SELAIN mengotaki pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo juga didakwa melakukan pelanggaran obstruction of justice atau menghalang-halangi penyidikan dalam kasus pembunuhan Brigadir J.
Setelah proses penembakan Yosua, Sambo mengarang cerita bahwa kematian Yosua karena tembak menembak dengan Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E.
Pada 8 Juli 2022, Sambo memanggil Brigjen Pol Hendra Kurniawan untuk datang ke rumah dinas di Jalan Duren Tiga, Mampang, Jakarta Selatan.
“Saksi Hendra Kurniawan bertanya kepada terdakwa Ferdy Sambo ada peristiwa apa Bang? Dijawab oleh Ferdy Sambo ada pelecehan terhadap Mbakmu,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (17/10).
Sambo menceritakan kepada Hendra bahwa Putri Candrawathi histeris setelah peristiwa tersebut. Lalu Nofriansyah Yosua Hutabarat panik dan keluar dan kamar Putri Candrawathi. Saat keluar ketahuan oleh Richard Eliezer Pudihang Lumiu. Nofriansyah kemudian beraksi spontan dengan menembak Richard Eliezer Pudihang Lumiu.
“Melihat situasi tersebut Richard Eliezer Pudihang Lumiu membalas tembakan Nofriansyah Yosua Hutabarat, sehingga terjadilah saling tembak menembak di antara mereka berdua yang mengakibatkan korban jiwa yaitu Nofriansyah Yosua Hutabarat meninggal dunia di tempat kejadian,” kata JPU.
Setelah menemui Sambo, Hendra Kurniawan menemui Benny Ali mantan Karo Provos Div Propam Polri yang telah datang terlebih duhulu di rumah dinas. Hendra menanyakan kepada Benny pelecehan yang terjadi seperti apa. Benny menjawab telah bertemu langsung Putri Candrawathi dan menceritakan pelecehan terjadi saat dirinya sedang istirahat di kamarnya.
“Permasalahannya korban Nofriansyah Yosua Hutabarat telah memasuki kamar Putri Candrawathi dan sedang meraba-raba paha sampai mengenai kemaluan Putri Candrawathi, akan tetap Putri Candrawathi kaget dan terbangun sambil berteriak,” kata Benny menceritakan kepada Hendra.
Akibat teriakan tersebut, Nofriansyah Yosua Hutabarat menodongkan senjata kepada Putri dan mencekik lehernya. Putri pun semakin histeris. Nofriansyah Yosua Hutabarat semakin panik dan keluar kamar. Di saat itu dia bertemu dengan Richard Eliezer Pudihang Lumiu dan terjadi tembak menembak.
Di kantor Divpropam Polri Hendra mengklarifikasi kejadian di Duren Tiga kepada Richard Eliezer Pudihang Lumiu, Ricky Rizal dan Kuat Ma’ruf. Mereka membenarkan cerita yang dikarang oleh Ferdy Sambo. Lalu Ferdy Sambo bersama Hendra Kurniawan dan Richard Eliezer Pudihang Lumiu, Ricky Rizal dan Kuat Ma’ruf menjalin kesepakatan untuk menyamakan persepsi terkait skenario yang telah disusun Ferdy Sambo.
“Bro untuk pemeriksaan saksi-saksi oleh Penyidik Selatan di tempat bro aja ya! Biar tidak gaduh karena ini menyangkut mbak, menyangkut pelecehan, dan tolong cek CCTV komplek,” kata Sambo melalui saluran telepon kepada Hendra Kurniawan.
Hendra Kurniawan kemudian menghubungi AKBP Ari Cahya Nugraha untuk melakukan screening CCTV di sekitar komplek rumah dinas Kadiv Propam Polri. Irfan Widyanto selaku anak buah Ari Cahya Nugraha melaporkan ada 20 CCTV. Irfan kemudian diperintahkan Agus Nurpatria mengambil DVR CCTV di pos sekuriti dan menggantinya dengan yang baru. DVR CCTV di rumah Ridwan Soplanit juga diminta diganti dengan yang baru.
DVR CCTV ini diserahkan kepada Chuck Putranto. Pada 10 Juli 2022 Arif Rahman kemudian meminta bertemu dengan Chuck Putranto di Polres Metro Jakarta Selatan. Pertemuan ini juga diikuti oleh saksi Rifaizal Samual. CCTV selanjutnya diberikan kepada penyidik Polres Metro Jakarta Selatan.
Sehari kemudian, Ferdy Sambo menanyakan keberadaan CCTV kepada Chuck Putranto. Dia kesal setelah tahu CCTV diberikan kepada penyidik Polres Jakarta Selatan.
Ferdy Sambo kemudian memerintah Chuck Putranto mengambil CCTV tersebut dan menyalin isinya. “Lakukan jangan banyak tanya, kalau ada apa-apa saya yang tanggung jawab,” kata Sambo kepada Chuck Putranto.
CCTV tersebut kemudian disalin isinya oleh Baiquni Wibowo. Setelah disalin Chuck Putranto melaporkan kepada Arif Rahman. Kemudian hasil salinan ditonton bersama oleh Arif Rahman, Chuck Putranto, Baiquni Wibowo, dan Ridwan Soplanit.
Dari sini Arif Rahman sadar jika cerita Ferdy Sambo tidak benar, bahwa Nofriansyah Yosua Hutabarat masih hidup saat Ferdy Sambo datang di rumah dinas. Temuan ini dilaporkan kepada Hendra Kurniawan selaku senior yang menangani kasus ini.
Ferdy Sambo nampak marah kepada para anak buahnya tersebut. Ferdy Sambo pun meminta kepada Arif Rahman untuk menghapus dan memusnahkan file tersebut. Dia memerintah kepada Hendra Kurniawan untuk memastikan penghapusan file berjalan tuntas.
Atas hal itu, Ferdy Sambo didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (jpg)