24 C
Jakarta
13 September 2024, 6:32 AM WIB

Kadisparbud Nengah Alit Dibui, Jabatan Dilelang

NEGARA- Jabatan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Kadisparbud) Jembrana dileleng. Ini, karena kepala dinas sebelumnya Nengah Alit tersangkut kasus korupsi. Sedangkan status Nengah Alit sebagai pegawai negeri sipil (PNS) masih belum dicopot karena masih menunggu proses hukum berkekuatan hukum tetap.

 

Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Jembrana Siluh Ktut Natalis Semaradani mengatakan, mengenai kasus hukum Nengah Alit saat ini masih belum berkekuatan hukum tetap. Sehingga statusnya sebagai PNS diberhentikan sementara sampai ada putusan yang berkekuatan hukum tetap. “Sekarang masih proses hukum. Statusnya sebagai pegawai masih menunggu sampai putusan inkrah,” ujarnya.

 

Karena statusnya sebagai pegawai diberhentikan sementara, maka tidak akan menerima gaji penuh dan tidak menerima tunjangan lainnya. Gaji sebagai pegawai yang diterima sebesar 50 persen dari total gaji selama belum ada putusan berkekuatan tetap. Apabila nantinya diputus pengadilan tidak bersalah dan berkekuatan hukum tetap, maka haknya yang sebelumnya dipotong akan dikembalikan lagi.

 

Akan tetapi, jika terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan sudah mendapat putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, maka sanksinya adalah pemberhentian dengan tidak hormat. Hal tersebut diatur dalam aturan yang berlaku. Undang-undang  No 5 Tahun 2014 tentang ASN dijelaskan bahwa, pemberhentian tidak hormat.

 

Mengenai jabatan kepala dinas, karena sudah diproses hukum maka jabatan dicopot. Pihaknya sudah mendapat persetujuan untuk melakukan lelang jabatan untuk Kadisparbud Jembrana dan akan dimulai proses lelangnya pada Senin (21/3) pekan depan.

 

“Jabatan sudah dikembalikan. Maka lelang jabatan tidak perlu menunggu proses hukum berkekuatan hukum tetap,” terangnya.

 

Seperi diketahui, kasus korupsi Kadisparbud Jembrana nonaktif I Nengah Alit didakwa melakukan korupsi pengadaan rumbing anggaran dari dana alokasi umum (DAU) bantuan keuangan pajak hotel restoran (PHR) Kabupaten Badung tahun 2018.

 

Terdakwa Nengah Alit pada putusan pengadilan tingkat pertama divonis 4 tahun 6 bulan. Sama dengan terdakwa kedua Ketut Kurnia Artawan, pihak ketiga yang berperan sebagai perantara juga divonis 4 tahun 6 bulan.

Namun upaya hukum banding Nengah Alit dikabulkan dan hanya divonis selama 2 tahun atau berkurang 2 tahun 6 bulan dari putusan pertama. Atas putusan banding tersebut, jaksa penuntut umum masih melakukan upaya hukum kasasi, sehingga proses hukum masih berjalan dan belum berkekuatan hukum tetap.

 

Modus korupsi yang dilakukan, pengadaan tidak sesuai dengan kontrak kerja. Pengadaan rumbing tersebut anggarannya sebesar Rp 300 juta, akan tetapi pengadaan tidak sesuai dengan kontrak kerja. Anggaran tersebut semestinya digunakan untuk pengadaan barang, akan tetapi hanya melakukan perbaikan barang yang sudah ada.

 

Kerugian negara dari tindak pidana korupsi tersebut sebesar merugikan negara Rp 256 juta lebih. Karena berdasarkan pemeriksaan keuangan dari badan pengawasan keuangan dan pembangunan (BPKP), perbaikan rumbing hanya menghabiskan Rp 12 juta. Sedangkan dalam perjanjian kerja anggaran sebesar Rp 300 juta semestinya untuk pengadaan barang, bukan hanya perbaikan.

