29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 2:26 AM WIB

Anak Pasien yang Meninggal Ceritakan Kisah Pilu Sang Ibu Ditolak Rumah Sakit

DENPASAR-Polda Bali masih mendalami laporan terhadap pimpinan dan oknum dokter RS Wangaya Denpasar dan RS Manuaba Denpasar. Dimana sebelumnya, warga bernama Kadek Suastama, 46, melapor ke Polda Bali pada Selasa (4/10/2022).

Laporan itu merupakan buntut dari dugaan penolakan pasien yang merupakan istri pelapor bernama Nengah Sariani,44, yang diduga ditolak oleh oknum dokter dan petugas medis rumah sakit RS Wangaya dan RS Manuaba. Penolakan itu berujung pada kematian pasien.

Anak dari Nengah Sariani bernama Alit Putra menceritakan bagaimana kronologi tragis wafatnya sang ibu saat peristiwa itu. Dikisahkannya, itu bermula saat ibunya batuk-batuk di rumah mereka di Denpasar.  Karena jarak dari rumah mereka ke RS Wangaya cukup dekat, Alit bersama kakak perempuannya membonceng sang ibu dalam kondisi lemas menggunakan sepeda motor ke RS Wangaya.

“Saat itu ibu saya batuk keluar darah dari mulut dan hidung. Saya sama kakak pakai motor ke Wangaya. Di sana ada satpam bilang tanya ibu kenapa. Dia (satpam) ke dalam manggil dokter gak datang (dokter). Lalu saya ke dalam manggil dokter, terus ada dokter cewek datang dia bilang bed penuh (di UGD),” terang Alit di Denpasar, Senin (17/10/2022).

Alit yang melihat ibunya terkulai lemas di atas sepeda motor lalu meminta pertolongan pertama. Namun tak ada petugas yang berinisiatif memindahkan ibunya dari atas sepeda motor. “Saya minta pertolongan pertama tapi dia bilang (dokter) tetap gak bisa karena gak ada bed. Dia menyarankan ke Manuaba tapi saya minta ambulans dia gak ngasih. Dokter yang cewek bilang gak bisa. Saya mohon-mohon biar dikasih. Tapi tetap gak dikasih,” ujarnya.

Karena mendapat penolakan, Alit bersama kakak perempuannya membonceng sang ibu ke RS Manuaba Denpasar. Setibanya di sana, dokter RS Manuaba memeriksa denyut nadi sang ibu. Saat itu kondisinya masih di atas sepeda motor tanpa dipindah ke bed perawatan. “Saya ke Manuaba, pake motor di sana dokter cek dunyut nadi ibu saya dia bilang dari pada kamu debat sama saya mending bawa ke Sanglah. Saya minta ambulans gak dikasih. Takut rumit katanya,” bebernya.

Dengan perasaan serba khawatir, Alit serta kakaknya langsung melesat menggunakan sepeda motor ke RSUP Sanglah Denpasar. Namun sepanjang perjalanan, dia tak mengetahui jika kaki kiri ibunya terseret di aspal sepanjang perjalanan sehingga jempol kaki kirinya luka lecet. Di UGD Sanglah, pihak medis langsung memindahkannya ke bed perawatan. Saat dicek pihak dokter, ternyata Nengah Sariani sudah tak bernyawa. Dia dinyatakan sudah meninggal dalam perjalanan.

“Ibu dikubur tanggal 27 September dan aben tanggal 12 Oktober di desa Mayong, Seririt, Buleleng,” tambahnya. Pada kesempatan yang sama, dua tim kuasa hukum dari pihak keluarga juga angkat bicara. Mereka membeberkan fakta-fakta yang terjadi saat itu, serta hasil dari pertemuan antara pihak rumah sakit Wangaya Denpasar serta Pemkot Denpasar, juga IDI Provinsi Bali dan Kota Denpasar.

I Wayan Gede Mardika dan Dewa Nyoman Wiesdya Danabrata Parsana mengungkap jika pertemuan itu berlangsung pada tanggal 9 Oktober di Kantor Walikota Denpasar. “Walikota juga hadir. Ketua IDI provinsi, IDI Denpasar, Kadis kesehatan provinsi, Dirut rumah sakit Wangaya, kami LBH dan komisi Etik RS Wangaya,” terang Parsana.

Dalam pertemuan itu, kata dia, Walikota Denpasar menanyakan sisi kemanusiaan dari pihak medis yang diduga menolak pasien dengan alasan bed penuh. Lalu dari pendamping hukum pelapor juga menyampaikan beberapa protes. Dimana RS Wangaya Denpasar menutup kolom komentar dalam postingan mereka di Instagram terutama pada postingan permintaan maaf.

“Patut diduga RS Wangaya mengirim buser ke review google. Boleh dilihat saja review googlenya. Ada yang buruk, tapi dominan riview bagus. Kami mempertanyakan cctv di UGD. Tapi katanya gak ada karena itu pribadi. Dari RS membenarkan ada Ambulans. Alasannya tidak dikeluarkan ambulans karena SOP harus lengkap dokter dan perawat. Terlepas dari itu, mereka mengakui SOP itu gak sesuai dengan undang-undang,” bebernya.

Pada kesempatan yang sama, kuasa hukum lainnya, I Wayan Gede Mardika berharap agar Polda Bali yang menangani laporan ini bisa sesegera mungkin memproses sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Sebelumnya, Kabid Humas Polda Bali Kombespol Stefanus Satake Bayu Setianto membenarkan adanya laporan tersebut.  “Laporannya terkait dugaan penolakan pasien oleh RSUD Wangaya dan RS Manuaba, sehingga menyebabkan kehilangan nyawa,” katanya Kamis (6/10/2022) lalu

Lanjut dia, laporan itu sebagaimana dalam pasal 190 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan.






