seperti buku tamu. Tamu itu kepentingannya untuk apa. Kalau untuk urusan pribadi tidak boleh menggunakan anggaran itu.
“Saya berasumsi kalau anggarannya Rp 1 juta uang itu dilaporkan habis. Ada atau tidak tamunya, tapi anggarannya habis,” ungkapnya.
Kuasa hukumnya yang lain, I Gede Ngurah, menambahkan sebenarnya ingin menyelesaikan dugaan pelanggaran itu ke hukum adat melalui Kertha Desa Adat Bugbug.
Namun, penegakan hukum adat diragukan untuk bisa menyelesaikan masalah ini secara arif. Oleh karena itu mereka mengambil langkah hukum positif dengan cara melaporkan ke polisi.
Beberapa bulan yang lalu ada kasus dugaan pelanggaran Awig-Awig/Pararem Desa Adat Bugbug yang dilakukan oknum Ketua Nayaka dan Ketua Badan Pengembang Pariwisata Desa Adat Bugbug (BP2DAB).
“Sudah diputuskan bersalah oleh Hakim Kertha Desa Adat Bugbug. Malah bendesa tak pernah mengeksekusi putusan tersebut,” katanya.
Mirisnya justru memberikan kesempatan terlapor untuk banding ke Majelis Desa Adat (MDA). Sebelumnya, pada Rabu (29/7) lalu Wayan Mas Suyasa dilaporkan ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Bali oleh krama setempat yang juga tergabung dalam Aliansi Perubahan Bugbug (APB).
Saat itu, bendesa yang sudah menjabat selama 30 tahun itu dilaporkan atas dugaan pelanggaran UU Perbankan.
Mas Suyasa sebagai kelian Desa Adat Bugbug depostikan uang milik desa sebanyak Rp 250 juta di Koperasi Serba Usaha (KSU) Hari Sejahtera. Di mana Koperasi Hari Sejahtera itu merupakan milik Mas Suyasa sendiri.