25.2 C
Jakarta
22 November 2024, 8:46 AM WIB

Sandoz Cuci Tangan, Alit: Tidak Hanya Jadi Korban, Saya Diinjak-injak

DENPASAR – Anak mantan Gubernur Bali Made Mangku Pastika, Putu Pasek Sandoz Prawirottama banyak mengatakan

tidak tahu saat menjadi saksi kasus penggelapan dan penipuan dengan terdakwa mantan Ketua Kadin Bali, AA Ngurah Alit Wira Putra, 50.

Yang dia akui hanya menerima uang. Tapi, besarannya berapa, Sandoz mengaku tidak ingat. Uang hasil pemberian Alit itu lantas dia gunakan untuk mengembangkan usaha.

Yang menarik, saat ditanya asal dirinya terkibat dalam proyek rencana reklamasi Pelabuhan Benoa, Sandoz cukup lancar menjawab.

Ia bersedia menjawab pertanyaan hakim dengan panjang lebar. Sandoz menceritakan awalnya bertemu saksi Made Jayantara dengan Alit pada November 2011 di sebuah restoran kopi di Sanur, Denpasar Selatan.

Dari pertemuan itu terungkap ada investor dari Jakarta yang mau investasi. Kebetulan saat itu Sandoz menjabat pada wakil ketua umum bidang investasi di Kadin Bali.

Singkat cerita, seminggu kemudian Sandoz ditelepon Jayantara untuk bertemu investor di Kantor HIPMI, di kawasan Bali Beach Sanur.

Menurut Sandoz, saksi korban Sutrisno meminta Sandoz sebagai konsultan untuk berinvestasi di Bali. “Tugas saya sebagai konsultan yaitu memberikan saran, masukan, dan informasi,” ucapnya.

Nah, yang menarik Sandoz menolak namanya dicantumkan saat dibuat draf kesepakatan tentang pengurusan izin.

Sandoz yang awalnya disebut sebagai pihak kedua dalam kesepakatan tidak mau.“Saat itu saya sebenarnya

tidak ingin ada ikatan apapun. Saya maunya freelance dan membantu sebagai konsultan,” terang pria berkacamata itu.

Belakangan, lanjut Sandoz, posisi sebagai pihak kedua digantikan Alit. Sandoz berdalih apa maksud kesepakatan tidak tahu.

Ia menyebut hanya membaca sekilas draf kesepakatan. Setelah masalah ini muncul baru ia tahu.

“Yang saya ingat awal pertemuan saya dengan Pak Sutrisno itu, seingat saya akan ada investasi Rp 6 triliun untuk pembangunan pelabuhan,” imbuhnya.

Alit yang tidak puas dengan jawaban Sandoz karena terkesan cuci tangan, Alit kemudian menyinggung tentang pertemuan dengan gubernur.

Jawaban mengejutkan dilontarkan Sandoz. “Saya tidak tahu ada pertemuan dengan gubernur. Saya tahu setelah pertemuan itu sudah diteken dan berjalan,” kelitnya.

Wayan Santosa dan Ali Sadikin sebagai pengacara Alit kemudian menanyakan apakah Sandoz tahu jika ada biaya untuk pengurusan izin.

Sandoz mengaku tidak tahu. Yang dia tahu tugasnya sebagai konsultan memberikan informasi dan saran.

Nah, saran itulah yang kemudian ditindaklanjuti investor dengan membangun PT Bangun Segitiga Mas (BSM).

“Tapi, apakah Anda menerima fee atau honor?” tanya Ali Sadikin. “Saya menerima, tapi tidak terlalu detail jumlahnya dan tanggalnya. Semua dalam bentuk cek,” kelitnya lagi.

Ali Sadikin mengejar untuk apa uang itu, Sandoz dengan santai menjawab untuk honor dirinya sebagai konsultan.

Sementara hakim anggota II, IG Partha Barghawa memancing Sandoz dengan menanyakan ada uang sudah diterima tapi tidak ikut kesepakatan.

Sandoz menjawab dana yang diberikan Alit adalah dana perusahaan milik korban Sutrisno. Sandoz mengaku sudah memberikan informasi dan saran pada investor.

Misalnya menyarankan investor berkenalan dengan Pemprov Bali memalui audiensi. Sandoz mengaku setidaknya tiga kali bertemu dengan Sutrisno.