 

 

 

 

 

 

 

 

NEGARA- Jabatan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Kadisparbud) Jembrana dileleng. Ini, karena kepala dinas sebelumnya Nengah Alit tersangkut kasus korupsi. Sedangkan status Nengah Alit sebagai pegawai negeri sipil (PNS) masih belum dicopot karena masih menunggu proses hukum berkekuatan hukum tetap.

 

Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Jembrana Siluh Ktut Natalis Semaradani mengatakan, mengenai kasus hukum Nengah Alit saat ini masih belum berkekuatan hukum tetap. Sehingga statusnya sebagai PNS diberhentikan sementara sampai ada putusan yang berkekuatan hukum tetap. “Sekarang masih proses hukum. Statusnya sebagai pegawai masih menunggu sampai putusan inkrah,” ujarnya.

 

Karena statusnya sebagai pegawai diberhentikan sementara, maka tidak akan menerima gaji penuh dan tidak menerima tunjangan lainnya. Gaji sebagai pegawai yang diterima sebesar 50 persen dari total gaji selama belum ada putusan berkekuatan tetap. Apabila nantinya diputus pengadilan tidak bersalah dan berkekuatan hukum tetap, maka haknya yang sebelumnya dipotong akan dikembalikan lagi.

 

Akan tetapi, jika terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan sudah mendapat putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, maka sanksinya adalah pemberhentian dengan tidak hormat. Hal tersebut diatur dalam aturan yang berlaku. Undang-undang  No 5 Tahun 2014 tentang ASN dijelaskan bahwa, pemberhentian tidak hormat.

 

Mengenai jabatan kepala dinas, karena sudah diproses hukum maka jabatan dicopot. Pihaknya sudah mendapat persetujuan untuk melakukan lelang jabatan untuk Kadisparbud Jembrana dan akan dimulai proses lelangnya pada Senin (21/3) pekan depan.

 

“Jabatan sudah dikembalikan. Maka lelang jabatan tidak perlu menunggu proses hukum berkekuatan hukum tetap,” terangnya.

 

Seperi diketahui, kasus korupsi Kadisparbud Jembrana nonaktif I Nengah Alit didakwa melakukan korupsi pengadaan rumbing anggaran dari dana alokasi umum (DAU) bantuan keuangan pajak hotel restoran (PHR) Kabupaten Badung tahun 2018.

 

Terdakwa Nengah Alit pada putusan pengadilan tingkat pertama divonis 4 tahun 6 bulan. Sama dengan terdakwa kedua Ketut Kurnia Artawan, pihak ketiga yang berperan sebagai perantara juga divonis 4 tahun 6 bulan.

Namun upaya hukum banding Nengah Alit dikabulkan dan hanya divonis selama 2 tahun atau berkurang 2 tahun 6 bulan dari putusan pertama. Atas putusan banding tersebut, jaksa penuntut umum masih melakukan upaya hukum kasasi, sehingga proses hukum masih berjalan dan belum berkekuatan hukum tetap.

 

Modus korupsi yang dilakukan, pengadaan tidak sesuai dengan kontrak kerja. Pengadaan rumbing tersebut anggarannya sebesar Rp 300 juta, akan tetapi pengadaan tidak sesuai dengan kontrak kerja. Anggaran tersebut semestinya digunakan untuk pengadaan barang, akan tetapi hanya melakukan perbaikan barang yang sudah ada.

 

Kerugian negara dari tindak pidana korupsi tersebut sebesar merugikan negara Rp 256 juta lebih. Karena berdasarkan pemeriksaan keuangan dari badan pengawasan keuangan dan pembangunan (BPKP), perbaikan rumbing hanya menghabiskan Rp 12 juta. Sedangkan dalam perjanjian kerja anggaran sebesar Rp 300 juta semestinya untuk pengadaan barang, bukan hanya perbaikan.

 

 

 

 

 

 

 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/