SINGARAJA – Kasus keracunan ikan buntal yang berujung pada tewasnya seorang anak berusia 11 tahun di Desa Pemuteran, Kecamatan Gerokgak, membuka mata semua pihak.
Keluarga korban mengaku kapok mengonsumsi ikan tersebut. Meski sebelumnya mereka sudah sering mengonsumsi ikan tersebut.
Kepala Loka Pengawasan Obat dan Makanan (POM) Buleleng Made Ery Bahari mengatakan, ikan buntal sebenarnya tidak layak konsumsi.
Karena risiko yang ditimbulkan sangat tinggi. Sedikit saja kesalahan dalam proses pengolahan, dapat berakibat fatal. Bahkan, berujung pada kematian.
Made Ery Bahari mengatakan, ikan buntal mengandung racun mematikan yang disebut tetrodotoksin. Racun ini biasanya menyerang jaringan saraf.
Orang yang mengalami keracunan ikan buntal, biasanya akan mengalami gejala mati rasa pada mulut dan lidah.
Kemudian berujung pada otot yang lemas, muntah-muntah hebat, hingga berujung pada kematian.
“Bagian hati, ovarium, dan kulitnya itu sangat beracun. Kalau di luar negeri, orang yang mengolah itu harus memiliki sertifikasi khusus. Tidak bisa sembarangan. Karena sedikit saja racunnya, itu bisa menyebabkan kematian,” kata Ery.
Menurutnya, kasus keracunan ikan buntal sebenarnya sudah berkali-kali terjadi. Pada kurun 1990-an, ia mencatat setidaknya ada dua kasus keracunan ikan buntal yang terjadi di Kecamatan Gerokgak.
Peristiwa serupa sempat terjadi di Desa Penyabangan pada tahun 2014 silam. “Sebenarnya sudah bertahun-tahun kami tidak mendengar kasus seperti ini. Kemudian muncul lagi.
Ini memang sangat kami sayangkan. Karena kejadian yang berujung pada kematian itu sudah sering terjadi.
Kami sangat tidak menyarankan masyarakat mengonsumsi ikan ini. Karena salah sedikit saja, risikonya itu kematian,” tukas Ery.