“Sebanyak tiga kali. Tapi tidak menyampaikan detail proyek. Yang terakhir silaturahmi saja,” ucapnya.

Barulah pada akhir 2017 Sandoz ditelepon oleh Alit, bahwa ada somasi kedua dari Sutrisno. Intinya diminta mengembalikan dana yang sudah dikucurkan.

“Tanggapan saya, bahwa saya sudah bekerja. Bahwa saya juga tidak tahu ini permasalahannya,” sangkalnya.

Hakim Barghawa kemudian bertanya, Sandoz apakah konsutan formal perusahaan, Sandoz menjawab konsultan nonformal.

“Yang membayar Anda Sutrisno. Tapi kenapa menerimanya melalui terdakwa? Kenapa bisa lewat terdakwa?” cecar hakim Barghawa. “Saya tidak tahu,” jawabnya singkat.

Pengacara Wayan Santosa kemudian mencecar Sandoz, sebagai konsultan apakah mempunyai kemampuan mengurus izin, Sandoz menjawab tidak punya kemampuan.

Dirinya hanya memberikan saran secara garis besar tentang pengurusan izin. “Tapi, dari BAP saksi tahu semua sampai terbit izin?” kejar Barghawa.

Sandoz mengaku dimintai saran PT BSM dari tahapan awal pengurusan izin sampai pra-FS. Setelah pra-FS ia mengaku tidak mengikuti lagi.

“Yang jelas, saya dapat honor dari pak Alit saya terima. Tapi tidak tahu detail,” ujarnya. Saat ditanya tentang keterangan Sandoz, Alit menyebut sebagian keterangannya benar.

Terutama bagian menerima uang. Tapi, selain itu yang mengaku tidak ingat dan lupa itu tidak benar.

Diwawancarai usai sidang, Alit menyebut dirinya sengaja disudutkan dan dikorbankan.

“Saya tidak hanya dikorbankan, tapi saya juga diinjak-injak. Semua pertemuan dibantah. Bahkan, email yang saya kirim

dibilang tidak tahu. Saya merasa disudutkan dan dikorbankan,” cetus pria asal Dalung, Kuta Utara, Badung, itu. 

DENPASAR – Anak mantan Gubernur Bali Made Mangku Pastika, Putu Pasek Sandoz Prawirottama banyak mengatakan

tidak tahu saat menjadi saksi kasus penggelapan dan penipuan dengan terdakwa mantan Ketua Kadin Bali, AA Ngurah Alit Wira Putra, 50.

Yang dia akui hanya menerima uang. Tapi, besarannya berapa, Sandoz mengaku tidak ingat. Uang hasil pemberian Alit itu lantas dia gunakan untuk mengembangkan usaha.

Yang menarik, saat ditanya asal dirinya terkibat dalam proyek rencana reklamasi Pelabuhan Benoa, Sandoz cukup lancar menjawab.

Ia bersedia menjawab pertanyaan hakim dengan panjang lebar. Sandoz menceritakan awalnya bertemu saksi Made Jayantara dengan Alit pada November 2011 di sebuah restoran kopi di Sanur, Denpasar Selatan.

Dari pertemuan itu terungkap ada investor dari Jakarta yang mau investasi. Kebetulan saat itu Sandoz menjabat pada wakil ketua umum bidang investasi di Kadin Bali.

Singkat cerita, seminggu kemudian Sandoz ditelepon Jayantara untuk bertemu investor di Kantor HIPMI, di kawasan Bali Beach Sanur.

Menurut Sandoz, saksi korban Sutrisno meminta Sandoz sebagai konsultan untuk berinvestasi di Bali. “Tugas saya sebagai konsultan yaitu memberikan saran, masukan, dan informasi,” ucapnya.

Nah, yang menarik Sandoz menolak namanya dicantumkan saat dibuat draf kesepakatan tentang pengurusan izin.

Sandoz yang awalnya disebut sebagai pihak kedua dalam kesepakatan tidak mau.“Saat itu saya sebenarnya

tidak ingin ada ikatan apapun. Saya maunya freelance dan membantu sebagai konsultan,” terang pria berkacamata itu.

