DENPASAR – Hukuman berat dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tipikor Denpasar terhadap Ni Wayan Suantini alias Bu Edi, terdakwa kasus korupsi APBDes Angkah, Kecamatan Selemadeg Barat, Tabanan.
Majelis hakim yang diketuai Ni Made Sukereni menjatuhkan hukuman pidana 4 tahun 7 bulan.
Putusan itu lebih ringan 2 tahun enam bulan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Tabanan, yang sebelumnya menuntut 6 tahun penjara.
Hukuman itu terbilang cukup berat jika dibandingkan uang yang dikorupsi Suantini Rp 285 juta.
“Mengadili, menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri,” tegas Hakim Sukereni.
Dalam amar putusannya, hakim menyatakan Suantini sebagai Bendahara Kantor Desa Angkah terdakwa dinyatakan terbukti melakukan upaya memperkaya diri sendiri sebagaimana dakwaan alternatif pertama primer.
Ketentuan dan ancamannya sesuai Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 UU Nomor 20/2001 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Selain pidana badan, terdakwa juga dibebankan pidana denda sebesar Rp 200 juta subsider satu bulan kurungan.
Serta pidana tambahan dalam bentuk pembayaran ganti rugi senilai uang yang dikorupsi terdakwa sebesar 285 juta lebih.
Apabila dalam satu bulan sejak putusan itu berkekuatan hukum tetap, ganti rugi tidak dilakukan maka diganti dengan penyitaan dan lelang aset milik terdakwa.
“Bila asetnya tidak mencukupi atau terdakwa tidak punya maka kewajiban itu diganti dengan kurungan selama satu tahun dan sembilan bulan,” imbuh hakim yang juga Ketua PN Tabanan itu.
Majelis hakim juga menguraikan beberapa pertimbangan yang memberatkan bagi terdakwa.
Seperti dibacakan hakim anggota, Hartono, terdakwa dalam keterangannya mengakui menggunakan dana APBDes senilai Rp 285 juta lebih untuk kepentingan pribadi.
Akibatnya pencairan dana APBDes tersebut tidak sesuai dengan kegunaannya. Selain itu, terdakwa juga mengakui bahwa sampai saat ini belum melakukan pengembalian atas kerugian negara yang diakibatkan perbuatannya tersebut.
Sedangkan hal yang meringankan, terdakwa mengaku berterus terang dengan perbuatannya, tidak berbelit-belit, mengakui kesalahannya, dan memiliki tanggungan keluarga.
Menanggapi putusan hakim, terdakwa yang diberikan kesempatan untuk berkonsultasi dengan kuasa hukumnya, Made Arta Yasa, memilih menerimanya.
“Kami menerima putusan ini Yang Mulia,” ujar perempuan 45 tahun itu. Sementara tim jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Tabanan yang terdiri dari Jaksa Made Rai Joni Artha dkk memilih pikir-pikir.
Untuk diketahui, perbuatan terdakwa itu terjadi dalam APBDes Angkah 2017. Saat itu, desa tersebut mengelola dana desa sebesar Rp 3,1 miliar.
Terdakwa sendiri sebagai bendahara punya kewenangan untuk mencairkan dana desa yang disimpan di BPD Bajera. Itupun setelah melalui proses persetujuan dari perbekel atau kepala desa.
Sesuai pemanfaatannya, ada 17 item kegiatan yang akan didanai melalui APBDes kala itu. Dua di antaranya untuk kegiatan desa pekraman. Dan selebihnya kegiatan fisik pembuatan jalan.
Sementara, hingga 14 September 2017, anggaran yang masuk ke rekening Desa Akah di BPD sebanyak Rp 2,7 miliar
Dana inilah yang diduga diselewengkan Suantini pada enam item kegiatan. Nilainya mencapai Rp 285.063.451. Sebagian besar dana dipakai untuk kepentingan pribadi terdakwa.