34.7 C
Jakarta
30 April 2024, 13:12 PM WIB

Bripda Gede Yudha Tewas Ditabrak Mobil, Yastini: Semua Harus Terlibat

DENPASAR – Maraknya anak-anak melakukan trek-trekan sejatinya bukan fenomena baru. Bahkan, hal itu tidak hanya terjadi di Kota Denpasar.

Tapi, juga di daerah lain seperti Klungkung, Gianyar, Tabanan, hingga Karangasem. Yang terbaru, saat berusaha menghentikan aksi trek-treken

di Jalan Gatot Subroto, anggota Ditsabhara Polda Bali Bripda Gede Yudha Pratama tewas ditabrak pengendara mobil Ayla.

Kondisi ini memancing Ni Luh Gede Yastini, komisioner Komisi Penyelenggara Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Bali, angkat bicara.

Menurut Yastini, masalah kebut-kebutan di jalanan ini cukup kompleks. Namun, bukan berarti tidak bisa diatasi. Secara regulasi, Provinsi Bali sudah memiliki aturan sejak 2017.

Saat itu Gubernur Pastika mengeluarkan surat edaran tentang melakukan pengawasan bersama aktivitas anak jalanan dan anak di jalanan.

“Harapannya semua pihak tidak hanya polisi, tapi sampai desa hingga banjar semua berperan melakukang pengawasan dan mengingatkan. Yang terpenting adalah keluarga dan sekolah,” ujar Yastini kepada Jawa Pos Radar Bali.

Ia berharap supaya surat edaran tersebut kembali dijalankan. Yastini menilai polisi memang bisa menangkap pelaku ugal-ugalan di jalanan. Jika semua pihak terlibat maka akan lebih efektif. Setidaknya trek-trekan bisa diminimalisasi.

Misalnya pengawasan di lakukan dari lingkungan banjar dan desa. Selain itu, pihak keluarga harus aktif terlibat membantu.

“Susah kalau hanya mengandalkan polisi atau Satpol PP saja. Lebih penting peran keluarganya,” imbuhnya, menegaskan.

Yastini membeber beberapa kasus yang telah lewat. Pelaku trek-trekan setelah ditangkap ternyata kelaurganya tidak tahu.

Maklum, anak-anak saat keluar banyak alasan. Mereka bilang mau belajar atau jalan dengan teman.  Parahnya lagi, anak-anak belum waktunya punya motor sudah dibelikan motor.

Setelah itu tidak ada cek dan ricek dari orang tua. Padahal, kalau sudah bawa motor jalannya jauh dari rumah. Anak-anak usia SMP banyak nongkrong di tepi jalan sambil membawa motor.

Selain keluarga, pihak sekolah juga mesti turut aktif. Sekolah supaya melakukan pendekatan dengan keluarga anak-anak, bahwa anak-anak tidak boleh membawa motor ke sekolah.

Dinas pendidikan juga harus mengingatkan sekolah-sekolah untuk mengawasi siswanya. “Harapan saya surat edaran yang sudah ada dijalankan lagi,” pungkasnya. 

DENPASAR – Maraknya anak-anak melakukan trek-trekan sejatinya bukan fenomena baru. Bahkan, hal itu tidak hanya terjadi di Kota Denpasar.

Tapi, juga di daerah lain seperti Klungkung, Gianyar, Tabanan, hingga Karangasem. Yang terbaru, saat berusaha menghentikan aksi trek-treken

di Jalan Gatot Subroto, anggota Ditsabhara Polda Bali Bripda Gede Yudha Pratama tewas ditabrak pengendara mobil Ayla.

Kondisi ini memancing Ni Luh Gede Yastini, komisioner Komisi Penyelenggara Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Bali, angkat bicara.

Menurut Yastini, masalah kebut-kebutan di jalanan ini cukup kompleks. Namun, bukan berarti tidak bisa diatasi. Secara regulasi, Provinsi Bali sudah memiliki aturan sejak 2017.

Saat itu Gubernur Pastika mengeluarkan surat edaran tentang melakukan pengawasan bersama aktivitas anak jalanan dan anak di jalanan.

“Harapannya semua pihak tidak hanya polisi, tapi sampai desa hingga banjar semua berperan melakukang pengawasan dan mengingatkan. Yang terpenting adalah keluarga dan sekolah,” ujar Yastini kepada Jawa Pos Radar Bali.

Ia berharap supaya surat edaran tersebut kembali dijalankan. Yastini menilai polisi memang bisa menangkap pelaku ugal-ugalan di jalanan. Jika semua pihak terlibat maka akan lebih efektif. Setidaknya trek-trekan bisa diminimalisasi.

Misalnya pengawasan di lakukan dari lingkungan banjar dan desa. Selain itu, pihak keluarga harus aktif terlibat membantu.

“Susah kalau hanya mengandalkan polisi atau Satpol PP saja. Lebih penting peran keluarganya,” imbuhnya, menegaskan.

Yastini membeber beberapa kasus yang telah lewat. Pelaku trek-trekan setelah ditangkap ternyata kelaurganya tidak tahu.

Maklum, anak-anak saat keluar banyak alasan. Mereka bilang mau belajar atau jalan dengan teman.  Parahnya lagi, anak-anak belum waktunya punya motor sudah dibelikan motor.

Setelah itu tidak ada cek dan ricek dari orang tua. Padahal, kalau sudah bawa motor jalannya jauh dari rumah. Anak-anak usia SMP banyak nongkrong di tepi jalan sambil membawa motor.

Selain keluarga, pihak sekolah juga mesti turut aktif. Sekolah supaya melakukan pendekatan dengan keluarga anak-anak, bahwa anak-anak tidak boleh membawa motor ke sekolah.

Dinas pendidikan juga harus mengingatkan sekolah-sekolah untuk mengawasi siswanya. “Harapan saya surat edaran yang sudah ada dijalankan lagi,” pungkasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/