Belakangan, lanjut Sandoz, posisi sebagai pihak kedua digantikan Alit. Sandoz berdalih apa maksud kesepakatan tidak tahu.

Ia menyebut hanya membaca sekilas draf kesepakatan. Setelah masalah ini muncul baru ia tahu.

“Yang saya ingat awal pertemuan saya dengan Pak Sutrisno itu, seingat saya akan ada investasi Rp 6 triliun untuk pembangunan pelabuhan,” imbuhnya.

Alit yang tidak puas dengan jawaban Sandoz karena terkesan cuci tangan, Alit kemudian menyinggung tentang pertemuan dengan gubernur.

Jawaban mengejutkan dilontarkan Sandoz. “Saya tidak tahu ada pertemuan dengan gubernur. Saya tahu setelah pertemuan itu sudah diteken dan berjalan,” kelitnya.

Wayan Santosa dan Ali Sadikin sebagai pengacara Alit kemudian menanyakan apakah Sandoz tahu jika ada biaya untuk pengurusan izin.

Sandoz mengaku tidak tahu. Yang dia tahu tugasnya sebagai konsultan memberikan informasi dan saran.

Nah, saran itulah yang kemudian ditindaklanjuti investor dengan membangun PT Bangun Segitiga Mas (BSM).

“Tapi, apakah Anda menerima fee atau honor?” tanya Ali Sadikin. “Saya menerima, tapi tidak terlalu detail jumlahnya dan tanggalnya. Semua dalam bentuk cek,” kelitnya lagi.

Ali Sadikin mengejar untuk apa uang itu, Sandoz dengan santai menjawab untuk honor dirinya sebagai konsultan.

Sementara hakim anggota II, IG Partha Barghawa memancing Sandoz dengan menanyakan ada uang sudah diterima tapi tidak ikut kesepakatan.

Sandoz menjawab dana yang diberikan Alit adalah dana perusahaan milik korban Sutrisno. Sandoz mengaku sudah memberikan informasi dan saran pada investor.

Misalnya menyarankan investor berkenalan dengan Pemprov Bali memalui audiensi. Sandoz mengaku setidaknya tiga kali bertemu dengan Sutrisno.

“Sebanyak tiga kali. Tapi tidak menyampaikan detail proyek. Yang terakhir silaturahmi saja,” ucapnya.

Barulah pada akhir 2017 Sandoz ditelepon oleh Alit, bahwa ada somasi kedua dari Sutrisno. Intinya diminta mengembalikan dana yang sudah dikucurkan.

“Tanggapan saya, bahwa saya sudah bekerja. Bahwa saya juga tidak tahu ini permasalahannya,” sangkalnya.

Hakim Barghawa kemudian bertanya, Sandoz apakah konsutan formal perusahaan, Sandoz menjawab konsultan nonformal.

“Yang membayar Anda Sutrisno. Tapi kenapa menerimanya melalui terdakwa? Kenapa bisa lewat terdakwa?” cecar hakim Barghawa. “Saya tidak tahu,” jawabnya singkat.

Pengacara Wayan Santosa kemudian mencecar Sandoz, sebagai konsultan apakah mempunyai kemampuan mengurus izin, Sandoz menjawab tidak punya kemampuan.

Dirinya hanya memberikan saran secara garis besar tentang pengurusan izin. “Tapi, dari BAP saksi tahu semua sampai terbit izin?” kejar Barghawa.

Sandoz mengaku dimintai saran PT BSM dari tahapan awal pengurusan izin sampai pra-FS. Setelah pra-FS ia mengaku tidak mengikuti lagi.

“Yang jelas, saya dapat honor dari pak Alit saya terima. Tapi tidak tahu detail,” ujarnya. Saat ditanya tentang keterangan Sandoz, Alit menyebut sebagian keterangannya benar.

Terutama bagian menerima uang. Tapi, selain itu yang mengaku tidak ingat dan lupa itu tidak benar.

Diwawancarai usai sidang, Alit menyebut dirinya sengaja disudutkan dan dikorbankan.

“Saya tidak hanya dikorbankan, tapi saya juga diinjak-injak. Semua pertemuan dibantah. Bahkan, email yang saya kirim

dibilang tidak tahu. Saya merasa disudutkan dan dikorbankan,” cetus pria asal Dalung, Kuta Utara, Badung, itu. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/