Reporter: Marsellus Nabunome Pampur

DENPASAR-Polda Bali masih mendalami laporan terhadap pimpinan dan oknum dokter RS Wangaya Denpasar dan RS Manuaba Denpasar. Dimana sebelumnya, warga bernama Kadek Suastama, 46, melapor ke Polda Bali pada Selasa (4/10/2022).

Laporan itu merupakan buntut dari dugaan penolakan pasien yang merupakan istri pelapor bernama Nengah Sariani,44, yang diduga ditolak oleh oknum dokter dan petugas medis rumah sakit RS Wangaya dan RS Manuaba. Penolakan itu berujung pada kematian pasien.

Anak dari Nengah Sariani bernama Alit Putra menceritakan bagaimana kronologi tragis wafatnya sang ibu saat peristiwa itu. Dikisahkannya, itu bermula saat ibunya batuk-batuk di rumah mereka di Denpasar.  Karena jarak dari rumah mereka ke RS Wangaya cukup dekat, Alit bersama kakak perempuannya membonceng sang ibu dalam kondisi lemas menggunakan sepeda motor ke RS Wangaya.

“Saat itu ibu saya batuk keluar darah dari mulut dan hidung. Saya sama kakak pakai motor ke Wangaya. Di sana ada satpam bilang tanya ibu kenapa. Dia (satpam) ke dalam manggil dokter gak datang (dokter). Lalu saya ke dalam manggil dokter, terus ada dokter cewek datang dia bilang bed penuh (di UGD),” terang Alit di Denpasar, Senin (17/10/2022).

Alit yang melihat ibunya terkulai lemas di atas sepeda motor lalu meminta pertolongan pertama. Namun tak ada petugas yang berinisiatif memindahkan ibunya dari atas sepeda motor. “Saya minta pertolongan pertama tapi dia bilang (dokter) tetap gak bisa karena gak ada bed. Dia menyarankan ke Manuaba tapi saya minta ambulans dia gak ngasih. Dokter yang cewek bilang gak bisa. Saya mohon-mohon biar dikasih. Tapi tetap gak dikasih,” ujarnya.

Karena mendapat penolakan, Alit bersama kakak perempuannya membonceng sang ibu ke RS Manuaba Denpasar. Setibanya di sana, dokter RS Manuaba memeriksa denyut nadi sang ibu. Saat itu kondisinya masih di atas sepeda motor tanpa dipindah ke bed perawatan. “Saya ke Manuaba, pake motor di sana dokter cek dunyut nadi ibu saya dia bilang dari pada kamu debat sama saya mending bawa ke Sanglah. Saya minta ambulans gak dikasih. Takut rumit katanya,” bebernya.

Dengan perasaan serba khawatir, Alit serta kakaknya langsung melesat menggunakan sepeda motor ke RSUP Sanglah Denpasar. Namun sepanjang perjalanan, dia tak mengetahui jika kaki kiri ibunya terseret di aspal sepanjang perjalanan sehingga jempol kaki kirinya luka lecet. Di UGD Sanglah, pihak medis langsung memindahkannya ke bed perawatan. Saat dicek pihak dokter, ternyata Nengah Sariani sudah tak bernyawa. Dia dinyatakan sudah meninggal dalam perjalanan.

“Ibu dikubur tanggal 27 September dan aben tanggal 12 Oktober di desa Mayong, Seririt, Buleleng,” tambahnya. Pada kesempatan yang sama, dua tim kuasa hukum dari pihak keluarga juga angkat bicara. Mereka membeberkan fakta-fakta yang terjadi saat itu, serta hasil dari pertemuan antara pihak rumah sakit Wangaya Denpasar serta Pemkot Denpasar, juga IDI Provinsi Bali dan Kota Denpasar.

I Wayan Gede Mardika dan Dewa Nyoman Wiesdya Danabrata Parsana mengungkap jika pertemuan itu berlangsung pada tanggal 9 Oktober di Kantor Walikota Denpasar. “Walikota juga hadir. Ketua IDI provinsi, IDI Denpasar, Kadis kesehatan provinsi, Dirut rumah sakit Wangaya, kami LBH dan komisi Etik RS Wangaya,” terang Parsana.

Dalam pertemuan itu, kata dia, Walikota Denpasar menanyakan sisi kemanusiaan dari pihak medis yang diduga menolak pasien dengan alasan bed penuh. Lalu dari pendamping hukum pelapor juga menyampaikan beberapa protes. Dimana RS Wangaya Denpasar menutup kolom komentar dalam postingan mereka di Instagram terutama pada postingan permintaan maaf.

“Patut diduga RS Wangaya mengirim buser ke review google. Boleh dilihat saja review googlenya. Ada yang buruk, tapi dominan riview bagus. Kami mempertanyakan cctv di UGD. Tapi katanya gak ada karena itu pribadi. Dari RS membenarkan ada Ambulans. Alasannya tidak dikeluarkan ambulans karena SOP harus lengkap dokter dan perawat. Terlepas dari itu, mereka mengakui SOP itu gak sesuai dengan undang-undang,” bebernya.

Pada kesempatan yang sama, kuasa hukum lainnya, I Wayan Gede Mardika berharap agar Polda Bali yang menangani laporan ini bisa sesegera mungkin memproses sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Sebelumnya, Kabid Humas Polda Bali Kombespol Stefanus Satake Bayu Setianto membenarkan adanya laporan tersebut.  “Laporannya terkait dugaan penolakan pasien oleh RSUD Wangaya dan RS Manuaba, sehingga menyebabkan kehilangan nyawa,” katanya Kamis (6/10/2022) lalu

Lanjut dia, laporan itu sebagaimana dalam pasal 190 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan.






Reporter: Marsellus Nabunome Pampur

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/